Sembilan wartawan di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, melakukan isolasi mandiri di rumah masing-masing. Hal itu dilakukan menyusul meninggalnya anggota Komisi IX DPR RI, Imam Suroso (Mbah Roso) saat berstatus PDP di RSUP Dr Kariadi Semarang, Jumat (27/3) malam. Ke sembilan wartawan itu diketahui, meliput kegiatan Imam Suroso di Pasar Puri Pati. (gatra.com)
Dalam situasi seperti sekarang ini, profesi wartawan memang rentan untuk terinfeksi Cofid 19. Secara mobilitas tinggi, namun pengamanan tidak seketat dokter dan paramedis. Memang ada perbedaan antara dokter dan wartawan. Dokter terjun langsung ke medan perang, masuk dan melayani orang-orang yang sudah jelas-jelas terinfeksi. Sementara wartawan tidak se-ekstrim dokter.
Oleh karenanya, sebelum benar-benar memutuskan untuk menekuni profesi sebagai wartawan, ada baiknya mempertimbangkan 7 hal yang akan dipaparkan di bawah ini.
1. Suka dengan Tantangan
Setiap hari jurnalis atau wartawan akan menghadapi berbagai macam peristiwa yang tidak bisa diduga sebelumnya. Ada berita kebakaran, ada berita bom meledak, ada berita orang bunuh diri dari gedung ketinggian 50 meter, ada kecelakaan lalulintas sampai meninggal dunia di tempat dll.
Bagi yang rasa takutnya lebih besar dari keberaniannya, situasi semacam itu malah dihindari. Sementara bagi wartawan, situasi seperti itu malah didekati, difoto dan meminta keterangan dari pihak-pihak yang mengetahui kejadian mengerikan tersebut.
Bagi wartawan pemula yang masih coba-coba, biasanya ada ukuran waktu. Apakah seseorang itu cocok dan sungguh-sungguh ingin menjadi wartawan atau tidak. Waktu sebulan cukup untuk melihat dan mengevaluasi bagi calon wartawannya sendiri atau yang merekrut, apakah profesi itu cocok atau tidak.
2. Memiliki Kekuatan Fisik yang Prima
Profesi wartawan itu 24 jam. Hal itu bukan berarti selama 24 jam terus bekerja. Namun selama 24 jam, persitiwa apapun yang terjadi, harus diikuti. Terus istirahatnya kapan? Silakan diatur sesuai, pandai-pandainya wartawan mengatur waktu. Yang penting saat kejadian harus ada di tempat.
Kondisi tuntutan kerja yang tinggi ini memungkinkan wartawan harus memiliki kebugaran tubuh yang optimal. Mencuri waktu untuk olahraga menjadi penting kalau ingin sehat dan bugar dalam jangka waktu yang lama. Namun kebanyakan wartawan kadang-kadang lupa untuk olahraga. Ini yang mengakibatkan wartawan ketika sakit, membutuhkan waktu recovery lebih lama. Biasanya penyakit karena disebabkan oleh terlambat makan yang sering terjadi pada wartawan.
3. Siap Bekerja dengan Under Pressurre
Kondisi under pressure atau di bawah tekanan merupakan hal biasa yang dihadapi setiap hari oleh wartawan. Mengapa hal itu bisa terjadi? Karena wartawan bekerja by deadline atau dibatasi waktu. Apalagi media online, kejadian hari itu harus tayang pada hari itu juga. Sementara untuk mendapatkan berita yang utuh diperlukan nara sumber yang lengkap. Bisa dua, tiga atau empat nara sumber. Dan semua nara sumber itu tidak semuanya siap dihubungi saat wartawan membutuhkan konfirmasi dan meminta keterangan.
Siapkah bekerja dengan situasi dikejar-kejar tenggat waktu? Hanya orang-orang tertentu saja yang siap terjun ke dalam model pekerjaan seperti ini. Orang lain lebih banyak yang bekerja dengan jenis pekerjaan yang teratur, tidak diburu-buru dan dengan jumlah jam kerja yang sudah ditentukan.
4. Memiliki Wawasan yang Luas
Untuk wawancara dengan orang yang beragam, diperlukan wawasan yang luas tentang berbagai macam hal. Wartawan ini tipe orang yang mengetahui banyak hal walaupun tidak terlalu mendalam. Mengapa demikian?
Biasanya wartawan itu dibagi ke dalam desk-desk katgori tema kerja. Ada yang liputan di desk kriminal. Wartawan ini berarti bekerja di kantor kepolisian, kantor kejaksaan, pengadilan, bertemu dengan pengacara dll. Secara normatif, hukum KUHP secara umum harus difahami.
Selain itu, istilah-istilah penting di desk yang bersangkutan harus familier. Indikator wartawan menguasai persoalan atau tidak terlihat ketika sesi wawancara. Wartawan yang memahami persoalan akan lebih banyak bertanya untuk menggali sumber berita. Semakin lengkap pertanyaan dan jawaban, semakin lengkap pula konten berita yang akan ditayangkan.
5. Memiliki Kemampuan Menulis yang Baik
Tugas wartawan memang di lapangan, mencari informasi aktual dan mencari nara sumber yang tepat dengan isu berita yang sedang digali. Setelah informasi diperoleh, tugas berikutnya adalah menulis berita tersebut. Sudah tentu tulisan yang digunakan menggunakan kaidah jurnalistik yang sudah ditentukan. Wartawan berbeda dengan penulis. Kalau penulis bebas menuangkan ide baik berdasarkan fakta yang ada maupun berdasarkan pendapat pribadi, wartawan menulis hanya berdasarkan fakta.
Menulis berita yang baik tidak hanya baik dan benar secara struktur, namun gaya menulis pun menjadi hal yang mesti dipertimbangkan. Tema berita bagus kalau dikemas dengan gaya penulisan yang tidak menarik, orang tidak akan mau untuk membacanya. Paduan antara isu berita yang bagus dengan gaya penulisan yang menarik, menjadikan berita tersebut viral dan dicari banyak orang.
6. Jujur dan Independen
Menjadi wartawan harus jujur. Jujur pada siapa? Jujur pada hati nurani. Ketika menulis suatu berita maka dalam berita itu akan tertulis untaian kata. Kata demi kata yang menjadi kalimat dan menjadi paragraf berisi tentang sebuah berita.
Konten yang ditulis di dalam berita itulah yang menunjukkan kepribadian wartawan dan keberpihakan wartawan. Apakah wartawan berpihak kepada kebenaran, hati nurani atau wartawan berpihak kepada pihak tertentu dan menyimpang dari kebenaran.
Kok bisa begitu? Ya, sangat bisa. Apalagi dalam kasus-kasus besar yang melibatkan orang penting yang melakukan “kejahatan”. Wartawan bisa aja disuap, diancam atau ditekan. Yang mau disuap ini jenis wartawan yang setuju apabila konten beritanya dibelokkan dari fakta sebenarnya. Wartawan yang diancam atau ditekan adalah wartawan yang enggan untuk diajak kerjasama membelokkan isi berita.
7. Belajar Terus Menerus
Ini syarat menjadi wartawan yang ketujuh, belajar terus menerus. Bagaimana tidak belajar terus menerus, setiap hari isu baru bermunculan silih berganti. Tiga bulan yang lalu Menteri Nadiem Makarim memunculkan program Guru Penggerak Merdeka Belajar. Program apakah itu? Dua bulan kemudian muncul wabah virus Corona? Apakah itu? Negara-negara tertentu memutuskan untk lock down agar penyebaran virus corona tidak terlalu massif. Apakah lock down itu?
Bagi orang awam mendengar istilah di atas mengetahui artinya atau tidak, gak maalah. Tidak ada efek apa-apa. Tapi bagi wartawan, istilah baru, kalau tidak segera difahami, tidak kembuka ensiklopedi atau kamus, maka bisa jadi ketika menulis akan salah. Kalau salah menulis, maka pembaca akan salah juga. Wartawan ketika salah akan terjadi kesalahan berantai.
Demikian catatan singkat tentang hal-hal yang perlu dipertimbangkan sebelum menjadi wartawan. Setelah membaca artikel ini apakah masih berminat untuk menjadi wartawan atau malah pikir-pikir kembali. Wartawan jelas beda banget dengan penulis. (*)
*) Penulis GM Radar Pekalongan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H