INI adalah tulisan saya yang pernah ditulis beberapa waktu lalu. Saya tulis ulang dengan beberapa update informasi agar lebih kekinian dan aktual. Kisah ini terjadi pada teman saya, dia seorang pengusaha servis komputer, orangnya baik, pekerjaannya juga baik, jujur dan tidak meminta jasa terlalu tinggi. Namun bisnisnya kian hari tidak menunjukkan progres yang positif. Saya menilai agak aneh, mestinya orang sejujur dan sebaik dia bisnisnya akan bagus dan lancar dan maju serta berkembang.
Rasa penasaran ini mendorong saya untuk ingin mengetahui lebih dalam dengan melakukan transaksi langsung dengan dia. Ketika bertemu, saya bilang bahwa saya membutuhkan servis personal computer (PC) saya karena ada program software yang bermasalah. Saya tanyakan berapa harganya dan kapan bisa selesai, dia jawab harganya seperti yang diberlakukan kepada orang lain, sambil memperlihatkan price list service komputer. Ada install seluruh software dari PC kosongan sampai cukup terisi sesuai dengan yang kita inginkan. Ada yang hanya beberapa software saja, ada juga yang harus beli hadware.
Saya membutuhkan install ulang ditambah antivirus karena sudah banyak gangguan dalam PC. Jadilah harga Rp sekian dibayar setelah selesai dan estimasi pekerjaan selesai seminggu ke depan. Seminggu berjalan, saya mencoba untuk menghubungi apakah PC saya sudah bisa diambil atau belum.Â
Saya kirim pesan, jawabannya belum selesai. Dia menjanjikan besok. Keesokan harinya saya tanya lagi, ternyata belum selesai juga. Saya agak jengkel karena janjinya meleset. Padahal pekerjaan saya yang menggunakan komputer sudah cukup banyak. Alhasil selama seminggu saya tidak bekerja maksimal karena harus bekerja di rental komputer.
Tanpa memberi kabar kepada dia, saya langsung mendatangi tempat servisnya. Ternyata dia terlihat sangat sibuk mengerjakan pekerjaan yang sangat banyak. Dia mengetahui kedatangan saya dan langsung meminta maaf.
"Maaf ya pak, belum selesai. Pekerjaan sangat banyak, jadi waktunya agak bergeser," tutur dia sambil menunjukkan wajah memelas.
Saya tidak marah, tidak juga berkata banyak. Saya hanya bertanya satu kalimat.
"Bisa diceritakan, bagaimana bisa bergeser waktu selesai servis PC saya. Padahal waktunya sudah lebih dari seminggu?" kata saya datar.
Kemudian dengan lancar dia berkata, "Waktu mau menservis PC bapak, ternyata satu jam kemudian ada yang meminta bantuan servis juga dengan waktu pengerjaan yang sama. Dan saya sanggupi untuk selesai satu minggu. Tapi ternyata tingkat kerusakan PC orang tersebut lebih parah, sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama," kata dia.
Padahal servis PC saya semestinya sudah selesai kalau dilihat dari janji. Kenyataannya, PC saya sama sekali belum disentuh karena orderan kedua membutuhkan waktu lebih lama. Saya coba untuk mengetahui lebih dalam apa alasan dia berani mengambil order yang kedua padahal order pertama belum tentu selesai. Dia menjawab singkat.
"Saya tidak enak pak, orang yang datang tersebut benar-benar orang yang saya kenal. Jadi saya iyakan saja walaupun pekerjaan lain masih banyak. Saya tipe orang nggak enakan kalau menolak orderan, padahal dalam hati bingung juga, bagaimana kalau pekerjaan tidak bisa selesai tepat waktu," katanya.
Saya terdiam. Ingin bicara banyak tapi sepertinya tidak tepat waktunya. Saya hanya berpikir, kalau begini caranya, saya tidak akan lagi menservis PC ke orang ini. Tapi kalau saya tidak memberikan saran, saya merasa bersalah juga. Akhirnya hanya dengan beberapa kalimat, saya katakan kepada dia.
"Mas, saya tidak mau ikut campur terhadap manajemen perusahaan mas sendiri. Tapi sebagai konsumen yang pernah dikecewakan, saya hanya ingin memberi masukan. Silakan mau dipakai atau tidak. Saran saya, kerjakan order yang dulu, order yang lain belakangan sesuai dengan nomor urut.Â
Kemudian, kalau memang tidak bisa mengerjakan tepat waktu, bilang atau katakan tidak bisa. Jangan bilang bisa tapi dalam perhitungan memang sudah tidak bisa. Sifat tidak enakan itu tidak jelek, tapi berkata "tidak" pun tidak buruk. Kalau memang benar-benar kita tidak bisa, katakan saja, maaf saya tidak bisa menerima order ini karena order yang lebih awal belum selesai," tutur saya agak panjang lebar.
Dia terlihat manggut-manggut. Entah apa yang ada dalam benaknya. Apakah dia mengerti yang saya katakan, atau dia manggut-manggut supaya saya cepet pulang dan tidak banyak bicara lagi. Harapan saya semoga dia bisa memahami apa yang menjadi titik krusial yang dihadapinya. Sebab jika tidak, maka pelanggannya akan distrust kepada dia.Â
Sayang-sayang, dia orang baik, jujur, tapi tidak berani berkata tidak. Semuanya diiyakan walaupun tidak bisa dikerjakan. Mungkin dia mempunya anggapan kalau berkata tidak bisa atau menolak, bisa menyakiti hati orang tersebut. Padahal ketika berkata iya namun kenyataannya tidak bisa, kondisi tersebut lebih menyakitkan dan membuat banyak orang tidak percaya lagi. Saya pamit pergi sambil membawa PC yang masih belum diinstal.
***
APAKAH cerita di atas pernah terjadi pada kita, Anda? Bisa ya, bisa juga tidak. Dalam mengelola waktu, memenuhi janji pada seseorang sampai tuntas jauh lebih penting ketimbang menampung banyak janji, tapi tidak bisa memenuhi sesuai waktu yang dijanjikan.Â
Artinya, kalau kita tidak siap atau tidak yakin kalau pekerjaan tersebut tidak bisa selesai tepat waktu, jangan coba-coba untuk membuat janji baru. Lebih baik buat janji pertama dan bisa memenuhi tepat waktu. Setelah itu boleh membuat janji berikutnya. Ini berlaku dalam hal apapun, baik bisnis, janji biasa atau janji yang lainnya.
Tidak jarang ada orang yang membut janji, ketika janji tersebut sudah sampai waktunya, malahan yang janji itu lupa akan janjinya. Ini kan parah. Mestinya kalau memang pada waktu yang dijanjikan tidak bisa dilaksanakan, kasih kabar kepada pihak yang bersangkutan bahwa hari itu janjinya tidak bisa dilaksanakan karena satu dan lain hal.
Bagaimana kalau yang meminta itu orang yang ternama, berpengaruh? Sama saja perlakuannya,  kalau kita bisa, katakan bisa. Tapi kalau kita tidak bisa, katakan mohon maaf permintaan tidak bisa dikabulkan karena sampai 10 hari ke depan ada order yang harus diselesaikan dalam jumlah banyak. Saya berpikir siapapun akan memahami kalau kita jelaskan secara apa adanya. Kalau sudah tahu tidak bisa dikerjakan tepat waktu tapi masih juga menerima order, ini  yang keliru.
Prinsipnya, berbuat baiklah kepada semua orang, kalau kita berkata tidak, itu tidak berarti kita menyakiti hati orang lain. Kalau kita bisa mengerjakan katakan bisa, kalau tidak bisa katakan mohon maaf tidak bisa sambil menawarkan opsi waktu yang kita bisa. Kalau minggu ini kita tidak bisa, sementara minggu depannya kita bisa, katakan saja, bagaimana kalau minggu depan saja.
Keterbukaan akan lebih memudahkan orang lain memahami apa yang kita kerjakan. Keterbukaan akan menjadikan orang lain bisa berpikir bagamana solusi atas masalahnya. Apakah akan diselesaikan dengan kita, atau dia menyelesaikan dengan orang lain. Inilah prinsip mengatur waktu yang penting, berani berkata tidak kalau memang kita tidak bisa memenuhinya. Â (*)
 *) Penulis GM Harian Radar Pekalongan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H