Mohon tunggu...
Ade Asep Syarifuddin
Ade Asep Syarifuddin Mohon Tunggu... Jurnalis - Search Excellent of Life

Saya seorang jurnalist di Pekalongan. Website saya www.radarpekalongan.co.id Semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Rahasia "Kepemimpinan Gas-Pol" Bupati Pekalongan Asip Kholbihi

12 Maret 2020   00:00 Diperbarui: 12 Maret 2020   08:10 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MENARIK untuk mendiskusikan kepemimpinan Bupati Pekalongan H Asip Kholbihi. Mengapa? Karena sejak pelantikannya tanggal 27 Juni 2016 sampai sekarang banyak progres pembangunan yang mengalami lompatan-lompatan di luar batas normal. 

Sikap tidak puasnya terhadap kondisi yang biasa-biasa saja menjadikan Asip memimpin dengan gas pol, atau memaksimalkan seluruh sumber daya baik pikiran, tenaga, anggaran, human relation, dll untuk mencapai tujuan maksimal.

Sebenarnya Asip Kholbihi memiliki istilah sendiri untuk menggambarkan pembangunan yang cepat. Yang mereka gunakan adalah “Inisiatif Progresif”. Entah kenapa, saya lebih memilih “Kepemimpinan Gas-Pol”. Rasanya kata Gas-Pol mewakili keadaan dimana sebuah tim melakukan upaya yang maksimal dan mati-matian dan tidak pernah berhenti. Boleh setuju boleh tidak, tapi itulah realitas yang terjadi di lapangan. 

Pikirannya tidak pernah berhenti, bahkan kalau tidak tidur bisa tetap bugar, mungkin tidur tidak akan dilakukan oleh Asip Kholbihi dan jajaran pemerintahan Kabupaten Pekalongan.

8 PT Hadir di Kab Pekalongan         

Penulis memiliki beberapa catatan umum yang menjadikan indikator bahwa pemerintah Kabupaten di era Asip Kholbihi benar-benar melakukan Gas-Pol. Pertama, munculnya 8 perguruan tinggi (PT), ada yang benar-benar baru, ada yang pindah ke Kabupaten Pekalongan yang semula berada di “wilayah lain”. 

IAIN Pekalongan adalah contoh perguruan tinggi yang pindah dari Kota Pekalongan menuju Kabupaten Pekalongan. Karena sering dilanda rob dan banjir besar, IAIN akhirnya harus memutuskan untuk pindah ke wilayah perbatasan Kecamatan Kajen dan Kecamatan Bojong Kabupaten Pekalongan. Untuk tetap bertahan di wilayah Kota Pekalongan dan sedikit bergeser ke tempat lain saja, tidak bisa karena lahan yang sangat terbatas.

IAIN Pekalongan memang bukan perguruan tinggi baru, tapi ketika pindah ke Kabupaten Pekalongan, ada geliat ekonomi baru yang terjadi di sana.. Harga tanah di sekitar menjadi naik, pedagang baru bermunculan, pengusaha kos-kosan sangat cepat tanggap menawarkan tempat tinggal untuk mahasiswa yang jauh dari kampus, makelar tanah juga mulai mencari tanah untuk diborong. 

Logika sederhananya, kalau ada 5 ribu mahasiswa kemudian tiap hari keluar uang Rp 10.000 untuk jajan maka ada perputaran uang Rp 10.000 X 5.000 = Rp 50.000.000. Itu baru sehari, kalau dikalikan 25 hari maka jumlahnya Rp 1 miliar 250 juta. Mungkin tidak sebesar itu, bisa separuhnya atau seperempatnya.

Kemudian ada kampus Undip yang membuka Program Studi di Luar Kampus Utama (PSDKU) yaitu program D3 Akuntansi dan D3 Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK). Walaupun bukan kampus utama seperti IAIN, namun makin lama makin besar dan makin banyak jumlah mahasiswanya yang akan datang dari berbagai daerah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun