HARI itu hari Senin. Saya mendata agenda kerja yang harus dikerjakan hari itu. Lumayan banyak dan waktunya nyaris berkejaran. Kalau saya lakukan sendirian sampai tuntas, maka ada aktifitas yang belum selesai harus segera ditinggalkan, ada juga dua aktifitas yang harus dikerjakan di waktu yang sama.Â
Kalau tidak, maka hari itu akan meninggalkan pekerjaan yang tersisa. Sementara esok hari sudah menunggu pekerjaan yang lain. Saya berpikir keras, bagaimana pekerjaan hari itu bisa tuntas hari itu juga.
Saya ambil selembar kertas dan pulpen. Kemudian saya buat daftar list aktifitas apa saja yang harus dikerjakan. Setiap  list di sebelah kanannya ada kolom dengan opsi penting dan mendesak, penting tapi tidak mendesak, tidak penting tapi mendesak dan tidak penting dan tidak mendesak.Â
Setelah membuat kategori tersebut pikiran saya berubah drastis, paling tidak pekerjaan tersebut tidak semuanya dikerjakan hari ini dan ada juga yang bisa didelegasikan. Kalau harus dikerjakan oleh tangan kita semua, sepertinya tidak ada pekerjaan yang bisa benar-benar tuntas pada hari itu.
Saya mulai menginventarisi aktifitas hari itu. 1. Meeting pagi, 2. Menghadiri undangan rapat di pemerintahan kota, 3. Mengecek laporan bulanan, 4. Service hape yang rusak, 5. Menjawab email dari perusahaan lain, 6. Mengedit artikel kolom rutin, 7. Memperbaiki koneksi internet yang rusak, 8. Menerima tamu dari sebuah sekolah yang akan magang, 9. Membuat penugasan liputan khusus tentang virus Corona. Kesembilan agenda hari itu saya coba untuk di-breakdown satu per satu sehingga seluruhnya bisa tuntas.
Meeting pagi. Ini masuk dalam kategori penting dan mendesak, saya harus memimpin sendiri meeting tersebut karena ada beberapa hal yang akan disampaikan kepada teman-teman. Waktu yang dibutuhkan sekitar satu jam. Kemudian menghadiri undangan rapat di pemerintah kota.Â
Ini agenda penting tapi tidak terlalu mendesak. Saya bisa delegasikan kepada kawan lain. Yang menjadi persoalan, waktu untuk menghadiri rapat di pemerintahan Kota cukup lama bisa 3-4 jam. Padahal waktu efektifnya mungkin hanya satu jam. Kalau saya menghadiri undangan ini, waktu saya habis di sana dan agenda lain bisa terbengkalai.
Yang berikutnya adalah mengecek laporan bulanan. Pekerjaan ini penting dan mendesak, tidak bisa didelegasikan. Saya harus kerjakan sendiri. Waktu yang dibutuhkan tidak terlalu lama, paling lama satu jam, tapi isi laporan adalah rahasia perusahaan yang tidak semua orang bisa melihatnya.Â
Untuk service hape yang rusak, ini juga penting dan mendesak. Kalau hape off seharian bahkan lebih, komunikasi tidak bisa dilakukan, maka informasi penting akan terlewat. Hape rusak tidak bisa lama-lama, harus segera recovery. Agenda menjawab email dari perusahaan lain, ini pekerjaan penting tapi tidak mendesak. Bisa didelegasikan kepada bidang yang menangani kerjasama antar korporasi.
Untuk mengedit artikel kolom rutin, yang tayang besok, ini masuk dalam kategori penting dan mendesak. Harus dikerjakan sendiri. Waktu yang diperlukan tidak terlalu lama, 3 menit selesai. Agenda memperbaiki koneksi internet yang rusak, pekerjaan penting dan mendesak, tapi masih bisa didelegasikan ke bidang IT.Â
Mereka memiliki kedekatan dengan pihak provider internet lebih dekat. Menerima tamu dari sebuah sekolah yang akan magang, agenda penting tapi tidak mendesak. Bisa didelegasikan ke bidang lain. Yang penting kita terima dengan baik apa maksud dan tujuan mereka, berapa lama mereka magang dan apa yang dikerjakan dalam proses magang tersebut.Â
Untuk agenda membuat penugasan liputan khusus tentang virus Corona, ini pun bisa diserahkan kepada pemimpin redaksi dan jajarannya. Yang penting ada diskusi terlebih dahulu sebelum penugasan dimulai.
Mendahulukan yang Utama
Hidup ini terdiri dari pilihan-pilihan. Ada yang utama dan ada yang menjadi supporting atau pendukung. Yang utama harus didahulukan dan yang tidak utama bisa dikebelakangkan.Â
Bagaimana kalau penting semua? Kalau kita menilai itu penting semua, coba teliti lebih detil lagi. Yang namanya hidup ini ada skala prioritas, kalau semuanya prioritas berarti ada dua kemungkinan.Â
Pertama, kita tidak bisa memilih mana yang penting bagi kita dan mana yang  kurang penting bagi kita. Kedua, kita tidak percaya kepada orang lain, padahal pekerjaan itu bisa didelegasikan kepada pihak lain, yang penting secara atura main bisa dijalankan secara maksimal.
Kalau semua hal harus dilakukan oleh tangan sendiri, sementara waktu kita hanyalah 24 jam, maka sangat tidak mungkin pekerjaan hari ini bisa kita tuntaskan hari ini juga.Â
Bahkan kalau kita berusaha melakukan sesuatu secara cepat, berusaha lebih keras, lebih cekatan, atau lebih apa lagi. Kalau hal di atas dilakukan, sama saja kita bekerja sambil mengejar pergerakan waktu detik demi detik.Â
Betapa capeknya kita, betapa tersiksanya kita. Hidup persis seperti atlet atletik, yang keberhasilannya diukur dari secepat-cepatnya kita sampai di garis finish. Yang muncul malah kondisi tertekan, stres dan bisa jadi kita sakit. Kalau sudah sakit, kita perlu waktu lagi untuk recevory. Pekerjaan yang mestinya selesai hari itu harus tertunda beberapa hari ke depan.
Apa bedanya arloji dengan kompas? Arloji itu untuk menunjukkan hari itu kita memiliki kesempatan waktu 24 jam, 60 menit tiap jamnya dan 60 detik tiap menitnya. Sementara kompas adalah arah yang konsisten untuk menunjukkan mata angin. Kompas selalu menunjukkan arah utaran dan selatan. Tidak pernah bergeser ke arah mata angin lain.Â
Apa artinya? Arloji itu analogi volume aktifitas dan pekerjaan. Seberapa banyak list aktifitas yang bisa kita kerjakan pada hari itu. Sementara kompas adalah prioritas pekerjaan. Seberapa banyak pekerjaan hari itu yang mendukung tujuan kita ke depan.
Kalau yang digunakan filosofi kompas, maka tidak ada sesuatu yang  haram untuk mendelegasikan pekerjaan, tidak ada yang salah dengan men-delete daftar pekerjaan yang tidak sesuai dengan tujuan, rencana kita.
Sekali lagi, artinya pilihlah pekerjaan yang sesuai dengan tujuan hidup kita dan tujuan ke depan kita. Rencanakan sesuatu jauh-jauh hari sesuai dengan pola yang kita inginkan. Contoh sederhana, kalau kita memiliki tujuan untuk membangun sebuah rumah, setiap hari kerjakanlah daftar aktifitas yang mendukung agar rumah tersebut bisa selesai.Â
Mulai dari membuat gambar, kalau kita tidak bisa membuat gambar serahkan kepada ahli gambar bangunan sesuai dengan yang kita inginkan. Kemudian mencari tukang, mmbeli material, mengecek progress sudah sampai di mana sampai bangunan selesai dan bisa digunakan.
Hidup ini pilihan, namun setelah dipilih, selayaknya kita konsisten terhadap piihan itu. Jika setiap hari membuat rencana, namun tidak satu pun yang dipilih dan ditekuni maka sampai kapan pun kita tidak akan mencapai tujuan dari rencana-rencana kita itu.Â
Jadi, orang yang akan sukses di masa mendatang bukanlah yang banyak mengerjakan pekerjaan namun orang yang menekuni pekerjaan pilihannya sampai mendatangkan hasil yang diharapkan. (*)
*) Penulis adalah Peminat Pengembangan diri tinggal di Pekalongan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H