Mohon tunggu...
Rachmi Nurul
Rachmi Nurul Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di Universitas Pendidikan Indonesia

Mahasiswa di Universitas Pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mewujudkan Keterampilan Abad 21 melalui Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) pada Siswa Sekolah Dasar

17 November 2022   13:11 Diperbarui: 17 November 2022   13:23 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum (Sumber: Dok. Pribadi, 2022)

Mewujudkan Keterampilan Abad 21 melalui Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) pada Siswa Sekolah Dasar 

Oleh: Rachmi Nurul Qolbi

Perkembangan zaman turut membawa perubahan yang sangat besar bagi segala aspek kehidupan, tak terkecuali pendidikan. Dalam mempertahankan eksistensinya agar berguna bagi masyarakat, pelajar masa kini dituntut untuk menguasai enam keterampilan (6C) di abad 21. 

Keenam keterampilan yakni character (karakter), citizenship (kewarganegaraan), critical thinking (berpikir kritis), creativity (kreatifitas), collaboration (kolaborasi), dan communication (komunikasi).

Salah satu keterampilan yang paling fundamental di antara keenamnya adalah kemampuan berpikir kritis atau critical thinking skills. Sebagai makhluk hidup yang dikaruniai akal dan jiwa, setiap manusia pasti memiliki kemampuan untuk berpikir. 

Karena pada dasarnya berpikir adalah kegiatan alamiah yang selalu dilakukan dalam aktivitas kehidupan, baik secara sadar maupun tidak sadar. Namun faktanya, tidak banyak manusia yang mampu mencapai tahap berpikir kritis.

Berpikir kritis adalah tingkatan/level berpikir paling tinggi yang mampu mengeluarkan hasil berupa pemecahan masalah. Dilansir dari Resti Septikasari dan Rendy Nugraha Frasandy dalam artikel yang berjudul "Keterampilan 4C Abad 21 dalam Pembelajaran Pendidikan Dasar", berpikir kritis merupakan suatu proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah.

Untuk mencapai kemampuan berpikir kritis, hal dasar yang harus dikuasai sebelumnya adalah kemampuan membaca (literasi) dan menghitung (numerasi). Namun literasi dan numerasi tidak hanya mencakup kemampuan membaca dan menghitung saja, literasi dan numerasi lebih jauh daripada itu. 

Seorang pelajar dikatakan mumpuni dalam bidang literasi ketika ia mampu menemukan informasi dari bacaannya, menafsirkan, mengintegrasikan, mengevaluasi, dan merefleksi. 

Sedangkan batasan seorang pelajar mampu numerasi adalah ketika ia mampu memahami pertanyaan seputar numerasi, menalarkannya, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. 

Kemampuan literasi dan numerasi pada hakikatnya adalah kunci dasar bagi seorang pelajar untuk melangkah ke jenjang pendidikan selanjutnya agar ia mampu berkomunikasi dengan baik di masyarakat.

Dalam upaya mewujudkan kemampuan literasi dan numerasi pada pelajar di Indonesia, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan sebuah program yang disebut dengan Asesmen Kompetensi Minimun atau dikenal dengan AKM. Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) merupakan penilaian kompetensi mendasar yang diperlukan oleh semua murid untuk mampu mengembangkan kapasitas diri dan berpartisipasi positif pada masyarakat.

Asesmen Kompetensi Minimum terdiri dari komponen numerasi, yakni kemampuan yang dimiliki oleh seseorang dalam menggunakan pengetahuan matematika yang dimlikinya dalam menjelaskan kejadian, memecahkan masalah, atau mengambil keputusan dalam kehidupan sehari-hari. Dan komponen literasi, yakni kemampuan peserta didik untuk memahami, menggunakan, merefleksi, dan berinteraksi dengan teks tulis agar seseorang mampu meraih tujuan pribadi, mengembangkan pengetahuan dan potensinya, sehingga dia mampu berpartisipasi sebagai warga masyarakat.

Asesmen Kompetensi Minimum tergabung dalam program Asesmen Nasional, yakni program evaluasi yang diselenggarakan oleh Kemendikbud untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan memotret input, proses, dan output pembelajaran di seluruh satuan pendidikan. 

Asesmen ini terdiri dari soal-soal literasi dan numerasi yang berbeda di tiap tingkatan pendidikan dan mampu menunjukkan kualitas siswa di tahap pendidikan tersebut dalam aspek literasi dan numerasi.

Dalam pelaksanaannya, penulis menguji Asesmen Kompetensi Minimum di sebuah Sekolah Dasar di Kota Bandung. Keterlibatan penulis dalam uji Asesmen ini tergabung dalam keikutsertaan penulis dalam program Kampus Mengajar Angkatan 3, yaitu sebuah program yang memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk belajar di luar kelas dengan menjadi mitra guru untuk berinovasi dalam pengembangan strategi dan model pembelajaran yang kreatif dan inovatif di satuan pendidikan sasaran, dengan fokus pada peningkatan kemampuan literasi dan numerasi siswa di sekolah sasaran.

Sampel peserta AKM adalah siswa kelas 5 Sekolah Dasar. Sejalan dengan tujuan dan fungsi Asesmen Nasional yaitu untuk memotret dan memetakan mutu sekolah dan sistem pendidikan secara keseluruhan, sampel dipilih dari siswa yang mewakili populasi murid di Sekolah Dasar. Siswa kelas 5 dianggap telah mengalami proses pembelajaran di sekolahnya, sehingga sekolah dapat dikatakan telah berkontribusi pada hasil belajar yang diukur dalam Asesmen Nasional.

Pelaksanaan uji AKM dilakukan dengan mendata siswa yang menjadi sampel, membuat nomor peserta dan akun, serta menyiapkan perangkat (soal AKM, laptop/PC, dan jaringan internet). Soal AKM diperoleh dari Pusat Asesmen dan Pembelajaran (Pusmenjar) yang terdiri dari 20 butir soal literasi dan 40 butir soal numerasi. Bentuk soal AKM terdiri dari pilihan ganda (PG), pilihan ganda kompleks (PGK), menjodohkan, isian, dan uraian. Konten soal literasi berupa teks fiksi dan teks informasi, sedangkan konten soal numerasi berupa bilangan, geometri dan pengukuran, aljabar, serta data dan ketidakpastian.

Hasil uji AKM kemudian diunggah kembali di website Pusmenjar dan diinterpretasi. Hasil uji AKM pada siswa kelas 5 di salah satu Sekolah Dasar di Bandung menunjukkan bahwa kemampuan literasi siswa cukup dan kemampuan numerasi siswa masih rendah. 

Hasil ini diharapkan mampu dijadikan sebagai bahan evaluasi dan acuan bagi lingkungan sekolah untuk dapat meningkatkan kualitasnya agar dapat menghasilkan pelajar yang mampu mengembangkan kapasitas diri dan berkontribusi secara positif pada masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun