Mohon tunggu...
Rachminawati
Rachminawati Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Nama panggilannya Upi, seorang Dosen dan Peneliti di Departemen Hukum Internasional, Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung, Indonesia sejak tahun 2003. Selain aktif menjalankan tugasnya sebagai dosen dan peneliti, dikenal juga sebagai praktisi Pendidikan Berbasis Fitrah sebuah konsep pendidikan otentik Islam yang mengembalikan lagi Pendidikan pada fitrah manusia berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Ia terapkan langsung pada kedua permata hatinya di rumah. Hal inilah yang mendorong Ia dan keluarga kecilnya beserta sahabat terdekat mendirikan komunitas Garut Zero Waste (GZW) sebagai wadah berkhidmat pada Bumi dan lingkungannya yang kini sudah banyak kerusakan karena ulah manusia. “Pilah sampah dari rumah untuk Garut bebas sampah”, sebagaimana slogan GZW tersebut, Ia berkeyakinan, dari rumahlah tempat solusi segala kebaikan, maka mulailah diri kita ini bisa hebat dan bermanfaat sejak dari rumah. Sehebat atau sejauh apapun kita pergi, rumahlah tempat kita pulang. Aktif juga di Majelis PAUD DASMEN Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah Jawa Barat sejak 2023, Ia berkomitmen untuk bisa lebih meluaskan khidmahnya di bidang Pendidikan Masyarakat yang menekankan pada konsep ketahanan keluarga dengan penerapan Pendidikan Berbasis Fitrah. Baginya, menjadi pendidik tidak cukup hanya berada di ruang-ruang kampus dengan diskusi elite keilmuan tertentu, tetapi bagaimana Pendidikan itu mampu mencerahkan dan membuat banyak perubahan baik secara langsung di Masyarakat. Untuk bersilaturahmibisa menghubungi alamat email berikut: rachminawati@gmail.com atau rachminawati@unpad.ac.id.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sensei Prof. Imam Robandi: Bertekad Menelurkan Penulis Setangguh King Cobra

19 Januari 2025   11:17 Diperbarui: 19 Januari 2025   11:17 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salam semangat! Masih terasa efek semangat dari pertemuan daring beberapa malam lalu bersama Sensei Prof. Imam Robandi (Prof. IRo). Kalau biasanya pertemuan malam identik dengan rasa kantuk, semalam bersama Sensei Prof. IRo beda cerita! Sensei Prof. IRo, dengan gaya khasnya yang penuh analogi cerdas, sukses bikin otak ini berpikir keras tapi seru.

Beliau membuka sesi dengan cerita soal telur ular kobra yang hanya sedikit saja bisa jadi King Cobra, hanya dua! King Cobra bukan hanya simbol keunggulan, tetapi juga cerminan ketangguhan, fokus, dan keberanian dalam menghadapi tantangan. Dalam dunia menulis, analogi ini sangat relevan---seperti King Cobra yang hanya muncul dari sedikit telur yang bertahan, hanya segelintir penulis yang mampu melewati proses panjang, penuh disiplin, dan kerja keras hingga menelurkan karya yang bernilai tinggi. Sensei Prof. IRo mengingatkan bahwa menjadi penulis setangguh King Cobra berarti tidak hanya unggul secara kualitas, tetapi juga memiliki daya juang luar biasa untuk tetap konsisten dan relevan, meski medan yang dihadapi sering kali sulit dan penuh rintangan. Dengan dedikasi, arahan, dan ekosistem yang beliau bangun, kita didorong untuk menanamkan jiwa King Cobra dalam setiap langkah perjalanan menulis kita. "Hanya mereka yang punya tekad baja dan kerja keras yang bisa menyelesaikannya hingga menembus jurnal bereputasi", rasanya langsung ke-trigger buat menulis lebih serius lagi  meski dengan kondisi tantangan hidup yang sebesar ini!

Selain analogi kobra, analogi tentang orkestra tampak tepat dalam konteks ini. "Alat musik dari jenis yang sama belum tentu menghasilkan harmoni sempurna tanpa arahan yang tepat." Begitu juga dengan proses belajar menulis. Setiap individu mungkin memiliki kemampuan dan bakat yang serupa, tetapi tantangan yang dihadapi bisa sangat berbeda. Sensei Prof. IRo sebagai GURU mendorong adanya harmonisasi tersebut dengan program penulisan bersama. Kolaborasi dalam tim, seperti halnya kerja sama dalam sebuah orkestra, adalah kunci untuk menciptakan harmoni. Dengan kerja sama yang baik dan saling mendukung, proses belajar menulis menjadi lebih lancar, lebih seru, dan menghasilkan karya yang lebih bermakna. Seperti simfoni yang tercipta dari perpaduan alat musik, kolaborasi yang harmonis dapat menghasilkan sesuatu yang luar biasa.

Sebagai Fitrah Based-Edu Enthusiast, hal ini semakin terasa relevan ketika kita melihatnya dari perspektif Pendidikan Berbasis Fitrah. Pendidikan berbasis fitrah mengajarkan bahwa setiap individu memiliki potensi bawaan yang unik, yang harus dikembangkan secara alami dan proporsional. Sama seperti tanaman yang membutuhkan tanah subur, air yang cukup, dan sinar matahari, setiap manusia juga membutuhkan ekosistem yang mendukung untuk tumbuh sesuai kodratnya. Sensei Prof. IRo dengan IRO Society-nya berhasil membangun ekosistem atau lingkungan yang saling mendukung dan menguatkan untuk para penulis dengan berbagai profesi dan latar belakang yang berbeda, untuk bisa berhasil tumbuh menjadi versi terbaik dirinya. Di awal mengenal beliau, dalam hati berbisik "Sensei ini Profesor paling "aneh" dan "langka" se-Indonesia." Pada akhirnya saya sampaikan juga secara langsung melalui telepon pada Beliau, dan ditanggapi dengan suara tawa khasnya.

Salah satu topik yang sering kali Beliau bahas dan sangat berkesan adalah gaya hidup keras orang Jepang. Beliau bercerita bagaimana orang Jepang terkenal dengan dedikasi tinggi terhadap pekerjaan dan disiplin yang luar biasa. Orang jepang hidup dengan filosofi mendalam seperti ikigai (alasan untuk hidup) dan kaizen (perbaikan terus-menerus). Sensei Prof. IRo menggambarkan bagaimana orang Jepang bisa bekerja produktif belasan jam sehari karena mereka punya visi yang jelas. Dalam kerangka pendidikan berbasis fitrah, semangat keras ini menjadi pengingat bahwa usaha keras harus diarahkan sesuai dengan tujuan hidup (fitrah manusia) agar tidak menjadi sia-sia atau bahkan merusak.

Yang bikin tambah seru, Sensei Prof. IRo tidak hanya berteori. Beliau kasih banyak tips praktis berdasarkan pengalamannya. Misalnya, kalau mau menulis manuskrip berkualitas, jangan malas baca jurnal-jurnal terbaru. Minimal lima artikel Scopus, katanya. Plus, pastikan judul manuskrip kita jelas, tidak kepanjangan, dan tentunya relevan.

Pertemuan malam itu adalah salah satu bagian dari perjalanan "reborn" saya. Saya jadi berpikir, kita semua pasti pernah merasa gagal atau stuck di titik tertentu. Makna dari reborn itu bukan sekadar bangkit lagi, melainkan bangkit dengan semangat yang baru. Rasanya seperti pohon yang pernah saya lihat di halaman rumah---meskipun dipangkas habis, selama akarnya masih kuat, pohon itu tetap bisa tumbuh lagi, bahkan lebih rimbun dan indah serta berbuah lebih banyak dari sebelumnya. Dalam perjalanan saya memahami pendidikan berbasis fitrah, konsep ini terasa begitu dekat. Kesulitan itu, menurut saya, adalah bagian dari proses tumbuh. Selama kita percaya pada potensi yang Allah titipkan dalam diri kita, reborn adalah cara kita memulai lagi dengan hati yang lebih besar dan visi yang lebih jelas.

Maka dari itu, saya memutuskan untuk menjadi penulis produktif. Meski hanya tulisan pendek, saya ingin konsisten berbagi ide, cerita, dan inspirasi. Salah satu langkah konkretnya adalah menjadi blogger di Kompasiana. Saya yakin, menulis itu bukan soal panjang atau rumit, tapi soal keberanian untuk berbagi perspektif dan cerita.

Sensei Prof. Iro, seorang Guru Besar Bukan Biasa karena mau mengabdikan dirinya jadi mentor yang bertekad mencetak penulis-penulis Tangguh dari kalangan manapun, layaknya King Cobra yang menonjol di antara yang lain. Dengan semangat kolaborasi, disiplin, dan visi yang jelas, beliau membimbing kita untuk terus melangkah maju, menjadikan setiap tantangan sebagai peluang, hingga karya-karya kita mampu menembus reputasi yang lebih tinggi. Mari tumbuh dan berdaya bersama, menjadi penulis yang tak hanya produktif tetapi juga bermental baja!

Apakah kita siap untuk menjadi seperti King Cobra? saatnya untuk bertanya pada diri sendiri: Apakah kita memiliki keberanian untuk berjuang, berkembang, dan terus menulis hingga menembus batas-batas tertinggi? Bersama Sensei Prof. Imam Robandi, mari kita bangkit dan buktikan bahwa kita mampu menjadi penulis setangguh King Cobra.

Rachminawati; Garut, 19 Januari 2025

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun