Mohon tunggu...
Rachminawati
Rachminawati Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Nama panggilannya Upi, seorang Dosen dan Peneliti di Departemen Hukum Internasional, Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung, Indonesia sejak tahun 2003. Selain aktif menjalankan tugasnya sebagai dosen dan peneliti, dikenal juga sebagai praktisi Pendidikan Berbasis Fitrah sebuah konsep pendidikan otentik Islam yang mengembalikan lagi Pendidikan pada fitrah manusia berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Ia terapkan langsung pada kedua permata hatinya di rumah. Hal inilah yang mendorong Ia dan keluarga kecilnya beserta sahabat terdekat mendirikan komunitas Garut Zero Waste (GZW) sebagai wadah berkhidmat pada Bumi dan lingkungannya yang kini sudah banyak kerusakan karena ulah manusia. “Pilah sampah dari rumah untuk Garut bebas sampah”, sebagaimana slogan GZW tersebut, Ia berkeyakinan, dari rumahlah tempat solusi segala kebaikan, maka mulailah diri kita ini bisa hebat dan bermanfaat sejak dari rumah. Sehebat atau sejauh apapun kita pergi, rumahlah tempat kita pulang. Aktif juga di Majelis PAUD DASMEN Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah Jawa Barat sejak 2023, Ia berkomitmen untuk bisa lebih meluaskan khidmahnya di bidang Pendidikan Masyarakat yang menekankan pada konsep ketahanan keluarga dengan penerapan Pendidikan Berbasis Fitrah. Baginya, menjadi pendidik tidak cukup hanya berada di ruang-ruang kampus dengan diskusi elite keilmuan tertentu, tetapi bagaimana Pendidikan itu mampu mencerahkan dan membuat banyak perubahan baik secara langsung di Masyarakat. Untuk bersilaturahmibisa menghubungi alamat email berikut: rachminawati@gmail.com atau rachminawati@unpad.ac.id.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kebakaran Dahsyat di Los Angeles Tanda Bumi Marah: Apa Tindakan Kita Agar Bumi Mereda?

15 Januari 2025   14:52 Diperbarui: 15 Januari 2025   14:52 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bayangkan jika Kota Bandung yang kita kenal asri dan penuh kenangan tiba-tiba dilanda kebakaran hebat. Dari utara sampai selatan, semuanya berubah jadi abu---rumah-rumah hangus, pepohonan tak lagi hijau, udara penuh asap. Sulit membayangkannya, bukan? Namun, itulah kenyataan yang terjadi di Los Angeles, di mana sebanyak 9.500 hektar lahan terbakar. Luas itu lebih dari setengah luas Kota Bandung! Kebakaran ini dahsyat ini sudah lebih dari seminggu lalu, namun api masih belum sepenuhnya padam. Puluhan nyawa hilang, ribuan orang kehilangan tempat tinggal, dan kerugian mencapai Rp2.400 triliun. Semua itu adalah dampak dari kebakaran yang dipicu oleh banyak faktor yang harusnya bisa kita cegah.

Perubahan iklim yang semakin parah akibat gaya hidup kita yang konsumtif dan penggunaan energi fosil yang berlebihan telah meningkatkan suhu global, memperburuk kekeringan, dan menciptakan kondisi yang lebih mudah terbakar. Tidak hanya itu, pembangunan yang tidak memperhatikan lingkungan dan izin pemukiman yang dikeluarkan di dekat hutan atau lahan rawan kebakaran juga meningkatkan risiko. Pemukiman yang dibangun terlalu dekat dengan hutan, tanpa memperhitungkan dampak terhadap ekosistem dan pencegahan kebakaran, hanya memperburuk keadaan. Penghancuran habitat alami serta pembukaan lahan tanpa perhatian terhadap dampaknya membuat kebakaran semakin sulit diatasi. Kesulitan dalam penanganan kebakaran ini juga dipengaruhi oleh cuaca yang ekstrem, angin kencang, dan terjadinya kebakaran di area yang sulit dijangkau oleh petugas pemadam kebakaran.

Gaya hidup konsumtif dan pembangunan yang tidak ramah lingkungan pun mempercepat perubahan iklim serta menciptakan tantangan besar bagi kehidupan kita. Namun, tantangan ini bukan berarti tidak dapat diatasi. Justru, situasi ini mengingatkan kita untuk mengambil langkah-langkah nyata, dimulai dari perubahan kecil yang bisa dilakukan setiap individu.

Namun, jangan hanya merasa khawatir. Ada banyak hal yang bisa kita lakukan untuk mulai bertindak dari hal-hal sederhana di rumah. Salah satunya adalah dengan mengurangi sampah. Gunakan tas kain saat berbelanja untuk mengurangi ketergantungan pada plastik sekali pakai, sekaligus membawa tumbler agar tidak perlu membeli air kemasan. Selain itu, manfaatkan sampah dapur dengan mengolahnya menjadi kompos yang dapat berguna bagi tanaman di sekitar rumah. Langkah sederhana ini dapat diperluas dengan kebiasaan belanja yang bijak, terutama menjelang puasa dan Lebaran, dengan membeli makanan secukupnya untuk menghindari pemborosan, mengingat sisa makanan adalah salah satu kontributor terbesar sampah. Untuk kebutuhan pakaian, pilihlah baju yang masih layak dipakai atau pertimbangkan membeli baju preloved sebagai alternatif yang lebih ramah lingkungan. Selain itu, hemat energi juga penting; matikan lampu jika tidak diperlukan, gunakan barang elektronik seperlunya, dan pilih peralatan rumah tangga yang efisien dalam penggunaan energi.

Kita diajarkan untuk hidup hemat dan menjaga amanah Allah, termasuk menjaga bumi sebagai tempat tinggal kita. Rasulullah SAW memberikan teladan dengan menggunakan air secara bijak saat berwudu, sebuah langkah sederhana namun memiliki dampak yang besar. Sebentar lagi, kita akan memasuki bulan puasa, sebuah momen penuh berkah yang seharusnya menjadi waktu untuk memperkuat iman dan kepedulian. Di bulan puasa dan saat merayakan Lebaran, kita juga diingatkan untuk tidak berlebihan agar tidak menambah beban bagi bumi yang telah dipercayakan kepada kita. Mari kita jadikan Ramadan tahun ini sebagai waktu untuk lebih peduli terhadap lingkungan, lebih sederhana, dan lebih bijak dalam segala hal. Bumi ini hanya satu, titipan untuk anak cucu kita. Mari kita sayangi bumi ini seperti kita menyayangi keluarga kita, agar bisa meninggalkan dunia yang lebih baik untuk generasi yang akan datang. (Rachminawati, Garut, 15 Januari 2015)

Sumber Berita Kebakaran LA: @officialinewstv , 15 Januari 2025

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun