PMII. Ucapan ber-template yang juga berseliweran, seperti saat ada organisasi, perusahaan yang harlah, ulang tahun atau dies natalis kampus.
Dan teringatlah saya dengan Mahbub Djunaidi. Tahukan, beliau ketua umum pertama PB PMII. Â Ingat Mahbub, lalu saya buka kumpulan tulisannya dalam buku Humor Jurnalistik.
Dan humor Mahbub di buku itu membawa pada ingat yang lain. Ingat yang terakhir ini, kekinian. Yaitu sebuah lelucon  yang beredar di medsos juga dari WAG satu ke WAG lainnya. Saya yakin guyonan itu sudah lebih dulu masuk ke ponsel Anda. Bacalah:
A: Pertalite ada mas?
B: kosong mas,Sedang dalam perjalanan
A: Jalan pake apa?
B: Ya truk tanki lah
A: Kok gak datang2?
B: Truk-nya sedang antri solar mas
A: Lha petugas yg jual solar kemana?
B: Lagi antri makan di warung sebelah
A: Lha kok lama banget antri makannya, emang tukang warunge mana?
B: Lagi antri minyak goreng mas buat nggoreng tempe
A: Lha yg jual minyak goreng mana??
B: Nunggu kiriman minyak goreng mas, mobile yg antar lagi antri Pertalite
.
Lucu toh?
Balik soal Mahbub Djunaidi. Saya mencoba membayangkan, dengan kondisi bangsa seperti sekarang (ketika isu presiden tiga periode bergerak liar) kira-kira apa yang akan disuarakannya. Saya yakin  Pendekar Pena itu akan tegas menolak  wacana penundaan pemilu dan  presiden tiga periode. (Mungkin) Ia akan menggugat lewat tulisan humor satire yang membuat mereka-mereka tersindir.
Mengenai isu yang dinyanyikan sumbang oleh sejumlah menteri dan ketum parpol itu, PMII termasuk pada barisan yang menolak. Saat Presiden Jokowi ke Jambi 7 April lalu, PMII Jambi yang masuk dalam Cipayung Plus, turun ke jalan menyatakan penolakan. Â Soal harga-harga juga jadi isu mahasiswa saat aksi yang marak belakangan ini. Soal minyak goreng lah, soal BBM juga.
Dan dalam kondisi harga-harga yang naik itu serta momentum Harlah PMII, saya mau mengutip tulisan Mahbub. Masih dari buku Humor Jurnalistik. Tulisan yang terbit di Merdeka pada 23 Oktober 1971 itu berjudul Oposisi dan Pelbagai Variasinya.
Dalam tulisan itu ia menggambarkan langkah yang diambil oposisi dari berbagai Negara. Bahkan serangan terhadap oposisi itu juga dilakukan lewat anekdot. Sesuatu yang sekarang sangat jamak kita temukan sebagai sebuah karya netizen.
Saya kutipakan sedikit tulisan itu.
Tatkala Presiden Nasser masih hidup, bukan alang-kepalang giatnya Israel berupaya menjatuhkan lawan politiknya itu. Pelbagai rupa anekdot yang sengaja disebarkan, dan karena anekdot itu kocak, menjalarlah dari mulut ke mulut.
Misalnya anekdot berikut ini:
Konon, di bawah pemerintahan Nasser, segalanya serba susah didapat. Rakyat Mesir kudu antre untuk bisa membeli sembilan bahan pokok. Ini pun mesti dengan jalan menunjukkan kupon, yang khusus dikeluarkan oleh jawatan pemerintah di masing-masing domisili.
Alkisah, seorang mau beli daging.
"Harus antre," kata seorang petugas.
Maka, menggeleserlah dia di antrean yang panjang itu di bawah tebaran cahaya matahari. Â
Begitu sampai di loket, petugas lain bertanya, "Mana kupon Ente?" Berhubung dia tidak punya, dia mesti pergi ke jawatan lain yang khusus mengeluarkan kupon-kupon daging. Ternyata, di sana pun antrean tak kurang panjangnya. Karena sudah capek, dia bertanya kepada seseorang,
"Kalau mau beli belati, apa mesti pakai kupon juga?"
Jawabnya, "Oh, itu sih tidak perlu." Maka, dia pun bergegas beli belati. Sesudah menyelipkan benda berkilat itu di pinggang, dia pun langsung menuju istana Nasser.
Penjaga bertanya, "Mau apa?" Jawabnya ringkas, "Mau tikam Presiden Nasser." Dan, si penjaga pun menjawablah, "Yaah, tapi Ente mesti antre dulu!"
Jujur saya tergelak membacanya.
Akhirulkalam, selamat hari lahir PMII. Tentunya juga untuk teman-teman patik di PMII. Transformasi Gerakan Merawat Peradaban.
Selamat menyambut hari Senin. Dan saya lupa, ini entah Senin keberapa setelah janji pak menteri mengumumkan mafia minyak goreng di hari Senin tak kunjung terwujud. Eh tapi sebentar,jangan-jangan pak menteri sedang ikut antre, mm antrean yang mana?Â
Deddy Rachmawan/Peladang Kata-kata
*Lebih dulu terbit di sini dengan sedikit perubahan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H