Mohon tunggu...
Rachmawan Deddy
Rachmawan Deddy Mohon Tunggu... Jurnalis - Profesional

Sarjana Pertanian yang berladang kata-kata. Penulis buku Jejak PKI di Tanah Jambi dan Jejak Sejarah Lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Raksasa Tidur di Hari Buku Nasional

18 Mei 2020   15:30 Diperbarui: 18 Mei 2020   15:25 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semestinya tulisan ini Minggu kemarin harus sudah diunggah. Tapi, hingga Hari Buku Nasional berlalu, tulisan ini masih sebatas rencana. Padahal buku yang jadi bahan tulisan sudah teronggok di meja, saya keluarkan dari rak sejak sepekan sebelumnya.

Membangunkan Raksasa Tidur. Begitu buku itu diberi judul. Ini bukan fiksi.  Barangkali masuk kategori buku "how to". Tips gitu. Tapi tips yang berat. Padahal yang dibahas sesuatu yang ringan. Cuma setengah kilo beratnya. Apa itu? Otak.

Ada judul kecil setelah judul utama dari buku ini. Ada judul tambahan "Optimalkan Kemampuan Otak Anda dengan Metode Alissa". Itulah mengapa saya sebut sebagai buku "how to", ia memberi panduan terhadap sesuatu. Mengoptimalkan otak.

Buku bersampul biru ini menunjukkan, bahwa tak melulu alasan ideologis yang menjadi pijakan tiap pilihan kita. Aduuuh, opo Iki rek....Buku ini saya beli pada 19 Februari 2005 atau kalau tanggal hijriyahnya, 10 Muharram 1426. Ya, saya pun tak tahu mengapa dulu, sewaktu mahasiswa,--mahasiswa pertanian pula---membeli buku ini.  Coba tengok lagi rak buku mu! Dari sekian judul, barangkali terselip satu dua buku, yang kamu juga tak tahu mengapa membelinya. Alasannya paling "dari pada".

Jadi, bukan karena pilihan ideologis tadi. Bahkan nama penulisnya pun asing, tak familiar. Sebentar. Atau... saya saja yang dulu kurang banyak baca. Akibatnya tak tahu banyak nama orang beken. Walakin karena penulis buku ini saya tergerak menulis tulisan ini.

Taufiq Pasiak. Ada gelar MPd di belakangnya. Dialah penulis buku tentang otak ini. Sejak membeli buku ini 15 tahun silam, nama Taufiq Pasiak lekat di ingatan. Karenanya, saat membaca sebuah artikel di Kompas edisi 25 April lalu saya jadi teringat bukunya tadi.

Tulisan di Kompas itu berjudul "Lintang Kemukus dan Pertanda Bencana Pandemi Covid-19". Taufiq satu di antara narasumber di tulisan itu. Kosmologi Jawa kerap mengaitkan munculnya lintang kemukus sebagai pertanda munculnya bala, bencana. 

Oleh masyarakat Jawa, komet disebut lintang kemukus karena di salah satu ujungnya tampak mengeluarkan kukus alias asap. Adapun disebut lintang, Guru Besar Emeritus Astronomi ITB Bambang Hidayat bilang,  itu penyebutan yang berarti bintang. 

Masyarakat dulu belum mengenal pembedaan obyek langit seperti dalam astronomi modern sekarang. Saat itu, apa pun yang terlihat terang di langit kecuali Bulan, baik planet, rasi, komet atau meteor, semua disebut lintang.

Taufiq Pasiak yang kini Kepala Pusat Studi Otak dan Perilaku Sosial Universitas Sam Ratulangi Manado di tulisan itu mengatakan, upaya manusia mengaitkan fenomena alam dengan peristiwa yang terjadi di Bumi merupakan bagian dari upaya manusia menghadapi ketidakpastian. Dia bilang  otak manusia adalah belief generating machine, manusia menciptakan kepercayaan untuk memberikan rasa aman.

Dan dua paragraf terakhir di artikel itu cukup menarik. Menegaskan agar kita perlu rasional. Saya menyitat bulat-bulat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun