Mohon tunggu...
Rachmawan Deddy
Rachmawan Deddy Mohon Tunggu... Jurnalis - Profesional

Sarjana Pertanian yang berladang kata-kata. Penulis buku Jejak PKI di Tanah Jambi dan Jejak Sejarah Lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Generasi Ini Budi dan Surat dari Orang Luar Biasa

15 November 2016   14:42 Diperbarui: 15 November 2016   14:49 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengujung tahun ini, lima tahun sudah saya menyimpan surat bertulis tangan itu. Disaat surat sudah ditinggalkan lantaran era gawai bersanding wifi barangkali inilah surat terakhir yang orang kirim buat saya.

Tapi, bukan itu alasan utama saya menyimpannya. Mei lalu, surat yang lama tersimpan di map arsip tersebut kembali saya buka. Hari itu saya mendapati berita, orang yang mengirimi saya surat lima tahun lalu menghembuskan napas penghabisan.

Dulu, mungkin nama ini terdengar asing. Bahkan oleh generasi yang membersamai karyanya semasa sekolah dasar. Tapi setelah kepergiannya pada 10 Mei 2016, makin banyak orang tahu bahwa dialah sosok di balik tokoh Budi, Wati, Iwan yang ada di balik buku pelajaran Bahasa Indonesia untuk SD di era 80-an.

Siti Rahmani Rauf. Dialah penulis surat itu yang menjadi alasan, mengapa saya tetap menyimpan surat tadi.  Spesial. Nenek Siti lah, yang menurut penuturannya kepada saya yang menulis buku Ini Budi. Belakangan, seturut pengakuan anaknya di sejumlah berita pasca nenek Siti tutup usia,  Siti Rahmani Rauf adalah pembuat media pembelajaran Ini Budi.

Yang jelas, apa yang didedikasikan Siti Rahmani Rauf muda menjadi bagian bersejarah dalam dunia pendidikan tanah air. Begitulah, Scripta manent verba Volant. 

*

Menulis di Kompasiana sejak 2009, hingga kini sesungguhnya saya amat tak produktif. Tanpa tulisan ini, cuma 176 artikel yang saya bikin. Delapan diantaranya kebetulan dijadikan HL alias headline. Lumayan. Heheh.

Lalu ada 105 artikel pilihan dan diikuti oleh 501 kompasianer. Yang saya yakin, ratusan kompasianer itu tak pula menunggu-nunggu tulisan saya.

Tapi saya beruntung memiliki momen terbaik di rumah sehat ini dalam rekam jejak yang tak produktif dan tak aktif di ranah kopi darat. Terhubung dengan Siti Rahmani Rauf dan dikirimi surat olehnya. Oleh orang yang ada di balik generasi Ini Budi seperti saya. Itulah momen yang saya syukuri.

Bermula tanpa sengaja berkenalan dengan seorang kompasianer yang ternyata cucu nenek Siti. Dari dialah saya kemudian bisa menelpon nenek Siti. Siapa sangka, Siti yang orang minang pernah menetap dan mengajar di Jambi. Kota kecil tempat saya terlahir.

Terjadilah perbincangan hangat itu. Obrolah ringan yang kemudian saya tuliskan sebagai human interest story di media tempat saya bekerja. Dan setelahnya, nenek Siti mengirimi saya surat.

Penasaran isi surat itu? Saya kutipkan isi lengkapnya yang sudah saya posting di blog pribadi saya. Berikut isinya.

dokumen pribadi
dokumen pribadi
Jakarta 24/12/’10

Salam Santun

Kepada ananda Deddy Rachmawan

Sungguh sebuah surprise bagi saya, ketika pada suatu hari seorang keponakan membawa selembar Harian Pagi Tribun Jambi untuk saya baca, karena ada satu artikel yang menyangkut karya saya puluhan tahun berselang.

 Dengan sangat simpatik ananda Deddy mengutarakan penilaiannya terhadap kepribadian dan kemampuan saya sebagai seorang perempuan lanjut umur masih berminat untuk memberikan sumbangan apa adanya demi dunia pendidikan.

Saya bukanlah seorang pakar dalam ilmu pendidikan. Ijazah saya adalah ijazah xxxx xxxxxx (dua kata tersebut tidak terbaca) School Padang Pandjang Sumatera Barat lulusan tahun 1936 langsung diangkat menjadi guru di Meisjesxxxxxxschool (xxxx = tidak terbaca) di Padang Kota, berpindah pindah yang akhirnya terdampar di Jakarta sampai pensiun pada tahun 1976 j.l.

 Sejak dari usia muda saya senang menulis cerpen dan sajak-sajak yang saya kirimkan ke Koran-koran atau majalah-majalah. Aktifitas saya terhalang karena penerbit-penerbit selalu meminta  naskah-naskah yang dicetak dengan mesin tulis, sedangkan saya sebagai orang zaman dulu tidak bisa mengetik dan tidak punya mesin ketik.

Banyak ide-ide saya hanya terekam dalam otak. Demikianlah, maaf tulisan saya yang acak-acakan, maklum beberapa hari lagi umur saya akan menginjak 92 thn.

Wass

-tanda tangan-

Ny Rahmani Rauf

Jati Pinggir I no 18 Jak Pusat

Terkait persentuhan saya dengan beliau, dulu sudah saya tulis di Kompasiana. Tulisan ini kalau tak salah ingat, sempat menjadi headline.

Surat dari Penulis Buku Ini Budi

Saya ingat, setelah tulisan itu Om Jay dan Kang Pepih mengontak saya secara terpisah. Om Jay kompasianer yang guru luar biasa itu, kemudian mengunjungi nenek Siti. Adapun Kang Pepih menyatakan ketertarikannya untuk menulis lebih dalam mengenai sosok Siti Rahmani Rauf.

Saya tak tahu, apakah sebelum tulisan itu, ada tulisan lain mengenai sosok nenek Siti. Tapi saya yakin, saya bukan yang pertama menuliskannya. Namun saya percaya, dengan saya mengunggah tulisan tersebut di media keroyokan sebesar Kompasiana, “daya gedornya” lebih nendang. Menyebar lebih luas.

Dan tentu, momen terbaik saya di Kompasiana itu akan bertambah manakala bisa menjadi juara di event lomba yang ada di Kompasiana. Ya toh?

Ah sayangnya saya belum pernah menang. Semoga saja ini bisa masuk kategori, hahaa.

 Ah..ngerayu.

Tabik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun