Mohon tunggu...
Rachmawan Deddy
Rachmawan Deddy Mohon Tunggu... Jurnalis - Profesional

Sarjana Pertanian yang berladang kata-kata. Penulis buku Jejak PKI di Tanah Jambi dan Jejak Sejarah Lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mereka Yang Bangga dengan Sea Games

8 November 2011   10:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:55 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kontraktor yang membangun venue Sea Games di Palembang boleh jadi semringah. Tersenyum puas, karena untung sudah di kantong. Mungkin ada pula yang harap-harap cemas, bila kelak penegak hukum menemukan skandal dalam proyek itu, semisal kasus wisma atletnya Nazaruddin. Mereka boleh jadi juga puas karena pekerjaan telah tuntas walau sempat dihantui keterlambatan.

Wong Kito, warga Sumatera Selatan, utamanya Kota Palembang sudah pasti bangga. Even internasional yang biasanya hanya mereka saksikan dari layar kaca, kini ada di depan mata. Mereka senang “diwarisi”  beragam venue berstandar internasional yang kelak bisa mereka coba. Mereka turut pula gembira karena perekonomian bergerak cepat sebangun dengan banyaknya tamu yang berdatangan ke kota pempek.

Ketua harian Inasoc, Rahmat Gobel tentu harus tersenyum karena masa sulit terkait pencairan dana Sea Games terlewati. Kini, ajang itu sudah di depan mata, hanya berbilang hari yang tak sampai sepekan lagi dibuka.

Dibalik sejumlah pihak yang mereguk keuntungan dari Sea Games, yang luput dari perhatian mungkin adalah para buruh pekerja yang membangun venue di sana. Merekalah yang juga turut menyemai bangga. Kini dan kelak mereka bisa berkata, berbagi cerita pada sanak atau kawan. “Itu dulu aku yang mengerjakannya.” Seperti itulah kebanggan mereka.

Kalau Anda pernah mempekerjakan tukang untuk membangun rumah Anda, cobalah tanya mereka. Ajaklah buruh yang gajinya sekitar Rp 70  ribu per hari itu bercengkrama. Tanyai mereka, gedung apa yang sudah mereka bangun, atau rumah orang kaya mana yang pernah mereka bangun. Niscaya mereka lekas berbagi tentang bangunan yang pernah mereka kerjakan. Apa yang telah mereka kerjakan seolah jadi sertifikat eksistensi dan kelas pertukangan mereka.

Ada beberapa pola keja para buruh bangunan yang umumnya lebih mengandalkan fisik tersebut. Bekerja secara serabutan atau lepas dan ikut kepada perusahaan konstruksi. Yang pertama disebut kadang tak seberuntun kelompok kedua. Buruh yang bekerja dengan kontraktor selain mendapat upah bulanan, juga ikut mendapat upah untuk setiap proyek yang dikerjakan.

Seiring rampungnya venue dan kian dekatnya ajang Sea Games, pekerja yang umumnya didatangkan dari luar Palembang itu mungkin kini berangsur meninggalkan kota yang akan jadi magnet pecinta olahraga seAsia Tenggara. Mereka kembali berburu dengan proyek dan pekerjaan lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun