Mohon tunggu...
Rachmawan Deddy
Rachmawan Deddy Mohon Tunggu... Jurnalis - Profesional

Sarjana Pertanian yang berladang kata-kata. Penulis buku Jejak PKI di Tanah Jambi dan Jejak Sejarah Lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Meminta Suara Orang Rimba

21 Juni 2010   09:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:23 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti apa pendidikan politik itu? Juga, seperti apa pendidikan politik yang benar bagi  suku terasing? Saya bertanya-tanya begitu membaca berita ada ekspolitasi terhadap suku anak dalam (SAD) atau orang rimba pada pemilihan gubernur Jambi, Sabtu (19/6) lalu. Sebanyak 12 orang suku yang termarjinalkan ini, harus berjalan jauh untuk menuju TPS. Mereka menuju TPS 04 di Desa Sungai Lingkat, Kecamatan Muaro Sebo Ulu, Batanghari. Mereka berasal dari pedalaman Taman nasional bukit duabelas (TNBD). Anda tahu seberapa jauh perjalanan itu? Mereka harus berjalan dua hari dua malam, menyusuri hutan untuk memberikan suaranya guna menentukan pemimpin Jambi lima tahun kedepan. Betapa tidak mereka dieksploitasi. Mereka yang tidak melek apa itu gubernur, bupati, wali kota diminta untuk hadir dengan satu pesan: mencoblos kandidat tertentu. Titah itu justru mereka dapati dari tumenggung mereka sebagai pemimpin komunitasnya. Tanpa tau alasan tumenggung, tetap saja mereka mendengar dan menaatinya. Padahal, sang tumenggung bersama 478 orang rimba lainnya, yang masuk daftar pemilih tetap (DPT) tidak ikut mencoblos. Bayangkan, jika 479 suara itu masuk untuk satu calon yang dituju. Dalam struktur orang rimba, mereka mengenal temenggung, menti, depati, anak dalam, dan tua tengganai dalam struktur pemerintahannya. Temenggunglah yang jadi pemipin komunitas ini. Cerdas sekali tim sukses itu mengelabui orang rimba dengan cara mengundang orang rimba. Padahal, adat SAD bila mereka diundang, makanan untuk mereka harus tersedia. Alih-alih mendapat makan, kumpulan SAD itu tidak tahu siapa yang menyuruh mereka termasuk siapa itu orang yang mereka pilih. “Kami sangat ingin bertemu raja (gubernur) yang terpilih. Andai saja raja itu mau datang ke hutan menemui kami,” kata Palpas anak dalam orang rimba itu. [caption id="attachment_173360" align="alignleft" width="500" caption="orang SAD saat ikut memilih gubernur jambi, Sabtu lalu. foto: suang siatanggang/tribun jambi"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun