Mohon tunggu...
Rachmat Willy
Rachmat Willy Mohon Tunggu... Konsultan - Penikmat fiksi

Menikmati hidup dengan membaca, menulis, dan ngeblog. Follow saya di @RachmatWilly pasti di follback.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hari Percakapan

16 Februari 2017   15:56 Diperbarui: 23 Februari 2017   18:31 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku membeli rumah lama, bekas seorang tentara. Yang mati setelah sebelumnya mengalami gangguan jiwa. Aku menikah dengan pilihan ibuku. Kau ternyata tak puas dengan dirinya. Aku baik-baik saja dengan pasanganku. Kau mencari pelarian lain dan menemukan cinta sejatimu. Aku mencoba bertahan memenuhi kodratku. Meyakini, kalau dia cinta sejatiku.

Perjalanan hidupmu dan hidupku memang berat. Bagai batu-batu yang menghadang membebat. Datang dan pergi. Datang kecil serupa kerikil, pergi menjadi batu kali. Bersabar memang baik, tapi bukankah ruang hati ini ada batasnya kawan?

Saat itu mulailah diriku mengingat masa-masa itu. Masa-masa indah kita. Mulailah kubayangkan kembali dirimu. Dirimu yang dulu, saat tak dilekang waktu. Saat itulah hari percakapan dimulai. Saat semuanya dimulai dengan percumbuan kita yang meneteskan keringat satu-satu. Saat aku membayangkan dirimu yang bercerita. Saat aku menatap bibirmu dan wajahmu yang teduh. Saat akupun ganti bercerita. Saat aku harus tertawa saat kau mencubit diriku manja. Dan akhirnya.. saat kau menghilang, lagi.. di tengah malam.

Aku tak tahu entah berapa banyak hari percakapan yang telah kulewati. Ratusan kah? Ribuankah? Namun hingga kini aku masih memegang hari percakapan itu. Merindukan dia datang. Satu kali dalam seminggu. Hari dimana kau dan aku berbagi. Bersatu. Di bawah purnama malam itu. Walau hanya bayangan semu di pikiranku.

Hari ini kita bertemu lagi. Waktu menunjukkan pukul tiga sore. Kudatangi pusaramu. Itupun tak berani kutatap langsung bebatuan buatan penutup dirimu. Aku hanya bisa menatap tulisan namamu. Yang dapat kubaca dari jauh. Dari balik pohon kamboja kusamarkan kehadiranku. Tak ingin aku melihatnya menemuimu. Dia kekasihmu. Dia cinta sejatimu. Pelarianmu. Seorang lelaki yang selalu berdoa untukmu. Setiap tahun dia datang padamu. Setiap tanggal empat belas Februari. Hari ini.

Dia selingkuhanmu. Tempat kau lari dari suamimu. Tempat dirimu mencurahkan segala susah dan senangmu. Dialah lelaki itu. Mas Joko namanya. Dia suamiku…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun