Berkenalan dengan lagu-lagunya Tulus saya mulai sejak ada even musik Jazz yang diselenggarakan di kota tempat tinggal saya yaitu Surabaya yang rencananya akan diisi olehnya. Buat yang belum tahu siapa Tulus, ketik saja di Google dan akan muncul tentang latar belakang laki-laki ini di Wikipedia atau di web nya sendiri. Tentang even Jazz itu, saya sendiri tidak berkesempatan menghadiri even itu. Sayang juga sih sebenarnya, tapi mau bagaimana lagi, kesibukan ternyata mengalahkan segalanya.
[caption id="attachment_340395" align="aligncenter" width="323" caption="Tulus. Sumber: situstulus.com"][/caption]
Namun lagu-lagu Tulus yang katanya akan mengisi even tersebut mulai diputar di radio terutama di salah satu radio yang cukup terkenal di Surabaya. Mulailah hampir setiap hari telinga saya dibiasakan dengan lagu-lagunya Tulus. Mulai dari lagu berjudul "Sepatu" hingga "Gajah". Nah, coba kita simak salah satu lirik lagunya Tulus yang berjudul "Sepatu" ini:
Kita adalah sepasang sepatu
Selalu bersama tak bisa bersatu
Kita mati bagai tak berjiwa
Bergerak karena kaki manusia
Aku sang sepatu kanan
Kamu sang sepatu kiri
Ku senang bila diajak berlari kencang
Tapi aku takut kamu kelelahan
Ku tak masalah bila terkena hujan
Tapi aku takut kamu kedinginan
Kita sadar ingin bersama
Tapi tak bisa apa-apa
Terasa lengkap bila kita berdua
Terasa sedih bila kita di rak berbeda
Di dekatmu kotak bagai nirwana
Tapi saling sentuh pun kita tak berdaya
Ku senang bila diajak berlari kencang
Tapi aku takut kamu kelelahan
Ku tak masalah bila terkena hujan
Tapi aku takut kamu kedinginan
Kita sadar ingin bersama
Tapi tak bisa apa-apa
Kita sadar ingin bersama
Tapi tak bisa apa-apa
Terasa lengkap bila kita berdua
Terasa sedih bila kita di rak berbeda
Di dekatmu kotak bagai nirwana
Tapi saling sentuh pun kita tak berdaya
Cinta memang banyak bentuknya
Mungkin tak semua bisa bersatu...
(Sumber: Metrolyrics.com)
Lagu tersebut kental dengan irama puisi yang saya kenal ketika belajar Bahasa Indonesia sewaktu masa-masa sekolah dulu. Kalau pembaca masih ingat, sebuah puisi haruslah berirama. Entah itu iramanya a-b-a-b atau a-a-b-b dan lain sebagainya. Coba simak bait pertama dengan ujung kata "sepatu" yang seirama dengan "bersatu" dan "berjiwa" dengan "manusia". Hal ini kembali ditegaskan dengan irama a-a-a-a dalam kata "bersama", "apa-apa", "berdua", "berbeda", "nirwana", dan "berdaya" di bait berikutnya.
Sebuah puisi yang berirama saja tentu sudah menarik dan mudah diulang dan diingat oleh pendengarnya, apalagi sebuah lagu. Saya jadi ingat tulisan saya terdahulu tentang "ulat telinga" yaitu tentang lagu-lagu yang bila kita mulai menyanyikannya, maka tak akan pernah lagu itu berhenti atau keluar dari ingatan kita.
Maka lagu "Sepatu" pun mulai berkoar-koar dalam benak saya, dan sulit menghentikannya. Lagu ini hanya bisa dihentikan dengan lagu Tulus lainnya "Jangan Cintai Aku Apa Adanya". Nih, coba simak lagi liriknya:
Tak sulit mendapatkan mu
Karena sejak lama kau pun mengincarku
Tak perlu lama-lama
Tak perlu banyak tenaga
Ini terasa mudah
Kau terima semua kurangku
Kau tak pernah marah bila ku salah
Engkau selalu memuji apapun hasil tanganku
Yang tidak jarang payah
Reff:
Jangan cintai aku
Apa adanya
Jangan
Tuntutlah sesuatu
Biar kita jalan
ke depan
Kau terima semua kurangku
Kau tak pernah marah bila ku salah
Engkau selalu memuji apapun hasil tanganku
Yang tidak jarang payah
Reff:
Jangan cintai aku
Apa adanya
Jangan
Tuntutlah sesuatu
Biar kita jalan
ke depan
Aku ingin lama jadi petamu
aku ingin jadi jagoan mu
Reff: 2x
Jangan cintai aku
Apa adanya
Jangan
Tuntutlah sesuatu
Biar kita jalan
ke depan
(Sumber: Metrolyrics.com)
Kembali lagi, tak sulit menemukan irama puisi dalam lagu tersebut. Cukup fatal memang akibatnya ketika mendengarkan kedua lagu ini. Hanya bisa "membunuh" satu lagu dengan lagu lainnya supaya tak jadi ear worm atau ulat telinga.
Tak salah kalau saya mengambil kesimpulan, bahwa Tulus telah berhasil melagukan puisi dengan caranya sendiri.
Salam bahagia ala kamu... iya kamu!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H