Setengah jam kemudian, kapal keluar gugusan pulau memasuki laut lepas. Kiri kanan, depan belakang hanya ada lautan yang tampak di mata. Guncangan ombak pun mulai terasa.Â
Ombak tinggi-tinggi mulai mengiringi perjalanan. Sungguh ini merupakan sensasi yang tak pernah saya rasakan. Tanpa sadar, secara reflek tangan kiri menyambar jaket pelampung yang selama perjalanan Marina Harapan saya letakkan di bawah kaki, tak saya pakai.Â
Ya, naluri bertahan hidup saya berkata, kalau ada apa-apa akibat gelombang tinggi, saya sudah siap. Minimal bila harus kecebur ke laut tidak langsung tenggelam.Â
Bayangan-bayangan keluarga sekelabatan langsung muncul. Tawa dan senyum anak di rumah seketika hadir dalam ingatan. Cerewet manja istri muncul di khayalan bagai fatamorgana. Saya sadar saat ini saya ada di tengah lautan, jauh dari kehangatan keluarga. Segala hal terburuk bisa saja terjadi di kapal yang saya tumpangi.Â
Saya harus siap menghadapi kemungkinan terburuk. Jalur pelayaran Harapan - Sebira memang terkenal dengan ombaknya yang ganas. Saya masukkan handphone kedalam wadah plastic kedap air. Jaga-jaga kalau.. (hmmm).Â
(bersambung..)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI