Malam hari, selepas isya' biasanya istri bertanya, "Ayah besok ke pulau gak?" Bagi istri yang care, pertanyaan itu harus diutarakan mengingat ia harus menyiapkan keperluan kerja suaminya. Bila suaminya dinas ke pulau, tentu ia akan menyiapkan minimal baju salin dan handuk kecil lengkap dengan odol-nya. Sebaliknya, bila suami tak pergi ke pulau, ia tentu akan belanja ke warung sebelah, membeli sayuran untuk dimasak sebagai makan malam suami.
Semenjak saya bertugas di pulau, tampaknya istri telah mempunyai SOP tersendiri. Ia sungguh-sungguh secara teliti mempersiapkan segala kebutuhanvsaya. Tak ada yang luput dari perhatiannya. Kantong kresek kecil untuk menampung 'muntahan' dari perut. Kantong plastik bening ukuran sekilo, untuk menaruh hape, cincin kawin, dan jam tangan, jaga-jaga bila... (tak tega saya menulisnya). Ya, bekerja di pulau, tentu berbeda dengan suasana kerja di darat. Sebagai istri, ia tahu resiko kerja sang suami. Nyawa taruhannya!
Pernah, saya janji padanya untuk pulang ke rumah dan makan malam bersama, namun tatkala hendak balik ke darat (Marina, Ancol) cuaca di pulau tak bersahabat. Ombak sedang-tinggi-tingginya. Nahkoda tak mau ambil resiko untuk berlayar mengarungi ombak. Jadilah, kami bermalam di pulau, acara makan malam di restoran ternama dengan istri dan anak-anakpun gagal. Akhirnya, hari itu kami tak bisa kembali ke darat.
Bila jadwal kerja di pulau full kegiatan, maka selepas subuh kami sudah harus meninggalkan rumah masing-masing menuju ke dermaga Marina, tempat dimana kapal milik Pemprov DKI Jakarta berlabuh.Â
Di Marina, terdapat beberapa kapal milik berbagai instansi pemerintah, mulai dari yang berukuran kecil, sedang sampai kapal yang ukurannya besar. Pagi itu misalnya, agenda kami adalah kegiatan Safari Ramadhan bersama Bupati mengunjungi pulau-pulau yang ada di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Pulau yang pertama kami datangi adalah Pulau Kelapa 2, kemudian lanjut ke Pulau Kelapa, dan berakhir di Pulau Harapan. Sekali lempar sauh, tiga pulau terkunjungi.
Di pulau yang letaknya sekitar 500 meter sebelah utara Pulau Panggang ini terdapat lapangan luas, seukuran lapangan sepakbola. Biasanya, upacara bendera hari-hari besar nasional selalu ditempatkan disini. Selain lapangan yang luas, disini juga terdapat beberapa mess untuk karyawan dan gedung perkantoran.
Untuk kegiatan apel itu, bila rekan kami yang bekerja di Balaikota (darat) melaksanakannya di Monas atau di kantor walikota, kebalikannya dengan mereka, kami harus menempuh gelombang dan badai hanya untuk melaksanakan apel yang berlangsung 1,5 jam itu. Saat berangkat, di sekitaran Ancol cuaca memang cerah dan bersahabat.Â
Namun begitu kapal sudah berada di tengah lautan, mendung dan awan gelap langsung menyelimuti langit sekitar. Ombak dan gelombang tiba-tiba meninggi. Kapalpun oleng ke kiri dan kanan, dipermainkan ombak. Tiba-tiba, rasa pusing pun muncul akibat ayunan gelombang. Beberapa dari kami ada yang 'nembak' (istilah bagi mereka yang muntah).Â