Mohon tunggu...
Rachmat Hidayat
Rachmat Hidayat Mohon Tunggu... Sejarawan - Budayawan Betawi

a father, batavia, IVLP Alumni 2016, K1C94111, rachmatkmg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kisah Kami yang Bekerja di Pulau

11 April 2018   08:55 Diperbarui: 11 April 2018   18:33 2710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa kali kapal cepat bermesin lima buah merk Suzuki 250 yang kami tumpangi berhenti, dengan mesin tetap menyala. Gelombang sedang tinggi. Biasanya setelah angkat sauh dari Dermaga Marina, satu jam lewat sekian menit, kapal akan merapat di dermaga Pulau Pramuka. Namun kali ini sudah lewat satu setengah jam, kapal belum ada tanda-tanda mendekat, Pramuka masih jauh terlihat. Setelah dirasa aman, kapal mulai mengambil "ancang-ancang" memilih jalur yang "ramah" dari terjangan ombak.

Kembali mesin bergemuruh menerjang ombak-ombak yang datang menghantam buritan. Para penumpang kembali terjungkal-jungkal. Beruntung tak lama, gelombang tinggi mereda, dermaga Pramuka pun semakin dekat.

Akhirnya sampai juga di pulau, tempat di mana Kantor Bupati Kabupaten Administrasi Jakarta Kepulauan Seribu berada. Syukur alhamdulillah kami selamat. Nasib tak beruntung dialami kapal milik instansi sejawat yang jalan tak berselang lama dengan kami. Kapal itu tenggelam, karam diterjang ganasnya ombak Laut Jawa. Beruntung semua penumpangnya selamat.

Biasanya kami berangkat Senin pagi, dan kembali ke darat hari Rabu atau Kamis sore, tergantung kebutuhan dan beban kerja melayani warga pulau. Namun ada pula pegawai yang memilih untuk pulang pergi. Artinya, pergi pagi hari, dan pulang dengan kapal predator milik swasata sekitar pukul 15. Biasanya, yang seperti ini tiket perjalanannya sudah dianggarkan oleh kantor.

Namun, tak banyak dinas (kantor) yang mengalokasikan biaya perjalanan tersebut, tergantung kebutuhannya. Bagi pegawai yang berdinas sebagai pamong, guru, atau tenaga kesehatan, dan melayani langsung masyarakat, biasanya mereka lebih lama stay di pulau.

Di atas kertas, jadwal kerja seperti itu, namun cuaca atau kebutuhan orang pulau kadang tak bisa dikira. Jika cuaca buruk, bersiaplah tinggal lebih lama di pulau menunggu ombak reda. Praktis, waktu mereka untuk berkumpul dengan keluarga di darat menjadi berkurang. Itulah risiko dan pengorbanan (baca: pengabdian) pegawai bagi negara, pengorbanan yang harus dinikmati. #eaa

Dalam bekerja, kami terserak di beberapa pulau. Ada yang ditugaskan di ujung nun jauh di utara, di Pulau Sebira. Ada pula yang "cukup beruntung" ditempatkan di Pulau Untung Jawa yang letaknya hanya setengah jam dari daratan. Rumusnya, di mana ada penduduk, di situlah kami bertugas. Selain dua pulau itu, pulau-pulau yang menjadi medan tugas kami adalah Pulau Panggang, Pulau Kelapa, Pulau Harapan, Pulau Tidung, Pulau Pari, Pulau Lancang, dan pulau-pulau lain di sekitarnya.

Bagi kami yang ditempatkan di pulau, jangan berharap bakal segera ditarik ke darat bila konduite dan kinerja kami tak optimal. Kalau hanya bekerja menurut rata-rata orang kerja maka hanya ada dua penantian untuk meninggalkan pulau, yakni menunggu pensiun atau menunggu mati (tenggelam). Tak ada pilihan yang menyenangkan memang, namun itulah garis dan suratan takdir yang harus kami jalani. 

Bila koneksi dan channel tak banyak, jangan berharap akan dilirik pejabat di darat (Balai Kota) untuk segera ditarik ke darat. Terimalah nasib, bersiap menunggu usia pensiun tiba atau --paling apes-- ajal menjemput untuk keluar dari pulau. Asal kalian tahu, ditugaskan di pulau itu berat, tak banyak pegawai yang kuat, biar kami saja yang memikulnya! Kalian gak kan kuat!

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Kami yang bertugas di pulau tentu maklum, kerja (ditugaskan) di darat pasti lebih bergengsi, lebih menantang, more complex ketimbang di pulau. Bila ada pilihan, hampir semua pegawai mungkin akan menghindar bila ditawari berkarier di pulau. Camat Kramat Jati, misalnya tentu lebih mentereng ketimbang jabatan yang sama di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, meskipun keduanya sama-sama eselon tiga.

Begitu pun Kepala Rumah Sakit Pasar Rebo lebih ada dignity ketimbang mengepalai rumah sakut sejenis yang ada di pulau Pramuka. Begitulah, meski pangkat, tunjangan dan gaji relatif tak jauh berbeda, namun gensi kerja atau menjadi pejabat di darat akan mempunyai makna yang bisa membuat dada bertepuk lebih nyaring ketimbang berkarier di pulau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun