Mohon tunggu...
Rachmat Hidayat
Rachmat Hidayat Mohon Tunggu... Sejarawan - Budayawan Betawi

a father, batavia, IVLP Alumni 2016, K1C94111, rachmatkmg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Berkaca Dari Najwa, Mengajari Anak Menjadi Pendengar yang Baik

26 Januari 2018   10:31 Diperbarui: 26 Januari 2018   16:29 1536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tayangan talkshow yang sering saya tonton hanya Indonesia Lawyers Club yang dipandu "Presiden" Karni Ilyas. Yang lain? Sorry! Namun tak semua ILC saya tonton. Saya akan pilah pilih tema. Bila menarik, saya tonton Karni hingga selesai. Namun bila tidak, cukup matikan TV dan bersiap untuk bobo cantik. Kalau kemarin saya nonton tayangan talkshow "Mata Najwa" melalui youtube, itupun karena terdorong rasa penasaran saya. Telah viral di medsos bahwa, Si Host, yakni Najwa Syihab sering memotong pembicaraan Aneis. Sering menginterupsi.

Penasaran, akhirnya saya tonton juga. Awalnya saya mengira akan memperoleh sajian yang informatif dan edukatif, namun nyatanya, tak layak tonton, minimal untuk dilihat oleh anak-anak. Kebayang gak saat kita nonton acara itu di rumah, di saat bersamaan, anak-anak kita juga melihat tayangan itu. Saya takut anak-anak mencontoh sikap Najwa dalam bertanya dan menyela pembicaraan orang. Dan itu --menurut nilai-nilai yang saya anut-- sangat lah tidak sopan.

Saya sadar, pengaruh tayangan tipi sangat besar bagi pembentukan sikap dan perilaku anak. Anak mencontoh dan meniru apa yang mereka lihat dan saksikan sehari-hari. Saya tak ingin anak-anak saya meniru hal yang tak patut (dalam tayangan talkshow itu), yakni sering menyela pembicaraan orang lain. Ya, kalau satu dua kali tak masalah, namun kalau berkali-kali menyela. Tentu ada yang salah terhadap sikap dan kepribadian yang bersangkutan. Hingga saya sampai pada kesimpulan, attitude Najwa memang bermasalah.

Sebagai orang tua, saya tak ingin anak-anak memperoleh perilaku yang tak patut diterapkan dalam pergaulan dengan sesamanya. Saya tak dapat membayangkan bila nanti saat saya berdiskusi dengan mereka, mereka kerap memotong pembicaraan saya. Anak sering menyela kita, sering memotong argumen dan penjelasan kita. Bagaimana rasanya, bangga? Karena menilai anak kita bisa bersikap kritis terhadap kita? Saya tidak! Sikap kritis tidak ditunjukkan dengan menyela pembicaraan orang. Justru sikap menyela tanda ia mau menang sendiri.

Sebagai ayah, saya akan ajari mereka bagaimana menjadi pendengar yang baik. Saya biasakan pada mereka untuk berempati dan menjadi kawan yang asik untuk diajak ngobrol, dari yang serius hingga yang asik-asik. Dan, di saat temannya butuh pandangan atau tanggapan, saya ajari mereka untuk berargumen, berbicara dan mengutarakan pendapat dengan baik dan benar, tanpa mengurui, tanpa sok, merasa yang paling tahu, tanpa merasa yang paling pintar, paling benar, dan paling mengerti.

Saat menjelang tidur, saya bisikkan ke telinga anak-anak. Anakku, dengarkan pendapat teman-temanmu, jadilah kawan yang baik bagi mereka. Dengar argumentasi temanmu. Hargai pendapatnya. Setelah temanmu selesai mengutarakannya, barulah kau bersuara. Nak, jadilah pendengar yang baik.

Nak, jika kamu cantik/ganteng dan smart, tentu itu patut disyukuri. Namun ingat, kecantikan dan kecerdasanmu akan tergerus lalu sirna tanpa diimbangi oleh attitude, sikap, perilaku dan akhlak-mu dalam berbicara. Sikap merasa paling benar, arogan, sombong, dan selalu "wah" dalam berbicara agar kamu dipandang terlihat lebih pintar, lebih menguasai, adalah tipe orang yang sejatinya rapuh dengan kepribadiannya. Jadilah pribadi yang santun, menghargai pendapat orang, mau mendengar dan menerima perbedaan tanpa memaksakan dan mendikte orang lain agar sepaham dan seide denganmu.

Sebagai orang tua, tayangan Mata Najwa mengajarkan banyak hal bagi saya. Salah satunya adalah menjadi pendengar yang baik. Tidak menyela. Kalaupun menyela, itu dilakukan dengan sopan tanpa maksud menggurui atau menginterogasi. Kita dapat saksikan, -saking sabarnya- Anies berucap: "Tolong selesaikan dulu saya bicara". Namun yang kerap terjadi adalah, tatkala Anies berbicara, Najwa sering kali berujar, "OK, Ok. Baik!" (Saya tangkap ybs telah paham apa maksud pembicaraan Anies). Ujaran Najwa ini --maaf-- sangat kampungan dan menganggu kita sebagai pemirsa. Sejurus kemudian ia menyela dan berargumen panjang lebar. Nah, saya yang menonton jadi risih sendiri, Kok begini adabnya. Bukankah Anies belum secara utuh menjelaskan tentang suatu hal yang ditanyakan, lalu sekonyong-konyong di-cut.

Beruntung ada anonim yang mem-posting di medsos grafik/diagram yang membandingkan berapa menit Anies dan Najwa berbicara. Hasilnya..? Bisa Anda simpulkan sendiri bagaimana kualitas Si Host.

Anonim. Dokpri
Anonim. Dokpri
Kalau saya Anies, mungkin saya bentak Najwa, sambil berkata, dengan keras:

"Tolong biarkan saya selesai dulu berbicara, Anda kok seringkali menyela pembicaraan saya."

Untungnya Anies mampu mengendalikan emosinya.

Tatkala dipotong pembicaraannya, dengan sopan Anies berkata:

"Saya jelaskan sedikit ya tentang masalah ini."

"Saya teruskan dulu."

"Sebentar, Anda jangan begitu," Anies berkata lantaran Najwa sekali lagi menyelanya. Terlihat jelas Najwa memaksakan opini dan pendapatnya agar diamini oleh Anies

Mungkin karena jengkel sering di sela, dalam salah satu penjelasannya, Anies menyisipkan kalimat, "Habis motong-motong terus sih!"

Kalau Najwa sadar dan tahu diri, tentu ia akan malu dan memperbaiki sikapnya. Nyatanya..

Begitulah yang saya tangkap dari acara Mata Najwa. Dan, itu menjadi pelajaran dan cermin bagi saya untuk mengajarkan kepada anak-anak saya bagaimana nanti bersikap dan berperilaku tatkala mereka, anak-anak saya, berbicara dengan orang lain. Saya tak ingin anak-anak meniru apa yang dilakukan Najwa kepada Anies.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun