Dalam perjalanan dari Halim ke Himalaya itu, Semut Ireng sangat takjub dengan apa yang dilihatnya. Tak sampai subuh, pesawat itu sudah terbang kembali ke Halim dan orang itu membawa kembali si Semut Ireng ke rumahnya kembali ke komunitasnya.
Lalu Semut Ireng mulai bercerita seperti cerita diawal tulisan ini. Itulah kisah perjalanan ‘Isra’ Mi’raj’ si Semut Ireng dari Sentul hingga Halim, di Jakarta, lalu ia terbang ke pegunungan Himalaya di Nepal. Peristiwa yang menimpa Semut Ireng itu bisa dikatakan kejadian yang luar biasa dan merupakan peristiwa yang tergolong suprarasional dan metafisika bagi bangsa semut. Namun, lain halnya bagi bangsa manusia, atau bagi alam pikiran manusia.
Kejadian yang menimpa Semut Ireng itu tidaklah sulit untuk dipahami. Ia begitu mudah untuk dicerna. Sama halnya dengan kisah Isra’ Miraj-nya Nabi Muhammad SAW. Peristiwa itu tentu sulit untuk dipahami oleh akal manusia biasa. Akan tetapi, dari percontohan dan cerita tentang Semut Ireng diatas, kisah yang dialami Nabi Muhammad SAW tidak lah sulit untuk dipahami. Ia nyata adanya, bukan isapan jempol belaka..
"Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram (di Makkah) ke Masjidil Aqsha (di Palestina) yang telah Kami berkahi sekelilingnya. Agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS. Al-Isra’ ayat 1)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H