Biasanya, di lebaran hari pertama, setelah para saudara dan ponakan-ponakan mami yang muslim pulang, hanya tinggal mami, aku dan adik-adik-ku saja yang tersisa. Meski sebagian besar tamu dan kerabat dekat telah datang bersilaturahmi, namun mami belum bisa tenang untuk sekadar selonjoran atau beristirahat. Ada salah satu tamu yang ditunggu kehadirannya oleh mami. Siapa dia? Mamiku belum tenang bila keluarga Wak Hong Nio belum datang berlebaran. Maka, sebagai persiapan menyambut mereka, sebelum para ponakannya (anak-anak Wak Hong Nio) datang, mami pasti akan menyisakan ketupat lebaran sebagai santapan makan siang untuk mereka.
“Mat, pisahkan 10 ketupat buat anak-anaknya Hong Nio. Ketupat jangan sampai habis,” itulah executive order dan titah mamiku dihari pertama lebaran, saat aku bersiap menyantap hidangan ketupat yang tergelatak di meja.
Dan biasanya sekitar jam makan siang, barulah sebagian keluarga Besar Wak Hong Nio datang silaturahmi ke rumah. Nah, selepas mereka datang, legalah hati mami lantaran ketupat beserta sayur dan daging semur habis disantap oleh ponakan-ponakannya. Berkah, kata mami.
Oh ya, selain kue imlek, Mami juga berbagi kisah lainnya, kebiasaan orang tua dulu sewaktu imlek adalah membeli ikan bandeng ukuran jumbo untuk disantap bersama. Sewaktu muda, mami sering diajak Wak Hong Nio membeli ikan bandeng ukuran jumbo di Pasar Rawa Belong, arah utara Pasar kebayoran lama. Mami dengan lancarnya bercerita, sewaktu muda ia pernah bersepeda hingga ke kawasan Slipi, dekat Rawa Belong.
Begitulah mamiku mengenang masa-masa mudanya bersama Wak Hong Nio menjelang imek tiba. Semoga kenangan mami tak lekang dimakan usianya yang kian sepuh. Panjang umur dan sehat selalu, mami. Gong Xi Fat Coi!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H