Mohon tunggu...
Rachmat Hidayat
Rachmat Hidayat Mohon Tunggu... Sejarawan - Budayawan Betawi

a father, batavia, IVLP Alumni 2016, K1C94111, rachmatkmg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

"Saya Tidak Bisa Hadir, Nanti Staf Saya yang Wakilkan!"

5 September 2016   11:52 Diperbarui: 6 September 2016   08:58 1188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi kami staf yang bekerja di instansi pemerintah, ada kalanya kami ditugaskan pimpinan untuk hadir di suatu acara, rapat, atau kegiatan. Kehadiran kami yang membawa (mewakili) nama instansi tentunya diharapkan oleh si pengundang. Dalam acara itu, (instansi) kami tentu akan menyampaikan kebijakan dan pandangan yang harus disampaikan. Nah, lantaran acara itu dipandang pimpinan bernilai penting dan strategis, maka tentunya tidak sembarang staf yang mendapat penugasan untuk hadir dalam acara itu.

Lazimnya staf yang mendapatkan disposisi untuk hadir ada pada jajaran staf yang mempunyai ‘maqom’ yang tinggi atau staf senior. Boleh dibilang mereka, para staf senior itu, langganan dapat tugas macam itu. Ya, mereka sering kali keluar kantor, jarang ada di tempat. Meski sering keluar kantor, jangan senang dulu, belum tentu keluar kantor untuk hadir di suatu acara itu menyenangkan. Bisa jadi itu menyebalkan. Ya, meskipun isi disposisi itu untuk menghadiri acara atau kegiatan, namun ada dua jenis perintah yang tertulis yang mempunyai perbedaan dan status ‘sosial’ bagai langit dan bumi bagi penerimanya, yakni mewakili atau mendampingi.

Bila ada surat masuk yang meminta kehadiran pejabat/staf dari kantor, biasanya si bos akan menuliskan di lembar disposisi: WAKILI, LAPOR! atau bisa pula tertulis DAMPINGI! Mendampingi, itu berarti kita harus hadir. Mewakili pun maknanya sama yakni kita harus hadir. Namun, meski kedua kata itu konteksnya sama yakni sama-sama harus hadir, namun ada fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang berbeda dari kedua isi disposisi itu. Nah, inilah yang akan saya ulas mengenai perbedaan dari kedua perintah itu.

Biasanya pimpinan akan menyuruh kita untuk mewakili yang bersangkutan bila kebetulan di saat dan waktu yang sama, pimpinan berhalangan atau ada kegiatan lainnya. Nah, ketika inilah kami, staf senior akan mendapat tugas untuk mewakili beliau. Staf yang diutus untuk mewakili ini oleh pimpinan dipandang cakap untuk hadir.

Yang namanya mewakili, maka kami diberi wewenang penuh untuk hadir dan berbicara dalam suatu forum pertemuan. Sehari atau beberapa jam sebelum dimulainya acara, biasanya protokoler atau pihak pengundang akan mengonfirmasi ke kantor kami siapa yang akan hadir pada acara mereka. Gunanya untuk memastikan urutan-urutan sapaan dan protokoler yang akan diterapkan.

Lantaran diundang dan dibutuhkan kehadirannya (karena memang instasi kami berada pada level tinggi), biasanya pihak tuan rumah atau pengundang akan menempatkan kita pada posisi yang terhormat. Ini ditunjukkan dengan barisan duduk kita yang diletakkan pada posisi depan, sejajar dengan para tamu terhormat lainnya. 

Posisi duduk ini biasanya ditujukan kepada para tamu penting yang akan menjadi rujukan atau narasumber. Bila kami mewakili untuk hadir pada suatu rapat, maka di situlah kami, staf senior mempunyai wewenang penuh untuk berbicara dan mengutarakan berbagai pendapat, masukan, saran, dan arahan kepada para peserta rapat atau pertemuan. Wewenang berbicara ini tentunya tidak tak terbatas, ia dibatasi oleh aturan terkait kebijakan strategis yang menjadi domain pimpinan.

Itu sekilas gambaran mengenai konsekuensi bila kami mendapatkan disposisi mewakili. Namun apesnya adalah bila kami mendapatkan perintah untuk mendampingi. Ini artinya kami harus hadir mendampingi pimpinan pada kegiatan atau acara itu. Kami menilai bila atasan meminta kami untuk mendampingi, itu artinya atasan tidak pede untuk hadir seorang diri pada acara atau rapat itu. Ketidakpedean itu mungkin disebabkan pimpinan tidak menguasai permasalahan atau bisa jadi itu semacam apresiasi bagi kami, staf senior, lantaran pimpinan menilai kami memiliki kecakapan untuk memberikan penjelasan dan saran atau nasehat kepadanya terkait berbagai permasalahan yang akan dibicarakan pada pertemuan itu.

Nah, kami-kami ini sebagai staf ahli (senior) diharapkan dapat memberikan bahan atau data terkait masalah yang diminta. Untuk tugas mendampingi ini biasanya posisi duduk kami berada di samping pimpinan atau tepat di belakang kursi pimpinan. Gunanya agar bila pimpinan memerlukan saran atau masukan dari kami, maka kami dengan mudah memberikan bisikan atau catatan terkait apa-apa saja yang harus disampaikan.

Yang namanya mendampingi, maka kami tak punya hak bicara dan mengajukan pendapat di forum. Ya, kalau atasan atau pimpinan ‘pandai’ berbicara dan berargumen, maka kita akan nyaman berada di samping atau belakang mereka. Dan, satu lagi, bila arahan dan saran yang kita berikan dipakai dan disuarakan oleh pimpinan dalam rapat, itu merupakan kebahagian yang tak terkira.

Namun sialnya, bila pimpinan atau bos kami tidak pandai berbicara dan hanya diam saja sepanjang pertemuan, maka gregetan lah yang muncul. Gregetan lantaran kami ingin berbicara menjelaskan sesuatu yang memang kami kuasai namun, lantaran ‘kode etik’ di mana kami cuma sekadar mendampingi yang harus tahu diri. Dan perlu diingat bahwa ‘hak’ berbicara itu hanya ada pada pimpinan kami. Apalah artinya kami yang cuma kroco dan staf ini.

Di samping itu kami juga harus menenggang rasa dan pandai menjaga perasaan pimpinan. Ya, meski kami lebih pandai dari mereka (pimpinan) namun adat ketimuran, hierarki, dan kepangkatan lah yang mengerem kami untuk tidak berbicara mendahului pimpinan. Kami harus menjaga agar jangan sampai mereka merasa tersaingi oleh kami. Maka seringkali sebelum berbicara atau mengutarakan pendapat dan masukan didahului dengan kalimat, “Izin, Pak/Bu.”

Begitulah sekilas tentang makna disposisi 'mewakili atau mendampingi'. Dua kata yang membuat kami, para staf senior bisa menjadi manusia ‘terhormat’ atau hanya sekadar kroco di balik punggung pimpinan. Hehe...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun