Mohon tunggu...
Rachmat Hendayana
Rachmat Hendayana Mohon Tunggu... Penulis - Tinggal di Bogor

Peminat Sosial Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Fenomena Heuristik dalam Kehidupan Sehari-hari

17 Mei 2022   15:20 Diperbarui: 17 Mei 2022   15:37 2500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tulisan sebelumnya, saya sudah mengangkat fenomena ekonomi perilaku yang menjadi alternatif dari perilaku ekonomi. Menurut konsepnya ekonomi perilaku menggambarkan pengambilan keputusan ekonomi yang tidak mengikuti standar ekonomi tradisional yang menganggap perilaku manusia itu rasional.

Munculnya ekomomi perilaku itu dapat menegaskan bahwa  dalam kehidupan sehari-hari, perilaku manusia itu terkadang tidak rasional. Bahkan bisa dikatakan  egois., yang teridentifikasi ketika seseorang mengambil keputusan yang tidak meu mendengarkan saran dan pendapat orang lain. Terlebih kalau saran itu tidak sesuai dengan pandangannya.

Dengan kata lain rasionalitas manusia itu terbatas. Demikian juga dengan  kontrol diri yang juga terbatas dan tindakannya senantiasa merujuk preferensi sosial. Mengutip Simon (1982) dalam behavioraleconomics.com, rasionalitas terbatas yang konsepnya diusulkan Herbert Simon itu menantang gagasan rasionalitas manusia seperti yang tersirat dalam konsep homoeconomicus.

 Sebagai homo economicus, manusia mempunyai kebutuhan dan juga keinginan. Kebutuhan itu merupakan hal hal yang diperlukan oleh manusia untuk hidup.

Rasionalitas dibatasi karena ada batasan kapasitas berpikir, informasi yang tersedia, dan waktu. Rasionalitas terbatas ini merupakan asumsi inti dari pandangan tentang heuristik yang menjadi salah satu fondasi psikologis ekonomi perilaku.

Apakah itu heuristik?

Dalam bahasa sederhana, yang disebut heuristik itu adalah pengambilan keputusan yang dilakukan seseorang secara cepat. Karena cepatnya itu, kadang-kadang pengambilan keputusan itu tidak dilengkapi informasi pendukung yang memadai. Bisa juga heuristik itu diartikan sebagai jalan pintas, seperti diilustrasikan dalam gambar manusia di atas. 

Dalam kehidupan sehari-hari kita  sering menyaksikan kondisi seperti itu. Banyak orang yang tergoda oleh  iklan sehingga mereka membeli sesuatu itu berdasarkan merek barang yang diiklankan. Bukan membeli karena kebutuhan.  Kita menyaksikan promosi barang yang  terus menerus ditayangkan pada acara TV.  

Dampaknya  penonton terpengaruh secara psikologis, mengesankan barang yang dipromosikan itu bagus. Sehingga tanpa pikir panjang langsung membeli barang yang dipromosikan itu, walaupun sebenarnya barang itu tidak diperlukan dan belum tentu sesuai dengan kebutuhan. 

Goldberg dan Nitsch (2001) mengatakan, heuristik adalah sebuah aturan praktis memperoleh informasi untuk mengambil keputusan dengan cepat, meski keputusan tersebut belum tentu optimal. Dalam beberapa kasus, penyederhanaan pengambilan keputusan justru menghasilkan keputusan yang tidak rasional, dan inilah yang menjadi salah satu kejadian dalam ekonomi perilaku.

Heuristik adalah jalan pintas mental yang memungkinkan kita untuk memecahkan masalah dan membuat penilaian dengan cepat dan efisien. Di satu sisi, heuristik penting karena akan mempersingkat waktu pengambilan keputusan dan menghemat sumber daya. Namun di sisi lain,  heuristik jmemiliki kelemahan. Salah satunya adalah memicu terjadinya prasangka dan stereotip. 

Dampak dari fenomena heuristik  ini sangatlah penting. Dampaknya bisa positif bisa juga negatif. Positifnya, sifat heuristik memiliki sifat spontanitas yang tinggi. Tanpa pikir kemungkinan risiko terburuk. Dari sisi negatifnya, sifat heuristik ini menciptakan trauma, karena  orang biasanya sering melebih-lebihkan kejadian atau perkara yang sering mereka dengar (padahal hanya satu kejadian). 

Misalnya ketika mendengar berita kecelakaan dalam suatu jalan yang menanjak di suatu perkampungan  diberitakan secara terus menerus, orang akan mendramatisir sehingga tidak akan pernah mau melewati jalan tanjakan .

Dampak lainnya seperti dalam pemasaran produk. Ketika produk A terus diiklankan kepada masyarakat, tentu produk sejenis lain yang tidak dipasarkan atau hanya sesekali akan tidak diingat oleh masyarakat ketika ingin membeli produk. Misalkan produk Exsis yang sering ditonjolkan di iklan, akan lebih mudah diterima ketimbang produk Loli  yang hanya muncul sesekali. Sehingga orang akan menganggap produk Exsis  itu bagus, sehat atau berkualitas karena sering tampil dalam pikirannya.

Selain itu, biasanya heuristik ini dilakukan dalam pendoktrinan. Ketika didoktrin, berarti informasi yang didapatkan oleh individu hanya itu-itu saja. Informasi di luar hal yang didoktrinkan merupakan hal yang salah atau bukan kebenaran. Ini berlaku bagi warga netizen yang sering nyinyir karena beberapa berita doang, atau sering mencaci maki ustadz atau kiai karena beda pendapat.

Apakah Anda pernah terkena heuristik ? 

Tampaknya kita memang tidak bisa lepas dari heuristik itu. Pengaruh  media dan karakteristik cara berpikir manusia mendorong terjadinya heuristik. Bahkan seorang pakar  sekalipun bisa terkena heuristik. Intinya sifat dari heuristik ini mencerminkan apa yang tersedia di otak itulah yang terbaik. 

Dari cerita di atas, pesan yang terkandung dari tulisan ini adalah mendorong agar kita senantiasa hati-hati dan kritis terhadap informasi  yang didengar  atau peristiwa yang divisualkan. Bisa jadi informasi itu adalah hoak, dalam arti tidak mengandung kebenaran sama sekali.

Sebelum menyimpulkan dan mengambil keputusan mengenai suatu hal., terlebih dulu kumpulkan informasi pembandingnya, untuk meyakinkan terhadap apa yang kita dengar atau yang kita baca.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun