Heuristik adalah jalan pintas mental yang memungkinkan kita untuk memecahkan masalah dan membuat penilaian dengan cepat dan efisien. Di satu sisi, heuristik penting karena akan mempersingkat waktu pengambilan keputusan dan menghemat sumber daya. Namun di sisi lain, Â heuristik jmemiliki kelemahan. Salah satunya adalah memicu terjadinya prasangka dan stereotip.Â
Dampak dari fenomena heuristik  ini sangatlah penting. Dampaknya bisa positif bisa juga negatif. Positifnya, sifat heuristik memiliki sifat spontanitas yang tinggi. Tanpa pikir kemungkinan risiko terburuk. Dari sisi negatifnya, sifat heuristik ini menciptakan trauma, karena  orang biasanya sering melebih-lebihkan kejadian atau perkara yang sering mereka dengar (padahal hanya satu kejadian).Â
Misalnya ketika mendengar berita kecelakaan dalam suatu jalan yang menanjak di suatu perkampungan  diberitakan secara terus menerus, orang akan mendramatisir sehingga tidak akan pernah mau melewati jalan tanjakan .
Dampak lainnya seperti dalam pemasaran produk. Ketika produk A terus diiklankan kepada masyarakat, tentu produk sejenis lain yang tidak dipasarkan atau hanya sesekali akan tidak diingat oleh masyarakat ketika ingin membeli produk. Misalkan produk Exsis yang sering ditonjolkan di iklan, akan lebih mudah diterima ketimbang produk Loli  yang hanya muncul sesekali. Sehingga orang akan menganggap produk Exsis  itu bagus, sehat atau berkualitas karena sering tampil dalam pikirannya.
Selain itu, biasanya heuristik ini dilakukan dalam pendoktrinan. Ketika didoktrin, berarti informasi yang didapatkan oleh individu hanya itu-itu saja. Informasi di luar hal yang didoktrinkan merupakan hal yang salah atau bukan kebenaran. Ini berlaku bagi warga netizen yang sering nyinyir karena beberapa berita doang, atau sering mencaci maki ustadz atau kiai karena beda pendapat.
Apakah Anda pernah terkena heuristik ?Â
Tampaknya kita memang tidak bisa lepas dari heuristik itu. Pengaruh  media dan karakteristik cara berpikir manusia mendorong terjadinya heuristik. Bahkan seorang pakar  sekalipun bisa terkena heuristik. Intinya sifat dari heuristik ini mencerminkan apa yang tersedia di otak itulah yang terbaik.Â
Dari cerita di atas, pesan yang terkandung dari tulisan ini adalah mendorong agar kita senantiasa hati-hati dan kritis terhadap informasi  yang didengar  atau peristiwa yang divisualkan. Bisa jadi informasi itu adalah hoak, dalam arti tidak mengandung kebenaran sama sekali.
Sebelum menyimpulkan dan mengambil keputusan mengenai suatu hal., terlebih dulu kumpulkan informasi pembandingnya, untuk meyakinkan terhadap apa yang kita dengar atau yang kita baca.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H