ruh Idul Fitri" ini. Isi postingnya begini : "luar biasa, di hari lebaran Idul Fitri ini  tidak ada orang yg merasa benar. Semua mengaku salah dan tanpa rasa malu meminta maaf. Betapa damainya negeri ini bila ruh Idul Fitri selalu menjadi marwah dalam kehidupan sehari-hari baik di rumah maupun dilingkungan pergaulan bahkan pekerjaan".
Pada suatu waktu, saya membaca postingan di  WAG, tentang "Meski disampaikan dengan bahasa medsos, namun postingan itu sangat menggugah. Saya sempat merenung sejenak untuk mencoba memahami lebih dalam. Apakah ruh Idul Fitri itu hanya ditunjukkan oleh sekedar mengaku salah  dan meminta maaf kepada sesama?. Bukankan Idul Fitri yang diklaim sebagai hari kemenangan itu mengandung banyak hikmahnya?. Lalu  apa pula yang dimaksud marwah dalam kehidupan sehari-hari?, dan Bagaimanakah caranya agar ruh Idul Fitri itu dijadikan marwah dalam kehidupan sehari-hari?. Tulisan berikut mencoba mendiskusikannya.
Dalam KBBI, tulisannya bukan "ruh" tetapi "roh" yang diartikan sebagai "sesuatu (unsur) yang ada dalam jasad yang diciptakan Tuhan sebagai penyebab adanya hidup (kehidupan). Roh juga bisa diartikan nyawa, sehingga kita biasa mendengar jika roh sudah berpisah dari badan, berakhirlah kehidupan seseorang. Dalam pengertian lain, roh dikatakan sebagai makhluk hidup yang tidak berjasad, tetapi berpikiran dan berperasaan, semisal malaikat, jin, setan, dan sebagainya. Dalam perspektif Islam roh dimaknai sebagai  semangat, atau spirit.
Dengan demikian dalam konteks Idul Fitri, kata ruh yang disandingkan dengan kata Idul Fitri bisa bermakna spirit atau semangat yang terkandung dalam Idul Fitri.
Apakah itu? Â
Menurut Dr. HM Harry Mulya Zein dalam republika.co.id (24/05/2020), hari raya Idul Fitri itu dipandang sebagai epos penyempurna pascapuasa Ramadhan. Hal itu ada kaitan dengan karakter manusia yang tidak pernah lepas dari salah dan lupa. Dengan Idul Fitri, manusia akan menemukan fitrahnya kembali apabila hari kemenangan ini dapat kita maknai dengan sungguh-sungguh.
Di dalam menjalankan ibadah puasa Ramadhan sebelum Idul Fitri, kita dilatih untuk menahan diri. Bukan hanya tidak makan dan minum di siang hari, tetapi lebih dari itu. Puasa menjadi ajang pertaruhan keimanan dan ketakwaan kita. Kita dituntut  mampu menahan diri dari  amarah/nafsu, dilatih berbicara dan bertindak jujur, mengembangkan toleransi kepada sesama yang kesemuanya itu dilandasi semangat menjadi manusia bertakwa.
Puasa yang kita jalani selama sebulan penuh menjadi spirit bagi kita untuk tetap bisa menjaga diri dan menghindarkan diri dari perilaku kejahatan dan kesesatan. Berpuasa bukan sekadar menggugurkan kewajiban rutin tahunan saja. Jiwa Ramadhan harus benar-benar merasuk ke dalam jiwa sehingga bisa kembali menjadi jiwa yang fitrah. Jiwa yang fitrah itulah yang  diharapkan akan menjadi marwah dalam kehidupan kita sehari-hari.
Apakah itu Marwah Kehidupan ?Â
Dalam KBBI, kata marwah memiliki pengertian antara lain adalah martabat, kehormatan, gengsi, kemuliaan, pangkat tinggi. Pada tataran empiris, banyak pakar yang menjelaskan bahwa kata marwah mengandung beberapa makna, antara lain marwah itu semacam tumbuhan medis yang beraroma. Ada juga yang mengatakan marwah itu adalah nama bukit di Makkah. Ketika ritual ibadah haji dan umroh, salah satu rukun yang harus dipenuhi adalah melakukan Sa'i, diantara bukit Shafa dan Marwah yang jaraknya sekitar 450 meter, lokasinya dekat Kakbah. Kata marwah juga banyak diadaptasi  orang untuk nama anak perempuannya.  Harapannya kelak bayi perempuan itu dapat  menjadi anak yang cantik, indah dan berharga.
Mengutip Dr. Mukhtar Hadi, MSi dalam ummetro.ac.id (01/02/2022), Islam memandang menjaga kehormatan diri maupun kehormatan orang lain itu penting. Ajaran yang memerintahkan untuk menjaga kehormatan manusia itu dinamakan Muru'ah. Istilah ini kemudian sering disamakan maknanya dengan kata Marwah dalam Bahasa Indonesia.
Muru'ah  secara bahasa bermakna kehormatan dan harga diri. Sedangkan dari segi istilah, muru'ah adalah salah satu akhlak Islami yang dapat mengantarkan seseorang untuk memiliki jiwa yang bersih  dan tidak terkungkung dan di perbudak oleh nafsu syahwatnya.
Dalam pemahaman umum, kata marwah bermakna  integritas yang ada dalam diri seseorang. Harga diri, kehormatan, kesucian, kebaikan, kelembutan adalah marwah yang melekat pada setiap insan manusia. Ketika berhadapan dengan perempuan, bersikap lembut dan menjaga tetap lembut menjadi salah satu cara menjaga marwah itu.
Dalam perspektif Islam, sebagaimana dikutip Abdul Hafid dalam Kompas.com (16/4/2018), harga diri itu lebih berharga dan lebih mulia dari pada harta benda. Kehormatan diri adalah milik semua orang, apakah itu orang kaya, miskin, ilmuwan, pengusaha semua memiliki kehormatan diri. Harga diri itu juga bukan hanya dimiliki perempuan, lelakipun sama memilikinya. Oleh karena itu tidaklah patut jika orang menghinakan dirinya sendiri atau menghinakan orang lain.
Jika ditakdirkan miskin, jadilah orang miskin yang memiliki marwah dengan tetap terus berusaha dan berikhtiar mencari rezeki yang halal. Pantang meminta-minta atau menjadi pengemis. Bagi orang kaya, jadilah orang kaya yang bermartabat dengan tidak merasa sombong dan pongah apalagi disertai dengan merendahkan orang lain. Demikian juga bagi ilmuwan, jadilah ilmuwan yang bermartabat dengan menjunjung tinggi kejujuran akademik dan tetap bersikap rendah hati.
Marwah itu melekat pada diri kita masing-masing. Untuk menjaga marwah diri kita tidak bisa mengandalkan orang lain untuk menjaganya. Kitalah yang harus memelihara marwah dalam kehidupan sehari-hari. Â Islam memandang, manusia itu berharga karena kemuliaannya, sedang kemuliaan seseorang itu bersumber dari kesabaran dan kebijaksanaannya. "Jadilah engkau pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang baik, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh" (QS. Al A'raaf ayat 199).
Jadi intinya, menjadikan ruh "Idul Fitri" sebagai marwah dalam kehidupan sehari-hari, mengandung makna yang luas tidak sekedar pengakuan kesalahan, dan menjadi pemaaf kepada sesama. Semangat beribadah yang menggebu-gebu di saat bulan Ramadhan jangan sampai tenggelam karena mengejar material duniawi. Selain itu, bersikap jujur dalam segala tindakan dan menjaga marwahnya sebagai orang bermartabat, merupakan ruh Idul Fitri yang harus dijunjung tinggi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H