Mohon tunggu...
Rachmat Hendayana
Rachmat Hendayana Mohon Tunggu... Penulis - Tinggal di Bogor

Peminat Sosial Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Segar Pilihan

Terapkan Pola Hidup Baru Pasca Lebaran

7 Mei 2022   00:00 Diperbarui: 7 Mei 2022   00:03 731
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sumber: Ilustrasi Sholat Ied (Pixabay)

Hari raya idul fitri yang dikenal umum sebagai lebaran telah usai, ditandai dengan Sholat Idul Fitri di pagi hari sebelum muncul matahari. Ketika masih anak-anak, acara lebaran ini selalu dinanti karena biasanya menjadi ajang dibelikan baju baru oleh ayah-Ibu. Selai itu biasanya saudara-saudara dari pihak ibu maupun dari pihak  bapak juga suka memberi salam tempel, dengan yang lembaran kertas yang baru. Nilainya tidak penting, tetapi jumlah lembarnya yang dihitung. 

Sekarang, kebiasaan orang tua membelikan baju baru ketika mau lebaran seperti itu tampaknya sudah mulai luntur. Mungkin jaman sudah berubah. Nilai lebaran tidak lagi diukur dengan ganti baju baru atau salam tempel. Kebahagiaan lebaran yang dirasakan adalah karena merasa sudah “menang”. Idul Fitri dimaknai sebagai “hari kemenangan”, maksudnya menang dalam perang melawan hawa nafsu, berhasil berpuasa di bulan suci Ramadhan selama satu bulan penuh.

Perayaan Idul Fitri tahun ini dirasakan istimewa. Semua warga bisa melakukan sholat di tempat yang dipilihnya. Kebetulan cuaca hari itu cerah, ada sebagian warga yang menyelenggarakan sholat Id dilapangan terbuka. Keluarga kami  sendiri memilih sholat di mesjid, yang kebetulan lokasinya tidak jauh dari rumah bisa jalan kaki dengan santai. Sejak sholat subuh, anak-anak dan cucu sudah diberi tahu agar tidak tidur lagi, tetapi menyiapkan diri untuk sholat Id di mesjid.

Kita bersyukur, tahun ini bisa merayakan Idul Fitri dengan sholat bersama-sama anggota masyarakat lainnya di mesjid. Takbir di mesjid terus berkumandang. Allohu Akbar, Allohu Akbar, Allohu Akbar Walilla Hilham.  Takbir dipimpin oleh salah seorang  yang diikuti semua penghuni mesjid.  Setelah sampai  waktunya sholat, dan kumandangkan iqomah, semua berdiri untuk sholat mengikuti imam yang dipimpin seorang ustadz. 

Selesai sholat Idul Fitri dua rakaat dengan takbir masing-masing tujuh kali di rakaat pertama dan lima kali di rakaat kedua, semua duduk tenang untuk mendengarkan khutbah yang intinya menguatkan keimanan dan taqwa kita.  Intinya tahun ini dapat dikatakan nikmat besar dapat merayakan Idul Fitri, seperti sebelum terjadi pandemi Covid-19. 

Hanya ada satu hal yang masih terasa mengganjal dalam merayakan Idul Fitri tahun ini. Kita masih diimbau untuk tetap menjalankan protokol kesehatan. Sehingga kegiatan bersalam-salaman sebelum dan sesudah sholat tidak dilakukan seperti biasanya. Kalaupun bersalaman, caranya tidak saling menggenggam tangan tapi dengan kepalan tangan. Terasa tidak sehidmat genggaman tangan. Selain itu karena masing-masing wajahnya tertutup masker, komunikasi antar warga juga terkendala.

Namun demikian, kita tetap wajib bersyukur. Kalaupun masih ada keterbatasan dalam merayakan Idul Fitri, tetapi kita meyakini hikmah dari puasa selama sebulan penuh di bulan Ramadhan. Dan inilah yang penting untuk kita jalankan untuk kehidupan ke depan dengan pola baru.

Banyak hikmah puasa yang yang dapat dijadikan pembelajaran untuk menerapkan pola hidup baru pasca lebaran, seperti dikutip dari Ayu Rifka Sitoresmi yang dimuat dalam liputan6.com. Salah satu hikmah puasa Ramadhan yang diberikan oleh Allah SWT kepada hambanya yang berpuasa adalah meningkatnya derajat takwa. Hikmah puasa Ramadhan berikutnya adalah membuktikan ketaatan seorang hamba kepada kholiq, sehingga orang yang berpuasa diampuni dosanya yang telah berlalu.

Hikmah puasa yang tak kalah pentingnya adalah melatih disiplin, mengajarkan solidaritas, mengasah kesabaran, dan mensyukuri nikmat Allah. Orang yang berpuasa itu terhindar dari berkata-kata kotor, dan tidak bertindak bodoh. Ketika ada seseorang yang mencelanya atau mengganggunya, kita mengucapkan: sesungguhnya aku sedang berpuasa. Dengan demikian orang yang berpuasa terjaga dari perbuatan tercela, baik dalam perkataan maupun perbuatan. Sebenarnya masih banyak lagi hikmah puasa yang sangat penting yang dapat menjadi tuntunan kita dalam menjalani kehidupan ke depan.

Pada hakikatnya kita adalah hamba Allah yang diperintahkan untuk beribadah, dan pada bulan puasa ini kita terlatih untuk kembali mengingat dan melaksanakan seluruh kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan. Hal duniawi seperti pekerjaan, hawa nafsu, dan lain-lain, biasanya  sering menjadi faktor penyebab melupakan kewajiban kita. Dengan berpuasa di bulan Ramadhan, bisa dijadikan penyeimbang antara kehidupan di dunia dan akhirat.

Di akhir tulisan ini saya ingin mengajak kepada diri saya sendiri khususnya dan juga umumnya kepada pembaca untuk menerapkan pola hidup baru, berlandaskan pembelajaran yang diperoleh dari hikmah berpuasa sebagaimana dikemukakan di atas.  Dalam menjalankan pola hidup baru pasca lebaran ini, dalam prakteknya dilakukan dengan tetap memegang teguh dan menjalankan secara disiplin semua protokol kesehatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Inilah pola hidup yang baru. Ini pilihan kita, kalau kita ingin selamat di dunia dan akhirat. Semoga kita dapat melaksanakannya dengan baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun