Mohon tunggu...
Rachmat Hendayana
Rachmat Hendayana Mohon Tunggu... Penulis - Tinggal di Bogor

Peminat Sosial Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Tradisi

Mudik dan Ziarah Kubur Saat Lebaran

6 Mei 2022   01:00 Diperbarui: 6 Mei 2022   01:04 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dok. pribadi.  Ilustrasi ziarah kubur sebagai wujud bakti seorang anak pada Ibundanya

Lebaran Idul Fitri tahun ini menjadi momentum istimewa yang ditunggu warga masyarakat Indonesia, setelah dua tahun tidak melaksanakannya secara normal karena  larangan untuk berkerumun. Sekalipun untuk beribadah pemerintah menghimbau agar ibadah dilakukan di rumah saja. Demikian juga untuk merayakan lebaran Idul Fitri, pemerintah tidak mengeluarkan izin mudik karena dihawatirkan risiko tersebarnya ancaman pandemi Covid-19.

Kita bersyukur, tahun ini warga masyarakat bisa berlebaran dengan normal, dan yang penting  diizinkan untuk mudik ke kampung halaman sehingga dapat bersilaturahim dengan orang tua dan sanak keluarga lainnya yang lama tidak berjumpa.

Banyak warga yang memanfaatkan lebaran tahun ini untuk mudik ke kampung halaman. Sebagian menggunakan kendaraan umum: dengan bis, kereta, kapal laut dan pesawat. Tetapi banyak juga yang menggunakan kendaraan pribadi. Menurut informasi yang disampaikan pemerintah, jumlah pemudik tahun ini termasuk rekor tertinggi dibandingkan tahun-tahun sebelum munculnya ancaman pandemi Covid-19. Ada lebih dari satu juta kendaraan pribadi yang keluar dari Jakarta. Tak ayal kemacetan di jalan raya menjadi pemberitaan utama di layar kaca.

Lalu apa sebenarnya yang dilakukan pemudik di kampung halaman?

Selain melakukan silaturahim kepada kerabat yang masih hidup, saat mudik itu juga dilakukan untuk melakukan ziarah kubur kepada sanak sudara dan kerabat yang sudah meninggal dunia.  Ada pepatah bijak: “jika rindu pada keluarga yang masih hidup datangi rumah tangganya dan jika rindu kepada keluarga yang sudah meninggal kunjungilah pusaranya”.

Menurut historisnya, tradisi ziarah kubur sudah ada sejak lama bahkan sebelum Islam masuk dan diyakini oleh masyarakat dilakukan untuk memberikan penghormatan kepada leluhur dan nenek moyang seperti dikutip dari Kompas.com (27/03/2021). Kata ziarah berasal dari bahasa Arab “ziyarah” yang berarti kunjungan, mengunjungi atau mendatangi. Sementara itu kata kubur, merujuk pada sebuah galian di sebidang tanah atau lobang yang digali berukuran 1 x 2 meter berbentuk persegi panjang, yang di bagian dalamnya disertai liang lahat sebagai tempat penyimpanan mayat/jenazah manusia.

Jadi, ziarah merupakan asal kata dari bahasa Arab, yang secara terminologi berarti mengunjungi sewaktu-waktu kuburan orang yang sudah meninggal dunia yang dikubur di lokasi tersebut. Kunjungan itu dapat dilakukan secara individu atau kelompok masyarakat pada waktu tertentu. Ziarah kubur bertujuan untuk memohonkan rahmat Tuhan dan mendoakan saudara atau keluarga yang telah meninggal dunia supaya diberikan kedudukan atau posisi yang layak di sisi Allah SWT.

Pada dasarnya, tidak ada batasan waktu untuk melakukan ziarah kubur. Kapan saja ziarah kubur dapat dilakukan. Bahwa banyak warga yang melakukannya saat lebaran hal itu berkaitan dengan momentum yang dianggap tepat. Banyak perantau yang pulang kampung (mudik) menjelang lebaran, selain untuk melepas rindu pada keluarga yang masih hidup, juga untuk berziarah pada anggota keluarga yang sudah meninggal.

Di sisi lain melakukan ziarah kubur bagi muslim sangat dianjurkan karena memiliki banyak manfaatnya. Ziarah kubur menjadi wahana untuk mendoakan arwah para kerabat, keluarga atau sanak famili yang telah meninggal dunia agar diampuni segala dosanya, dan diberikan kelapangan dan keringanan, terutama dari siksa kubur serta mendapatkan tempat yang layak di sisi Allah SWT.

Menurut Jamaluddin dari UIN Sultan Syarif Kasim Riau, ziarah kubur memiliki hikmah sebagai penguatan akidah, akhlak, sarana ibadah dan mengembangkan nilai sosial. Selain itu ziarah kubur, dapat dimaknai sebagai pengingat kepada kita yang masih hidup akan datangnya kematian. Bahwa pada saatnya nanti semua makhluk yang hidup akan mengalami kematian dan dikuburkan seperti yang sedang kita kunjungi saat ziarah. 

Namun, fenomena ziarah kubur saat ini masih memunculkan reaksi dari berbagai kalangan masyarakat seperti diungkap M.Zia.Al-Ayubi  dan Muhammad Munif  dalam Jurnal Studi Hadis Nusantara (Vol,3 No.1, Juni 2021). Ada perbedaan pendapat (khilafiyah) yang saling berkontradiksi terkait hukum ziarah kubur. Hal ini ditengarai karena adanya perbedaan interpretasi dalam mengkaji salah satu hadis sebagai sumber hukum yang ada. Masing-masing kelompok yang berbeda pandangan tersebut pada dasarnya memiliki pijakan landasan masing-masing. 

Dalam tataran empiris, kita sering jumpai ada warga yang melakukan ziarah kubur, dan ada juga  komunitas sosial yang tidak mempraktikkan ziarah kubur. Tulisan ini tidak hendak mempertajam permasalahan tersebut, tetapi lebih melihat pada fakta di lingkungan masyarakat fenomena ziarah kubur itu masih ada, kalau tidak mau menyebut banyak. 

Kita patut syukuri, lebaran tahun ini bisa leluasa melepas rindu mengunjungi orang tua dan sanak keluarga yang masih hidup dan mengunjungi pusara sanak keluarga yang sudah meninggal dunia.

Sumber: Dok. pribadi.  Ilustrasi ziarah kubur sebagai wujud bakti seorang anak pada Ibundanya
Sumber: Dok. pribadi.  Ilustrasi ziarah kubur sebagai wujud bakti seorang anak pada Ibundanya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun