Mohon tunggu...
Rachmat Hendayana
Rachmat Hendayana Mohon Tunggu... Penulis - Tinggal di Bogor

Peminat Sosial Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kebangkitan Kelompok Tani Menjadi Korporasi Petani

30 April 2022   12:00 Diperbarui: 30 April 2022   12:03 860
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keberadaan kelompok tani mulai populer di kalangan petani ketika pemerintah meluncurkan program Bimbingan Massal (Bimas) di era tahun 1970-an. Waktu itu kelompok tani dijadikan wahana peningkatan produksi padi yang targetnya mencapai swasembada beras.  Terbukti rekayasa kelembagaan kelompok tani mampu mendorong Indonesia mencapai swasembada beras di tahun 1984.

Meskipun program Bimas tidak berlanjut, keberadaan kelompok tani terus dipertahankan bahkan dikembangkan. Peran kelompok diperluas ke sub sektor hortikultura, perkebunan dan peternakan.

Konsep Kelompok Tani

Secara harfiah kelompok merupakan perkumpulan beberapa orang individu yang memiliki tujuan bersama. Mereka berkumpul, membangun komitmen bersama untuk mencapai tujuan tertentu.

Dalam konteks pertanian, kelompok tani didefinisikan sebagai kumpulan petani yang terikat secara sosial dalam suatu wilayah kelompok didasarkan adanya kebutuhan bersama. Petani yang dimaksud tidak hanya orang dewasa dan tidak hanya laki-laki, tetapi juga orang muda dan termasuk perempuan.

Secara filosofis, pembentukan kelompok tani bertujuan untuk memecahkan permasalahan petani yang tidak bisa di atasi petani secara individu. Kelompok tani merupakan perwujudan pertanian yang terkonsolidasi sehingga bisa berproduksi secara optimal dan efisien. Artinya kelompok tani mengandung makna pemberdayaan petani untuk meningkatkan produktivitas, pendapatan dan kesejahteraan petani

Meskipun status kelompok tani itu informal, tetapi memiliki legalitas formal berupa UU 19/2013 tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Petani dengan turunannya Permentan  No. 82 tahun 2013 tentang Pedoman Pembinaan Kelompok Tani dan Gapoktan. Dalam aturan tersebut  kelompok tani disebutPoktan merupakan kumpulan petani/ peternak/pekebun. Dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kondisi lingkungan sosial, ekonomi, sumber daya, komoditas, dan keakraban.

Tujuan pembentukan kelompok tani  untuk  meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota, berasaskan: kedaulatan, kemandirian, kemanfaatan, kebersamaan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi berkeadilan dan keberlanjutan.

Paling tidak ada lima aspek yang dijadikan dasar untuk terbentuknya kelompok tani: Pertama, memiliki wilayah kawasan kelompok tani yang jelas. Kedua, didukung kepentingan bersama. Ketiga, ada dukungan tokoh masyarakat setempat, Keempat, ada kader yang berdedikasi, dan Kelima, paling tidak satu kegiatan nyata yang 

dikerjakan. Ke semua aspek tersebu menjadi pengikat terbentuknya kelompok tani yang solid.

Eksistensi kelompok tani dipandang sebagai kelembagaan yang  strategis, karena berfungsi  sebagai kelas belajar,  wahana kerjasama, unit produksi, penyedia fasilitas, dan sebagai pembuka jaringan kerja.

Di sisi lain, kehadiran kelompok tani di Indonesia lebih banyak diposisikan sebagai kepanjangan tangan pemerintah. Hampir setiap program bantuan pemerintah untuk petani disalurkan melalui kelompok tani. Kelompok tani menjadi alat pemerintah untuk mendistribusikan berbagai bentuk bantuan. Selain itu kelompok tani difungsikan sebagai wadah interaksi antar peserta program dan dengan petugas pelaksana program.

Transformasi Menuju Korporasi Petani

Ketika Presiden Joko Widodo, menyampaikan pidato pertamanya sebagai presiden terpilih pada PILPRES 2019 bertajuk Visi Indonesia Maju yang digelar pada Minggu (14 Juli 2019) malam di Sentul International Convention Center (SICC) Bogor (Kompas.com., 2019), kelompok tani menjadi salah satu target yang didorong untuk bertransformasi. Arahannya agar kelompok tani  menjadi korporasi petani.

Ide pembentukan korporasi petani itu dasarnya adalah membuat kelompok besar petani agar mereka berpikir dengan manajemen modern, menggunakan aplikasi-aplikasi modern, dengan cara-cara pengolahan industri yang modern dan sekaligus memasarkannya ke industri retail, dan ke konsumen dengan cara-cara “online store” dengan sebuah manajemen yang baik.

Prakarsa korporasi petani tersebut tentu sangat positif karena secara teoritis diprediksi akan berdampak positif terhadap kesejahteraan petani dan keluarganya. Dalam skala nasional korporasi petani dapat menjadi jawaban untuk mewujudkan ketahanan pangan dan menyelesaikan persoalan-persoalan di sektor pertanian.

Selain itu korporasi petani yang mengusung pertanian modern itu diperlukan untuk mengantisipasi dinamika perubahan globalisasi pembangunan ke depan. Korporasi akan mengonsolidasikan petani,  Poktan,  Gapoktan, modal, manajemen usaha dan rantai pasok komoditas pertanian. Korporasi juga memberdayakan kelembagaan ekonomi petani berskala ekonomi dan berbadan hukum, mengutuhkan sistem dan usaha agribisnis mulai dari hulu sampai hilir secara terpadu.

Korporasi petani juga bertujuan untuk melindungi petani sebagai produsen utama bahan pangan dan produk pertanian lainnya serta meningkatkan keuntungan sekaligus kesejahteraan petani.

Pilihan kelembagaan korporasi itu sangat positif, akan tetapi hingga saat ini wujud kelembagaan korporasi masih menjadi perdebatan di antara para pakar ekonomi pertanian. Persoalannya nomenklatur korporasi petani memiliki karakteristik berbeda dengan makna korporasi yang eksis di negeri ini.

Dalam pandangan umum, korporasi itu mengandung arti gabungan beberapa perusahaan ke dalam satu manajemen perusahaan yang lebih besar. Tujuannya tentu untuk meningkatkan kiprah bisnis dari anggota perusahaan yang masuk  dalam korporasi. Selain itu ada juga korporasi yang memiliki muatan dalam ranah hukum.

Sementara korporasi petani, hanya akan terdiri dari gabungan organisasi kelompok tani yang notabene modalnya mengandalkan dukungan dan fasilitasi pemerintah.  Artinya, kinerja korporasi petani untuk dapat tumbuh dan berkembang tergantung pada fasilitasi pemerintah.

Meskipun legalitas pembentukan korporasi didukung peraturan pemerintah yang menyatakan sebagian besar modal dimiliki oleh petani, faktanya tanpa fasilitasi pemerintah korporasi itu hanya tinggal nama. Karena modal petani itu tidak jelas.

Solusi yang ditawarkan untuk menjadikan korporasi petani berbadan hukum berbentuk koperasi tampaknya merupakan pilihan tepat. Korporasi petani sebagai entitas bisnis, dan kelembagaannya adalah koperasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun