Mohon tunggu...
Rachmat Hendayana
Rachmat Hendayana Mohon Tunggu... Penulis - Tinggal di Bogor

Peminat Sosial Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Transformasi Budaya Bertani

29 April 2022   08:45 Diperbarui: 29 April 2022   10:30 1199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi petani padi. Sumber: Shutterstock via Kompas.com

Istilah transformasi (transformation - bhs Inggris) memiliki arti perubahan. Dalam hal ini perubahan tidak hanya pada bentuk luar, akan tetapi juga menyakut hakikat atau sifat dasar, fungsi, dan struktur atau karakteristik perekonomian suatu masyarakat.

Di sektor pertanian, transformasi dapat diartikan sebagai perubahan bentuk, ciri, struktur, dan kemampuan sistem pertanian yang dapat menggairahkan, menumbuhkan, mengembangkan, dan menyehatkan perekonomian masyarakat pedesaan (Pranadji, 2004). Mengapa perlu dorongan untuk transformasi budaya bertani?

Budaya Bertani                                                                                           

Dorongan untuk transformasi teknologi diperlukan karena kondisi ekonomi masyarakat tani di pedesaan, dewasa ini kondisinya masih lemah. Hal itu berkaitan  dengan daya dukung (tanah dan sumberdaya alam lainnya) yang semakin menurun, prasarana dan kelembagaan ekonomi yang masih terbelakang, sumberdaya manusia yang belum tergarap dengan baik,  tata nilai belum sepenuhnya mencerminkan daya saing yang bisa diandalkan, dan organisasi petani yang perkembangannya lamban dan belum  sehat.

Tidak mengherankan, jika masih ada pihak-pihak yang memandang petani secara sosial sebagai kelas masyarakat bawah. Kesejahteraan masyarakat tani relatif rendah, menyebabkan kemampuan petani untuk mengembangkan diri  terkendala dan kurang optimal dalam melaksanakan fungsi sosialnya.

Sebagai fakta, ada sekitar 16,6 juta rumahtangga petani di Indonesia ini tingkat pendapatannya masih di bawah Upah Minimum Regional (UMR). Rata-rata pendapatan per rumahtangga pertanian yang diperoleh dari usaha tanaman pangan dan palawija, hortikultura, perkebunan dan peternakan serta perikanan besarannya sekitar Rp 26,6 juta per tahun. 

Kalau dirinci perbulan, pendapatannya  adalah sekitar Rp 2,2 juta. Dengan asumsi setiap rumahtangga memiliki empat orang anggota keluarga, artinya setiap anggota keluarga hanya berpendapatan kurang dari Rp 600 ribu.

Jika dibandingkan dengan pekerja di sektor informal yang mendapat UMR antara Rp 2 - 3 juta per orang per bulan, pendapatan di sektor pertanian itu hanya sekitar sepertiga dari UMR. Hal itu menegaskan  status masyarakat petani  yang belum sejahtera.

Ada banyak faktor penyebab rendahnya kesejahteraan petani, bisa karena faktor internal maupun  faktor eksternal.  Rendahnya basis pendidikan formal, penguasaan lahan usaha yang relatif sempit, tidak akses ke sumber teknologi, dan akses ke lembaga permodalan, semua itu merupakan faktor internal  yang ditengarai menyebabkan rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat tani

Kita menyaksikan bahwa mayoritas basis pendidikan formal petani di Indonesia  relatif rendah. Tamat sekolah dasar, bahkan ada juga yang tidak sempat menyelesaikan pendidikan dasar sekalipun. Relatif rendahnya pendidikan formal tersebut seringkali 

berpengaruh pada terbatasnya wawasan. Hal itu tampak dalam budaya bertani yang  dilakukannya secara konvensional dan cenderung trasidional dalam arti dilakukan berdasarkan pengalaman yang diperolehnya secara turun temurun berdasarkan tradisinya.

Lahan garapan usahatani yang relatif sempit kurang dari 0,5 hektare. Bahkan banyak petani yang garapan lahan usahataninya lebih kecil lagi dari 0,5 hektare. Orientasi usahataninya  cenderung hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sendiri (subsisten). Kalaupun ada yang menjual hasil, itu adalah sisa konsumsi.

Komoditas utama yang diusahakan di sawah biasanya fokus pada tanaman yang menjadi sumber bahan pangan pokok seperti misalnya padi. Lahan pekarangan ditanami tanaman sayuran, atau buah-buahan beberapa pohon. Di antaranya ada juga yang memelihara ternak. Namun semua jenis komoditas di luar bahan pangan pokok itu hanya diusahakan sebagai sampingan.

  Senyum petani memasuki masa tandur (Sumber: Jefri_Pradewa dalam Info Blora)
  Senyum petani memasuki masa tandur (Sumber: Jefri_Pradewa dalam Info Blora)

Budaya bertani di lingkungan petani dilakukan sendiri-sendiri, demikian juga keputusan dalam menentukan jenis komoditas yang diusahakan, kapan waktu tanam, dan kepada siapa kalau akan menjual hasil tanamannya diputuskan sendiri oleh petani. Tidak melibatkan petani lainnya.

Keberadaan kelembagaan kelompoktani belum berjalan efektif dalam mendukung kinerja budidaya pertanian. Motivasi pembentukan kelompoktani lebih banyak dilakukan untuk merespons bantuan pemerintah, yang menjadi persyaratan administratif. Akibat belum efektifnya kelembagaan kelompoktani ditunjukkan oleh relatif lemahnya bargaining position dalam pemasaran produk pertanian.

Jika tidak segera menindaklanjutinya dengan langkah-langkah strategis dan terencana dengan baik, diperkirakan perekonomian masyarakat pertanian dan pedesaan Indonesia akan mengalami kemunduran.

Langkah Strategis Transformasi Budaya Bertani

Transformasi budaya bertani tidak akan berjalan dengan sendirinya secara alamiah. Petani terkadang tidak sadar akan potensi yang ada, baik yang dimilikinya sendiri maupun yang ada di lingkungannya yang dapat digunakan untuk memperbaiki kinerja usahataninya. Diperlukan sentuhan yang humanis agar petani menyadari potensinya untuk berubah kearah yang lebih baik.

Pertama, mendorong perubahan pola pikir atau mindset dalam bertani. Bahwa bertani dapat dijadikan andalan untuk meningkatkan pendapatan menuju perbaikan  kesejahteraan. Dapat dilakukan melalui bimbingan teknologi dan pendampingan, melibatkan narasumber yang kompeten dalam usaha tani.

Kedua,  menyediakan fasilitas logistik sarana produksi usaha tani yang memadai dan adaptif sesuai dengan kondisi biofisik dan karekteristik petani.

Ketiga, fasilitasi perbaikan infrastruktur pertanian mulai dari jalan usaha tani, fasilitas irigasi (misalnya pembuatan embung) di agroekosistem lahan kering.

Keempat, penciptaan pasar input dan pasar output yang mudah diakses petani dari tempat pemukiman.

Kelima, menyediakan akses ke sumber permodalan formal yang memberikan skema kredit yang sesuai dengan karakteristik usaha tani petani.

Kesemua itu tergantung pada komitmen para  pemangku kepentingan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun