Untuk kesekian kalinya saya melihat meme yang menjelaskan tentang cewek selalu benar di media sosial. Sebelumnya gambar yang biasanya berupa sindiran itu saya lihat dari salah akun yang sudah tenar di Instagram yang saya follow. Namun dalam meme itu ditambahkan orang tua selalu benar.
“Cewek selalu benar, orang tua selalu benar, cewek lo lebih tua, kelar hidup lo.”
Kira-kira begitu, tulisan seputar meme selalu benar yang kerap saya temui. Saya akui, makna dari tulisan meme itu ada benarnya. Apalagi bagi kaum laki-laki. Saya yakin, mereka para lelaki bisa merasakannya dan tersenyum kecil.
Mungkin meme tersebut memiliki kemiripan dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Ini hanya persepsi saya saja.
Bagaimana tidak, setiap ada bawahannya yang melakukan kesalahan, dengan nada tinggi, urat yang terlihat di sekitaran lehernya, Ahok marah-marah menyalahkan semua kineja anak buahnya di depan media. Dan dengan cepat berita tersebar luas. Masyarakat yang membaca berita itu lalu bergunjing.
“Ah…emang PNS kerjanya gak bener,” salah satu komentar yang saya dengar dari salah satu penumpang kereta saat beranjak kerja.
Ahok selama ini memang digdaya dengan pembangunan opini disertai suaranya yang lantang dan berani bagi sebagian orang. Saya menganggap Ahok sebagai pembangun opini yang cerdas di media. Tapi bukan berarti apa yang dikatakannya selalu benar.
Contohnya soal Kampung Luar Batang. Ahok mengklaim ingin menata kawasan tersebut sehingga menjadi destinasi wisata sejarah yang layak. Namun, sekretaris Masjid Luar Batang mengatakan, bahwa itu cuma akal-akalan Ahok saja.
“Luar Batang mau digusur karena dari situ bisa menjadi pintu masuk ke salah satu pulau Proyek Reklamasi Teluk Jakarta,” begitu kata Sekretasi Masjid Luar Batang, Mansur Amin di sejumlah media.
Belum lagi soal sertifikat, Ahok merasa benar. Dia bilang, “kalo masyarakat gak suka, gugat Pempov DKI aja.”
Lha, ngapain warga Luar Batang harus gugat. Toh mereka mengklaim punya sertifikat tanah. Meksi sampai sekarang saya dan media juga belum pernah melihat bentuh sertifikat tersebut. Warga di Luar Batang, ngaku sudah menyerahkan surat ajaib itu ke Yusril Ihza Mahendra, sebagai kuasa hukum mereka.
Beda lagi dengan kasus Wali Kota Jakarta Utara Rustam Efendi yang mengundurkan diri. Dirinya mungkin merasa jengah dengan pernyataan Ahok di media.
Ahok dihadapan awak media mengatakan dengan logatnya dan suaranya yang lantang, bahwa Rustam kalau diminta menggusur warga di wilayahnya ada saja alasannya. Lalu soal banjir, Rustam dinilai lalai. Namun, Rustam tidak pernah mengatakan apapun terkait banjir di seputar Pluit ketika itu. Apakah disengaja atau memang dia takut, atau ada tekanan?
Melihat pimpinannya berbicara seperti itu, apalagi di hapadan media sebagai penyambung informasi dan ditambah cepatnya internet, membuat persepsi bahwa Rustam salah di mata masyarakat.
“Emang gak bener tuh Wali Kota,” ujar salah satu penumpang kereta saat menanggapi temannya. Lagi-lagi, saya mendengar percakapan itu dari para pekerja yang sepertinya berkerja kantoran.
Rustam mengambil langkah tegas sekaligus melankolis. Dirinya membuat status di akun Facebook pribadinya. Isinya kurang lebih ia sangat kecewa. “Bebeda dengan tuduhan yg menjurus fitnah apalagi keluar dari mulut pimpinan adalah sesuatu yg SANGAT MENYAKITKAN.”
Memimpin atau Membosi
Saya ingin membandingkan dengan gaya kepemimpinan Ahok dengan Ali Sadikin dan Alex Ferguson.
Bang Ali—panggilan Ali Sadikin— dikenal keras dan tegas. Tapi dia tidak pernah melampiaskan kesalahan anak buahnya di depan media. Biarakan media tidak tahu soal bobroknya kinerja anak buahnya. Jika mereka tahu, jangan keluar dari mulut sang pimpinan. Mungkin begitu pemikiran Bang Ali ketika itu menurut saya.
Sama juga dengan Alex Ferguson, pelatih legendaris Manchester United. Sir Alex selalu memberi semangat dan motivasi bagi anak didiknya ketika diwawancara media. Bahkan saat timnya kalah, kadang ia berpendapat bahwa itu adalah kesalahan tim, bukan kesalahan individu. Jika memang dia sangat kecewa, ia lebih memilih kata, “sangat menyanyangkan” kesalahan yag dibuat si pemain.
Tapi saat di kamar ganti, sang mega bintang dan kesayangan fans Man United, David Beckham pernah terluka pelipisnya. Penyebabnya gara-gara David tidak mau turun membantu pertahanan saat tim lawan menyerang hingga berbuah gol dan Man United kalah.
Lalu bagaimana dengan Ahok. Dia merasa benar, kalau anak buahnya salah. Tak peduli itu siapa. Salah ya salah. Anak buah salah, bos tidak salah. Anak buah kinerjanya bagus, bos yang kerja. MEMIMPIN atau MEMBOSI.
Baru-baru ini ketua RT dan RW di sejumlah wilayah DKI berunjuk rasa. Mereka menuntut agar kerjaan untuk selalu absen di aplikasi Qlue dihapuskan. Lagi-lagi Ahok perintahkan, “pecat!”
Dan untuk kesekian kalinya, saya melihat dan mendengar gunjingan. Sekali lagi dari para pekerja yang sepertinya dari kalangan orang menengah.
Kira-kira mereka mengatakan, “susahnya apa sih tinggal laporan aja. Tinggal pencet saja. Hari gini jangan gaptek.”
Sementara di kereta, lelaki dengan umur sekira 20-an akhir berujar kepada orang di sebelahnya “iya pecat aja, RT kerjanya cuma bikin KTP doang. Ngambil duit rakyat dari KTP.”
Membangun opini memang salah satu cara bermain politik. Mungkin langkah yang dipakai Ahok dengan menggunakan meme ‘Cewek Selalu Benar’ atau Ahok terispirasi dari meme itu atau Ahok yang mencitapkannya. Entah lha.
Ya bisa jadi Ahok ibarat meme ‘Cewek Selalu Benar’.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H