Mohon tunggu...
Rachmat Fazhry
Rachmat Fazhry Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Prinsip hidup Saya : Hidup Sehat, Pintar, Bijaksana Kunjungi blog saya https://jurnalfaz.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Tersenyum di Bukit Senyum, Sawarna

4 Februari 2015   05:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:52 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Senyumlah maka dunia pun akan ikut tersenyum bersama kamu Kata-kata dari almarhumah nenek gue masih terngiang di kepala. begitu sederhana namun memiliki makna yang jelas bagi kehidupan. Petuah itu yang melekat saat gue berkunjung ke desa Sawarna, Banten tahun lalu. Desa ini memiliki Pantai Pasir Putih yang menggoda untuk dikunjungi. Ombaknya besar, suaranya menggelegar saat bergulung. Meskipun begitu, masih ada beberapa spot yang masih layak untuk diajak bermain meski ditepian namun tetap harus berhati-hati. Walalupun pasir pantai memiliki daya hipnotis yang kuat karena kelembutan pasirnya, gue lebih memilih mendaki bukit menyaksikan Pantai Pasir Putih dari sisi atas. Ada yang bilang "Pemandangan dari atas selalu yang terbaik". Bangun tidur, ngopi, jalan Sekitar pukul 4 sore gue bergegas bangun. Tubuh masih terasa lemas karena melakukan kegiatan dari pagi hari. Mulai dari mengejar matahari terbit di Pantai Karang Bereum yang berujung gagal karena awan tidak berkoordinasi dengan baik, jalan-jalan santai di Pantai Legon Pari sampai menyaksikan hempasan ombak menabrak karang di Karang Taraje. mengapa gue bilang lelah, hal ini karena saat menuju ke berbagai tempat destinasi tadi gue melakukannya dengan berjalan kaki dari penginapan. Beda dengan wisatawan lainnya. Mereka menggunakan jasa ojek. Kelelahan juga diakibatkan karena medan jalan yang berbukit. Naik turun kadang di melawati persawahan membuat tenaga gue sudah berkurang sejak awal hari. Kang atok pemandu gue bilang jaraknya cuma 1 km tapi gue protes. Kalau jalan yang naik dan turun itu di tarik memanjang pasti akan lebih dari sekilo mungkin bisa lebih dari 3 km. Walaupun begitu, gue tetap menikmati perjalanan di pagi hari tadi. Mengeluh boleh tapi jangan keterusan. Gue bangunin teman-teman dengan dua cara. Pertama dengan cara halus, memanggil nama mereka dengan pelan namun cara ini tidak berhasil. Lalu yang kedua gue berteriak-teriak sampai mereka harus menutup kupingnya menggunakan bantal. Perlahan tapi pasti mereka pun bangun. Masalah belum juga selesai, Ateng salah satu temen gue malah mesen kopi yang membuat perjalanan melihat sang surya tenggelam sedikit tertunda. Alhasil yang lain pun pada ikutan termasuk gue. Dan pada akhirnya kami jalan mendekati pukul 17.00. Atut, Mendaki, ini indah :) Dalam perjalanan ke pantai, Kang Atok bercerita kalau ada satu bukit yang ditaksir oleh ibu Atut, Mantan Gubernur Banten yang terlilit masalah karena korupsi. Ia menceritakan bahwa mantan gubernurnya sering datang ke sini dengan pengawalan yang ketat. Ia memberi saran kalau mau liat matahari terbenam sebaiknya dari atas bukit senyum saja. tidak pakai kompromi gue dan teman-teman langsung mengiyakan dengan cepat. Semuanya setuju serempak. Apalagi keadaan di Pantai lagi ramai sekali karena akhir pekan. Dari jalanan di kampung berubah menjadi hamparan rumput dan pepohonan kelapa yang menjulang. lalu berjalan mendaki nukit dengan jalanan yang setapak. Kata kang Atok tidak semua wistawan diajaknya kemari hanya beberapa saja yang diangapnya asik olehnya. Beruntunglah gue bisa merasakan pemandangan Pantai Pasir Puti dari atas bukit. Tiba di bagian puncak, pemandangan yang tadinya tertutup telah berganti menjadi panorama lautan dan pantai yang memutih di tepiannya. Gue takjub dengan apa yang terlihat. lautan biru, buih ombak yang memutih, peselancar bermanuver di atas ombak, hamparan pasir putih yang memanjang terlihat kompak menghasilkan harmonisasi yang indah. Matahari mulai meninggalkan dunia. Sinarnya yang menghasilkan perpaduan warna merah dan kuning sangat memanjakan mata. Gue duduk, menikmati suguhan yang atraktif dari alam desa Sawarna. di sini gue tersenyum di bukit senyum, Desa Sawarna. Pantas saja nama ini bukit senyum dan pantas saja ibu Atut si gubernur yang punya masalah itu naksir sama bukit senyum ini. Ternyata, pemandangannya itu lohh..... Jul aja loncat-loncatan karena kesenangan di Bukit Senyum Pesona Bukit Senyum di Desa Sawarna

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun