Mohon tunggu...
Rachma Kayla Meliantha
Rachma Kayla Meliantha Mohon Tunggu... Mahasiswa - UNIVERSITAS AIRLANGGA

Saya merupakan mahasiswa aktif program studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga. Terkadang saya suka membaca berita yang berkaitan dengan isu sosial di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

PPN 12% : Pemerintah Bahagia, Masyarakat Menderita

22 Desember 2024   16:25 Diperbarui: 22 Desember 2024   16:24 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi Masyarakat Miskin (Sumber : Dok. Jawapos)

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas penyerahan barang ataupun jasa kena pajak dengan tarif saat ini sebesar 11 persen dan naik menjadi 12 persen pada 2025, ketentuan ini tertuang dalam UU HPP nomor 7 Tahun 2021. Tujuan dari dinaikkannya PPN adalah untuk menjaga stabilitas perekonomian dan sebagai upaya perlindungan sosial. Diharapkan dengan membuat kebijakan ini dapat meningkatkan pendapatan negara. 

Nyatanya, kenaikan PPN menjadi 12 persen ini justru membuat guncang masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan masih banyaknya masyarakat yang perekonomiannya belum stabil atau bahkan kurang mampu. Terlihat dari kebutuhan hidup masyarakat Indonesia yang sangat banyak, namun mereka harus dihadapkan dengan pajak yang tinggi ini. Mereka membeli bahan-bahan pokok yang memang menjadi kebutuhan sehari-hari dengan harga yang melonjak. Kejadian ini dapat menurunkan daya beli masyarakat sendiri. Dengan turunnya daya beli masyarakat dapat membuat turunnya pendapatan negara yang pada akhirnya tujuan pemerintah dari membuat kebijakan menaikkan PPN tidak tercapai. 

Berdasarkan data dari kementerian ketenagakerjaan Indonesia, rata-rata Upah Minimum Provinsi (UMP) Indonesia sendiri adalah sekitar Rp 3.000.000,-. Dengan gaji tersebut, masyarakat harus bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, apalagi yang sudah berkeluarga. Gaji itu harus dibagi lagi untuk berbagai pajak yang harus ditanggungnya, seperti pajak penghasilan, pajak kendaraan, dain sebagainya. Jika PPN dinaikkan, masyarakat akan hidup semakin sengsara. Gaji mereka tidak naik, namun biaya kebutuhan hidup mereka naik yang dimana hal ini akan membuat semakin tingginya tingkat kemiskinan di Indonesia. Kemiskinan adalah suatu fenomena sosial yang seharusnya menjadi concern pemerintah. Kemiskinan yang disebabkan karena ketidakmampuan seseorang untuk membiayai hidup keluarga nya akan menimbulkan berbagai dampak negatif, salah satu nya tindak kriminalitas. Di indonesia sendiri tingkat kriminalitas nya sudah cukup tinggi yang membuat situasi tidak aman untuk masyarakatnya. 

Perusahaan-perusahaan rintisan pun mengeluh dengan ada nya kenaikan PPN ini karena membuat ada nya selisih yang signifikan sebelum dan sesudah PPN dinaikkan. Dilansir dari BBC News Indonesia, seorang pengusaha event organizer, Augie Reyandha Giuliano, menjadi salah satu netizen yang menyebut kenaikan PPN dapat berdampak buruk terhadap pendapatan perusahaan---yang akhirnya bisa berujung ke gaji karyawan. "[Misalnya] anggaran per acara itu Rp2 miliar dan sudah termasuk pajak. Lalu acara diselenggarakan per akhir pekan alias empat kali sebulan. PPN jadi 12 persen itu membuat selisih pendapatan dalam satu bulan mencapai Rp 64 juta," ujar Augie kepada wartawan Amahl Azwar yang melaporkan untuk BBC News Indonesia. Ia pun mengatakan bisa saja terjadi pemutusan kerja dengan beberapa karyawan agar gaji karyawan tidak dikurangi. Melihat dari pernyataannya, hal ini dapat meningkatkan jumlah pengangguran di Indonesia juga. 

Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Airlangga juga turut memberikan tanggapan mengenai kenaikan PPN menjadi 12 persen ini. Ia mengatakan kebijakan ini kurang cocok dilakukan sekarang, saat dimana perekonomian Indonesia justru cenderung turun, dimana banyak kelompok masyarakat menengah menjadi masyarakat miskin. Katanya, harusnya ini menjadi alarm bagi pemerintah untuk membenahi perekonomian masyarakat nya terlebih dahulu baru perekonomian negara. Karena pada akhirnya pun pendapatan negara akan dipengaruhi oleh daya beli masyarakat itu sendiri. Ia pun mengatakan bahwa memang pada akhirnya kebijakan ini tetap dijalankan akan menjadi memaksa dan bukan keputusan yang disepakati bersama dengan masyarakat dan hanya melibatkan pemerintah dalam pengambilan keputusannya. 

Kebijakan untuk kenaikan PPN ini perlu ditinjau kembali oleh pemerintah dengan membertimbangkan berbagai dampak langsung nya untuk masyarakat Indonesia yang mayoritas perekonomiannya belum ada di tahap yang baik. Perlu ditinjau juga apakah menaikkan PPN ini merupakan urgensi yang penting untuk perekonomian Indonesia saat ini. Pemberdayaan masyarakat yang pengangguran serta kenaikan gaji untuk masyarakat Indonesia yang seharusnya menjadi urgensi saat ini demi menghindari krisis perekonomian Indonesia. Setelah diobservasi setelah beberapa waktu, baru dipertimbangkan kembali untuk ditetapkannya kebijakan kenaikan PPN menjadi 12 persen di Indonesia. Pemerintah tidak bisa hanya melihat dampaknya untuk perekonomian secara universal saja, namun juga harus melihat ke masyarakat kecil yang menderita karena kenaikan PPN serta kebijakan lain yang membuat masyarakat menengah bawah tertekan dengan hal tersebut. Pengambilan keputusan yang bijak pun harus melibatkan suara masyarakat karena pada akhirnya pun masyarakat yang akan terkena dampak kebijakan ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun