Mohon tunggu...
Nur Rachma Husna Fatmawati
Nur Rachma Husna Fatmawati Mohon Tunggu... Lainnya - Tax Officer

a seeker

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berpikir Sejenak untuk Kota Minyak

15 Desember 2015   11:12 Diperbarui: 15 Desember 2015   15:40 762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bojonegoro merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang menurut data di Buku Profil Bojonegoro luas wilayah keseluruhan sebesar 230,706 Ha dan jumlah penduduk sekitar 1.450.889 orang. Dengan luas yang tidak terlalu besar dan jumlah penduduk tidak terlalu banyak, menjadikan Bojonegoro sebagai kota kecil nan nyaman. Meskipun sebagai kota kecil, Bojonegoro memiliki potensi-potensi yang sangat besar diantaranya adalah potensi di sektor pertanian, industri kreatif, industri migas, dan industri pariwisata. Karena sebagian besar wilayah Kabupaten Bojonegoro berupa lahan pertanian maka sektor pertanian menjadi salah satu sektor unggulan. Sebelum ditemukannya SDA Migas di Kabupaten Bojonegoro, sektor pertanian merupakan sektor penyumbang terbesar pendapatan Kabupaten Bojonegoro. Namun meskipun ditemukannya Sumber Daya Alam berupa migas tersebut, Kabupaten Bojonegoro tidak pernah bergantung dari migas karena sektor pertanian selama ini menjadi sektor utama yang menyerap tenaga kerja paling besar.

Selain komoditas unggulan Kabupaten Bojonegoro di sektor pertanian, Bojonegoro memiliki potensi alam yang luar biasa khususnya sumber minyak bumi dan gas alam dimana Sumber Daya Alam berupa minyak bumi dan gas alam ini menjadikan Bojonegoro sebagai primadona baru. Menurut data yang disebutkan Buku Profil Kabupaten Bojonegoro tahun 2012, kandungan minyak dan gas yang ada di Bojonegoro menjadikan Kabupaten Bojonegoro menjadi salah satu daerah penyangga Gudang Energi Nasional hampir 20%. Dengan cadangan minyak mencapai 1.200 MMBOE dan potensi gas mencapai 6 Trilyun Cubic Feet (1.000 MMBTU = 1 cubic feet) di blok Banyu Urip Kecamatan Ngasem maka diperkirakan Kabupaten Bojonegoro turut memberikan kontribusi pada negara lebih dari 1.000 Trilyun Rupiah dengan asumsi ICP lifting minyak nasional 90 US$/barel dan price gas nasional 3 US$/MMBTU.

Menurut data yang bersumber dari website Lensa Indonesia bahwa sumber minyak yang ada di Bojonegoro setiap tahunya bisa mencapai puncak produksi pada kisaran 20.000 hingga 25.000 barel per hari (bph) dan diperkirakan mempunyai cadangan sebesar 700 juta barel. Selain eksploitasi yang dilakukan di Kecamatan Ngasem dan Kapas, sumber minyak juga ditemukan di Kalitidu yaitu di lapangan Kedung Keris, Kecamatan Dander di daerah Alas Tuo Timur dan Tiung Biru di Kecamatan Tambakrejo saat ini sudah mulai dilakukan kegiatan eksplorasi. Potensi alam yang sangat besar ini memungkinkan kota Bojonegoro untuk dijadikan ladang bisnis oleh perusahaan-perusahaan dan investor yang melakukan pengeboran minyak seperti Join Operating Body Pertamina PetroChina East Java (JOB-PPEJ) dan Mobil Cepu Limited (MCL). Hal tersebut memungkinkan Bojonegoro untuk disejajarkan dengan kota minyak lainnya seperti Kalimantan dan Kutai Kertanegara. Bahkan ada lelucon yang mengatakan bahwa suatu hari nanti Bojonegoro akan menjadi Texasnya Indonesia karena sumber minyak bumi dan gas alam yang melimpah yang dikandungnya.

Masuknya investor dan industri pengeboran minyak bumi di Bojonegoro tentunya akan memberi dampak yang signifikan, baik dampak terhadap lingkungan, sosial, dan ekonomi. Sebagai contoh, setelah adanya proses penambangan minyak bumi dan gas alam di Bojonegoro, perekonomian di Bojonegoro mengalami peningkatan. Terlihat sekali selama tiga tahun terakhir ini mengalami peningkatan ekonomi yang sangat luar biasa. Hal itu tentu saja karena adanya kenaikan APBD Bojonegoro setelah daerahnya menjadi daerah penghasil minyak bumi dan gas alam. Perlu diakui, proyek pengeboran minyak bumi dan gas alam tersebut sangat memberikan manfaat yang cukup banyak untuk pemasukan daerah.  Selain itu pengeboran minyak bumi dan gas alam di Bojonegoro juga memberi dampak positif bagi perekonomian penduduk lokal sekitar pengeboran minyak seperti peningkatan kesejahteraan yang dilihat dari kendaraan penduduk yang semula berupa sepeda pancal berganti menjadi sepeda motor bahkan mobil pribadi.

Tidak hanya berdampak pada perekonomian saja, namun infrastruktur berupa jalan juga mengalami kemajuan. Akses jalan Kabupaten dan jalan-jalan poros desa menuju ke lokasi tambang sudah relatif lebih baik.  Dan juga sudah tersedianya aliran listrik di lokasi tambang. Selain itu perusahaan-perusahaan pengeboran minyak ini tentunya membutuhkan tenaga kerja di perusahaan mereka dan sebagai timbal balik mereka membuka lapangan kerja baru dengan menyerap tenaga kerja dari penduduk sekitar meskipun jumlahnya sangat minim. Misalnya penduduk yang semula bermata pencaharian sebagai petani kemudian beralih menjadi tenaga kerja di perusahaan yang bersangkutan. Hal ini menunjukkan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro berhasil membuat program yang memberikan kesejahteraan masyarakat dengan mengurangi tingkat pengangguran dan meningkatkan pendapatan masyarakat.

Kegiatan investasi seperti pengeboran minyak memang memiliki dampak yang sedikit banyak bisa dinikmati masyarakat. Namun sayangnya investasi ini lebih banyak merugikan masyarakat.  Kegiatan pertambangan seperti ini memiliki dampak sosial yang sangat kompleks. Seperti yang diungkapkan oleh Pengamat Ekonomi dari Unika Soegijapranata Andreas Lako, setiap kegiatan pertambangan pasti nantinya akan memiliki dampak sosisal yang sangat merugikan masyarakat seperti halnya kejadian lumpur Lapindo di Jawa Timur. Kegiatan ini hanya akan memiskinkan masyarakat atau bisa dikatakan bahwa keuntungan yang didapat tidak sebanding dengan kerugian yang ditimbulkan di kemudian hari. Dan dampak sosial itu akan muncul dalam jangka waktu yang sangat lama. Dampak sosial yang dirasakan masyarakat secara langsung misalnya adalah beralihnya mata pencaharian mereka yang semula petani menjadi tenaga kerja di perusahaan pengeboran minyak.

Hal ini tentu saja tidak serta merta berdampak positif karena masyarakat petani tersebut harus kehilangan lahan pertanian mereka akibat adanya pembebasan lahan yang dilakukan oleh pihak investor dan perusahaan pengeboran minyak sehingga harus beralih mata pencaharian karena petani-petani tersebut hanya menggantungkan hidup dari lahan pertanian. Hal yang cukup miris adalah beralihnya mata pencaharian dari petani ke tenaga kerja di perusahaan pengeboran minyak tersebut hanyalah sebagai pekerja kasar dan satpam. Selebihnya adalah tenaga kerja dari luar daerah Bojonegoro bahkan orang asing yang menjadi petinggi di perusahaan-perusahaan pengeboran minyak tersebut. Hal ini terjadi karena penduduk sekitar daerah pengeboran minyak bumi dan gas alam belum disiapkan secara matang untuk menerima perubahan yang ada.

Masyarakat tidak memiliki skill atau keterampilan yang memadai untuk mengikuti pesatnya laju industri didesanya. Akibatnya mereka yang  tidak memiliki skill yang memadai sering tercampakan dan tercecer dari kegiatan yang sedang berlangsung. Jika hal tersebut dibiarkan terus menerus, lama-kelamaan dapat mengakibatkan konflik karena kecemburuan sosial dan merasa diberlakukan secara tidak adil oleh pemerintah maupun pihak investor. Selain itu, saat ini gaya hidup penduduk sekitar bisa dikatakan sudah mulai berubah. Seiring dengan masuknya industri pengeboran minyak, masyarakat mulai mengenal budaya dan gaya hidup seperti orang perkotaan. Adat istiadat masyarakat mungkin saja masih dilaksanakan, namun pola pikir masyarakat mulai berubah dari pola pikir masyarakat desa ke masyarakat kota.

Melihat dari dampak sosial yang ditimbulkan dari kemajuan pesat perkembangan pengeboran minyak bumi dan gas alam di Bojonegoro, semua elemen masyarakat dan pemerintah perlu untuk mengantisipasi perubahan yang ada. Untuk saat ini mungkin potensi minyak yang melimpah ruah tersebut berpengaruh positif terhadap perekonomian Bojonegoro. Namun perlu diingat bahwa pengekploitasian alam yang dilakukan secara terus menerus pasti akan menimbulkan dampak yang buruk bagi lingkungan maupun masyarakat lokal.

Meskipun fisik Bojonegoro saat ini dapat dikatakan mengalami perkembangan yang sangat pesat dan kemajuan daerah yang luar biasa, namun jika tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusianya, Kota  Bojonegoro tetap akan menjadi Kota Bojonegoro yang tidak bernilai. Maka dari itu, sebaiknya setiap perubahan yang ada harus diimbangi dengan antisipasi terhadap dampak terburuk sehingga apa yang nantinya menjadi harapan masyarakat Bojonegoro sebagai masyarakat yang makmur dan sejahtera dapat tercapai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun