kesehatan yang masih dihadapi di dunia. Peningkatan kekhawatiran masyarakat terhadap pandemi ini berimbas pada meningkatnya pembelian obat tanpa resep. Informasi terkait obat kerap kali didapatkan lewat pesan berantai media sosial, saran dari tokoh publik yang dipercaya, atau testimoni orang-orang di sekitar.
Covid-19 merupakan masalahTidak hanya tidak paham mengenai obat yang dibeli dan terkena efek pacic buying ada pula warga yang memaksa membeli obat di apotek terutama antiviral, antibiotik, dan obat keras tanpa menggunakan resep dokter. Alasannya sederhana, "ikut-ikut orang" atau "tetangga saya kemarin pakai obat itu bisa sembuh". Padahal apoteker berhak menolak menjual obat selain obat bebas jika tanpa membawa resep. Penolakan pembelian ini murni demi keamanan masyarakat sendiri.
Kesalahan dalam penggunaan obat yang diakibatkan oleh kurangnya pemahaman tentang obat tersebut menyebabkan meningkatnya kasus kejadian efek samping, dan lagi-lagi bisa berujung pada penyebaran hoax yang menyebut obat tersebut tidak aman. Padahal awal dari kejadian adalah karena kesalahan konsumen sendiri.
Melihat dari latar belakang tersebut, mahasiswa KKN TIM 1 UNDIP Periode 2021/2022 mengadakan kegiatan edukasi terkait penggunaan obat yang ada di lingkungan keluarga dan pemahaman terkait bulatan warna pada kemasan obat. Harapannya, warga tidak lagi mengabaikan bulatan pada warna obat dan memaksa untuk membeli dan menggunakan obat yang tidak sesuai dengan indikasinya.Â
Pada Jum'at (21/01/2022) mahasiswa KKN Universitas Diponegoro yang bertempat di Desa Jatisawit, Kelurahan Balecatur, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, mengadakan edukasi terkait penggunaan obat bebas, obat resep, dan maksud warna pada kemasan obat. Dikarenakan mulai kembali meningkatnya kasus positif Covid-19 di Sleman, kegiatan dilakukan secara door to door untuk mengurangi terbentuknya perkumpulan banyak orang dan sebagai bentuk mematuhi arahan wilayah dan kampus.Â
Dalam keberjalanannya, penjelasan dikemas menggunakan kalimat-kalimat yang mudah . Desain visualisasi untuk edukasi tanda obat dibuat dengan warna yang lembut untuk menarik perhatian dan tidak menyebabkan rasa bosan jika melihatnya. Penjelasan terkait penggunaan obat di keluarga dijelaskan berdasarkan cerita dari tiap-tiap keluarga.
Banyak warga yang mengakui tidak pernah memperhatikan tanda berupa bulatan berwarna yang ada pada bagian ujung atau tepi kemasan obat dan cenderung asal membeli. Untungnya, warga membeli obat dengan anjuran apoteker dan berkata tidak pernah membeli obat bertanda merah (obat keras) tanpa melalui resep dokter.Â
Warga yang memiliki anak bayi mengaku cenderung membawa anaknya ke bidan dan mendapatkan penanganan lewat bidan jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada anaknya. "Saya ga pernah beli sendiri kalau obat untuk anak saya, Mbak. Biasanya kalau dia demam atau batuk-batuk saya langsung bawa ke bidan" ucapnya.
Pada kisah lain, ada warga yang sering membeli obat karena memiliki 3 anak yang umurnya berdekatan, sehingga menggunakan 1 obat kepada semua anak jika memiliki keluhan penyakit yang sama. Setelah ditinjau, obat yang digunakan merupakan obat batuk dengan tanda biru yang artinya obat bebas terbatas. Mahasiswa kemudian menjelaskan bahwa keluhan yang tampak sama belum tentu menandakan penyakit yang sama, sehingga penggunaan obat yang digunakan bersama-sama tidak terlalu dianjurkan, kemudian lebih aman jika membeli obat yang bertanda hijau.
Setelah dilakukan edukasi, warga menjadi lebih paham terkait penggunaan obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat resep. Warga juga menunjukkan ketertarikannya terhadap penjelasan terkait tanda warna pada kemasan obat, dan menjadi lebih paham terkait hal tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H