Mohon tunggu...
Rachmah Dewi
Rachmah Dewi Mohon Tunggu... Penulis - DEW | Jakarta | Books Author | Certified Content Writer and Copywriter

Books Author | Certified Content Writer and Copywriter | Email: dhewieyess75@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Demotivasi Kerja, Haruskah Resign atau Bertahan?

15 Januari 2022   18:14 Diperbarui: 15 Januari 2022   20:48 2325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dunia kerja | Sumber: Shutterstock

Di awal tahun 2022 ini saya awali dengan menulis artikel tentang demotivasi kerja. Apa maksud di balik itu semua? Ya ngga ada sih, emang lagi pengen menulis dengan tema di atas berdasarkan apa yang saya pernah lihat, dengar, dan juga rasakan.

Well, dunia kerja memang penuh dengan lika-liku, penuh dengan dinamika, dan tak jarang dihiasi oleh berbagai drama dan konflik antara atasan dan juga bawahan atau antara sesama rekan kerja. 

Saya yang sudah kurang lebih merasakan dunia kerja baik itu dunia kerja sebagai karyawan magang ataupun karyawan tetap. Memang rasanya seperti Nano-nano. Manis, asam, asin, pahit semua jadi satu mewarnai perjalanan karier saya di dunia kerja.

Oh ya, ketika saya menulis artikel ini sekarang, posisi saya bukan sebagai staf Human Resource ataupun Direktur Human Resource lho ya! Saya hanya menuliskan apa yang mungkin pernah saya alami atau teman saya alami di dunia kerja.

Oke, balik lagi ke awal. Seperti yang saya sudah jelaskan di awal tadi, dunia kerja penuh dinamika. Itu semua tak pernah lepas dari yang namanya peran atasan dan juga rekan kerja satu tim atau satu divisi. Karena dengan mereka lah kita berinteraksi setiap harinya di kantor.

Sebelum saya lebih jauh menuliskan artikel ini lebih jauh, apa sih makna demotivasi kerja yang sebenarnya itu? 

Menurut beberapa sumber yang saya pernah baca, demotivasi kerja adalah kondisi di mana seorang pekerja menjadi tidak bersemangat berada di lingkungan kerjanya. 

Kondisi tersebut bisa muncul dari beberapa faktor, misalnya berkaitan dengan pekerjaannya atau juga bisa karena adanya konflik atau ketidakcocokan dengan rekan kerja atau atasan.

Beruntunglah bagi mereka yang berada di lingkungan kantor dengan atasan yang mengayomi, dengan atasan yang mau mendengarkan, atau dengan atasan yang tidak ada gap atau jarak dengan bawahan, tapi bagaimana jika kita mendapatkan kantor dengan atasan yang justru malah kebalikannya?

Menurut beberapa cerita dari teman-teman saya yang pernah mengalami demotivasi kerja, faktor terbesar yang membuat seseorang menjadi demotivasi kerja adalah ketidakcocokan atau ketidaksepahaman antara atasan dengan bawahan. Bisa jadi karena apa yang dikerjakan bawahan masih selalu dianggap kurang oleh atasannya padahal si bawahan sudah melakukan pekerjaan itu dengan all out.

Lebih lanjut saya bertanya kepada teman-teman yang tengah demotivasi kerja itu, "terus lo lebih memilih resign atau tetap bertahan?" rata-rata teman saya menjawab masih mempertimbangkan baik dan buruknya apabila harus resign ataupun harus bertahan. 

Well, saya setuju. Janganlah kita memutuskan untuk resign hanya karena emosi sesaat. Tapi, jika memang kita sudah merasa tidak kuat atau bahasa gaulnya "udah kena mental" ya boleh-boleh saja untuk ambil keputusan resign, karena kita sebagai manusia harus memperhatikan kesehatan mental kita, bukan begitu?

Ilustrasi dunia kerja | Sumber: Shutterstock
Ilustrasi dunia kerja | Sumber: Shutterstock

Demotivasi kerja ini menarik untuk saya kulik lebih lanjut, karena ini akan menjadi pelajaran bagi saya juga apabila saya sedang berada di fase demotivasi kerja. 

Menurut info dari artikel-artikel yang saya baca, cara untuk mengatasi demotivasi kerja adalah dengan cara berikut ini, yuk kita coba bedah satu per satu:

Berinteraksi dengan Orang-orang Terdekat

Walaupun kita saat ini berstatus sebagai karyawan, kita harus juga punya waktu "me time" untuk sekadar hangout dan ngobrol sama teman-teman kita. Bisa teman sekolah, kuliah, ataupun teman di kantor lama. Dengan kita saling update kehidupan, itu bisa menjadi stress relieve bagi diri kita sendiri. 

Cara ini pun masih saya lakukan sampai sekarang untuk menyediakan waktu untuk sekadar ngobrol dan hangout bersama teman. Kalau di zaman pandemi seperti ini, ya memang kita harus membatasi waktu tatap muka. Walaupun begitu, kita masih bisa untuk sekadar telfonan atau Zoom Meeting, kan?

Menghindari Hal Negatif yang Terdapat di Lingkungan Kerja

Hal negatif apakah yang dimaksud? Maksudnya adalah demotivasi kerja juga bisa dipicu oleh berbagai hal negatif yang ada di sekitar kita. 

Hal negatif ini juga dapat memengaruhi cara berpikir kita terhadap pekerjaan. Hindarilah konflik yang tidak diperlukan serta pembicaraan negatif seputar pekerjaan.

Istirahat dengan Mengambil Cuti

Istirahat bisa merupakan cara terbaik untuk meredam kekecewaan ataupun masalah yang tengah kita hadapi di kantor. Kita bisa untuk ambil cuti sehari atau dua hari, dan ketika cuti upayakan untuk benar-benar istirahat dari hingar-bingar dunia kerjaan lho ya. 

Sebaiknya juga sebelum kita ambil cuti untuk istirahat, kita memberitahukan kepada rekan kerja kita agar tidak mengganggu waktu cuti kita. Hal ini juga saya lakukan ketika saya berada di titik jenuh terhadap pekerjaan yang sedang saya lakukan.

Selalu Menjaga Keseimbangan antara Waktu Kerja dan Istirahat

Sebaiknya kita juga jangan jadi orang yang "gila kerja." Kenapa? Karena kalau kita sakit atau sampai meninggal gara-gara kelelahan bekerja, mungkin kantor kita akan merasakan kehilangan. Setelahnya? Mereka pasti akan merekrut orang baru lagi. Keluarga kita lah justru yang akan sedih berkepanjangan apabila kita sakit atau pahitnya sampai kita meninggal. 

Kalau waktu yang tertulis di kontrak kerja kita hanya bekerja sampai pukul 16.30, ya lakukanlah pekerjaan sampai batas waktu yang tertera. 

Saya juga menyadari bahwa kalau kita kerja lewat dari batas waktu yang sudah ditetapkan kita pasti akan uring-uringan, besoknya mungkin berangkat ke kantor akan jadi tidak bersemangat lagi.

***

Lalu jika sudah melakukan cara di atas kita masih merasakan demotivasi kerja, kita harus apa? 

Nah ini pilihannya ada di diri kita masing-masing, karena kita lah sesungguhnya nahkoda untuk hidup kita sendiri. 

Kalau mau resign coba list dulu apa baik dan buruknya ketika kita resign. Pikirkan juga setelah kita resign, apakah sudah dapat pekerjaan baru atau memang kita ingin menjadi pebisnis saja. 

Jangan resign hanya karena emosi semata, tapi saran saya pikirkan baik buruknya, dan dalam agama islam juga diajarkan untuk shalat istikharah apabila bingung ingin mengambil keputusan.

Oke, artikel ini bukan bermaksud menggurui hanya sekadar berbagi biar hidup senantiasa lebih berarti di awal tahun ini. (DEW)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun