Mohon tunggu...
Rachmah Dewi
Rachmah Dewi Mohon Tunggu... Penulis - DEW | Jakarta | Books Author | Certified Content Writer and Copywriter

Books Author | Certified Content Writer and Copywriter | Email: dhewieyess75@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Jangan Anggap Remeh Profesi Penulis

17 Februari 2017   11:54 Diperbarui: 17 Februari 2017   17:38 3247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin bagi sebagian orang masih banyak yang menganggap sebelah mata profesi penulis. Entah itu penulis buku, maupun penulis blog. Karena untuk ukuran kemapanan seseorang, biasanya akan terlihat dari pekerjaan yang bukan berprofesi sebagai penulis.

Tentu, pekerjaan sebagai Pegawai Negeri Sipil masih menjadi primadona dan tolok ukur kesuksesan bagi orang tua yang mempunyai anak-anak yang berprofesi seperti itu. Bahkan, orang tua saya kerap kali masih menawarkan “Ada lowongan CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil) tuh, kamu gak mau ikutan?”dulu, saya pernah mengiyakan tawaran untuk mencoba melamar sebagai CPNS, satu kali saya mencoba melamar di Kementerian, dan satu lagi mencoba melamar di Instansi Pemerintah. Dan dua-duanya gagal.

Jujur saja, ayah dan ibu saya memang menginginkan anak-anaknya mendapat pekerjaan yang jelas dan mapan. Beruntungnya kakak kedua saya, telah membuktikannya sebagai seorang dokter spesialis. Untuk itulah, kedua orang tua saya masih membujuk saya, untuk mau ikutan lagi melamar sebagai CPNS jika lowongan CPNS tersebut telah dibuka. Saya pernah bilang ke mereka bahwa “Saya lebih cocok kerja sebagai penulis saja.”tapi kedua orang tua saya berkata “ya, pekerjaan apa saja itu terserah kamu, karena kamu yang menjalani. Kami sebagai orangtua, Cuma ingin kamu hidup mapan dengan kerjaan yang jelas.”

Tunggu, jadi profesi penulis itu bukan pekerjaan yang jelas masa depannya?

Hal ini, juga kerap kali menjadi bahan pertimbangan bagi anak perempuan yang memiliki calon suami sebagai seorang penulis. Bagi para orang tua yang memiliki calon menantu sebagai penulis kerap kali diragukan masalah “apakah jadi penulis itu penghasilannya tetap?” karena bagi para orang tua, profesi menantu idaman apabila bekerja sebagai PNS, tentara, dokter. Dan bukan sebagai penulis.

Gini, sebenarnya zaman sekarang ini, profesi penulis justru adalah profesi yang menjanjikan. Kenapa? Menjadi penulis, justru karya kita akan tetap ada, walaupun kita sudah meninggal nanti. “Ya tapi kan, saya gak berbakat jadi penulis. Mau nulis apa? Kalau sebentar-sebentar saya suka kehilangan ide kalau lagi nulis.” Itu jawaban dari temen-temen saya yang pernah saya ajakin buat nulis atau sekedar bikin tulisan yang asyik buat dibaca.

Kebanyakan, anak muda zaman sekarang tidak mau ambil peluang. Siapapun bisa menulis kok. Memang dua hal yang berbeda, “Suka nulis” atau “Bisa Nulis.” ambil contoh, siapa yang tidak kenal dengan Raditya Dika? Penulis buku terkenal dan karyanya sudah banyak diangkat ke layar lebar ini, asal mulanya dia menjadi penulis adalah, dia menulis berdasarkan pengalaman hidupnya. 

Pengalaman ketika Raditya Dika masih duduk di bangku sekolah dasar, saat ia ‘menembak’ teman sekolahnya. Radit bilang “Mau gak jadi cewek gue?” dan Si teman perempuannya itu menjawab “Najis lo!” jadi hanya bermodal pengalaman hidup saja bisa dijadikan tulisan. Dan untuk buku yang berjudul "Cinta Brontosaurus" yang ditulis olehnya, idenya juga didapat dari pengalamannya. karena ia berpikir "Apa benar, cinta itu punya tanggal kadaluarsa?"

Dan lihat, berapa royalty dari buku-bukunya Raditya Dika sekarang? Menurut info, kurang lebih hampir 1 milyar sebulan. Sungguh angka yang fantastis!

Jadi, sebenarnya, tidak ada kata, “saya gak bisa nulis” “saya gak ada ide” tulisan itu hadir berdasarkan pengalaman, berdasarkan kegelisahan. Buktinya, pengalaman yang ringan-ringan seperti yang Raditya Dika tuliskan ke dalam sebuah buku, mendapat sambutan yang luar biasa.

kumpulan buku Raditya Dika yang sumbernya adalah dari pengalaman pribadi | Sumber: biografi.id
kumpulan buku Raditya Dika yang sumbernya adalah dari pengalaman pribadi | Sumber: biografi.id
Dan darimana sih hitung-hitungan royalty itu didapat? Menurut artikel yang pernah saya baca dari website salah satu penulis terkenal Indonesia, Mas Brili Agung, hitung-hitungan royalty sebuah buku didapat dari:

Royalti : 10%

Oplah cetakan pertama : 3000 eksemplar

Asumsi harga jual/buku : Rp 50.000

Hitung-Hitungan :

Royalti x Oplah x Harga Jual = Penghasilanmu

10% x 3000 x 50.000 =Rp 15.000.000

Itu dalam 3 bulan, 3000 eksemplar HABIS.

Hitung-hitungan di atas didapat dari penerbit major/ penerbit besar di Indonesia (Major Publisher)

Tapi, zaman sekarang kan penerbit sudah sangat banyak ya di Indonesia, bahkan ada penerbit Self Publishing dan dari Self Publishing ini juga didapat hitung-hitungan royalty sebagai berikut:

Biaya cetak : 20.000 / eksemplar

Harga Jual : Rp 250.000 / eksemplar

Buku terjual : 1000 eksemplar

Pendapatan penulis :

(Buku terjual x Harga Jual) – (Biaya Cetak x Buku Terjual)

(1000 x 250.000) – (20.000×1000) :

Rp 230.000.000

Nah, gimana? Apakah profesi penulis masih dianggap sebelah mata? Hal tersebut setidaknya cukup membuktikan bahwa, menjadi penulis itu sudah memenuhi kriteria sebagai mantu idaman, bukan?

Kalau bisanya cuma nulis blog? Ya enggak apa-apa. Sekarang ini juga profesi blogger adalah profesi yang cukup dipandang dan menjanjikan. Kita ambil contoh: Diana Rikasari, yang dulunya hanya terkenal sebagai seorang fashion blogger, kini sudah mempunyai lini bisnis yang lain. Menjadi blogger kerap kali membuka peluang yang bagus.

Jadi, profesi menjadi penulis, baik itu penulis buku maupun penulis blog itu tidak bisa lagi dipandang sebelah mata. Profesi tersebut nyatanya telah melahirkan insan-insan muda terbaik di negeri ini. Yang harus diperhatikan adalah bagaimana caranya menulis yang baik, bermanfaat, dan menjadi inspirasi bagi para pembacanya.

Saya pun dulunya tidak pernah berfikir untuk menekuni profesi sebagai seorang penulis, karena latar belakang kuliah saya, bukan di jurusan sastra atau komunikasi. Saya memang mencintai dunia tulis-menulis, oleh karena itu saya menekuni pekerjaan tersebut. Syukur-syukur cita-cita saya bisa kesampaian untuk menerbitkan sebuah buku. Hehehe.

Nah, bagi yang suka menulis juga. mari lebih ditekuni lagi, banyak membaca pula jika ingin menghasilkan tulisan yang berkualitas, ya! (DEW)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun