Mohon tunggu...
Rachmah Dewi
Rachmah Dewi Mohon Tunggu... Penulis - DEW | Jakarta | Books Author | Certified Content Writer and Copywriter

Books Author | Certified Content Writer and Copywriter | Email: dhewieyess75@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Pengangguran Bukanlah Hal yang Memalukan

28 Juli 2016   17:19 Diperbarui: 28 Juli 2016   23:44 903
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Job fair | Sumber: liputan6.com

Apa yang terlintas dalam benak Anda, ketika mendengar satu kata kunci “Pengangguran?” jawabannya pasti beragam, mulai dari tidak berguna, Membosankan, Tidak berkompeten, atau bahkan pengangguran itu adalah sebuah Aib?

Silakan saja bagi yang mendefinisikan makna dari pengangguran itu apa. Tapi untuk artikel kali ini, saya ingin berkata bahwa, “Pengangguran Bukan Hal yang Memalukan.” Kenapa? Kok bisa? Banyak di antara kita fenomena seperti  sarjana dengan lulusan terbaik, ber-IPK( (Indeks Prestasi Kumulatif) tinggi masih menganggur. Apakah itu Aib? Saya adalah orang yang tidak setuju jika pengangguran adalah sebuah aib.

Untuk membahas hal ini, saya banyak melakukan pengamatan kecil-kecilan dengan bertanya kepada beberapa orang. Saya bertanya kepada salah satu teman saya yang masih dalam masa mencari kerja, dia bilang “ya selama belum dapet kerja sih saya biasa nya saya lakukan dengan berkegiatan yang postif, misalnya dengan melakukan kursus bahasa asing dan kursus pengembangan diri.” Well, menurut saya ini adalah kegiatan yang bagus dalam masa menunggu mendapatkan pekerjaan.

Bagi orang tua, goals bagi mereka adalah apabila telah sukses menyekolahkan anak-anaknya sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Tetapi ketika anaknya telah lulus kuliah, dapat predikat cumlaude, dan setelah itu anaknya menganggur, maka prestasi-prestasi dari anaknya tersebut tidak berarti apa-apa lagi di mata orang tua. Betul begitu?

Di satu sisi, saya juga bertanya dengan teman saya, yang saya panggil dengan sebutan kak Sam. Saya menganggap beliau mumpuni dan capable dalam bidang memberikan solusi bagi para sarjana yang galau karena belum dapet kerjaan. Hehehe.

Sumber: maulasam.id
Sumber: maulasam.id
Jika saya dapat menyimpulkan obrolan antara saya dan teman saya tersebut, sebenarnya ada empat hal yang mungkin bisa menyebabkan timbulnya pengangguran di kalangan para sarjana:
  • Kurang persiapan pada waktu kuliah

Persiapan apa yang dimaksud? Tentunya persiapan perencanaan “akan ngapain setelah kuliah.” Kebanyakan mahasiswa-mahasiswi di bangku kuliah hanya diajarkan teori saja oleh dosen. Buku-buku kuliah yang tebal, modul-modul kuliah yang banyak. Bukan itu sebenarnya yang harus dijadikan pedoman bagi para mahasiswa-mahasiswi.

Yang banyak persiapan aja, masih memungkinkan untuk menganggur. Gimana yang Cuma belajar kuliah pulang-kuliah pulang terus dapet IPK tinggi? Sekali lagi, jangan hanya mengandalkan teori saja dari bangku kuliah karena pada dasarnya, kehidupan nyata setelah kuliah lah yang akan membentuk seseorang menjadi pribadi yang sebenar-benarnya.

  • Tidak diajarkan Mempromosikan Diri

Maksudnya mempromosikan diri itu yang gimana? Tentunya mempromosikan diri dengan hal-hal yang positif. Walaupun bukan kuliah di jurusan manajamen pemasaran, alangkah baiknya di tiap jurusan ada mata kuliah tentang “Mempromosikan Diri” ini sangat penting, saya juga setuju apabila ini masuk ke kategori ‘Sangat Penting.’ Karena Anda pasti tahu, ribuan para pencari kerja banyak yang ditolak hanya karena CV (Curriculum Vitae) nya saja.

Ya, CV sekarang ini dianggap sebagai jembatan penghubung antara para pencari kerja dengan pekerjaan yang ia apply. Dari sanalah tim HRD (Human Resource Development) akan menilai kepribadian awal dari para pelamar kerja. Tentunya teknik mempromosikan diri adalah kunci utama bagi kesuksesan para pencari kerja. Saya rasa,masih banyak yang menganggap Mempromosikan Diri adalah sesuatu yang tidak penting.

  • Lemahnya Peranan Dosen di Bangku Kuliah

Di sini, saya bukan mau menyalahkan hasil didikan dari para dosen, tentu saya pun banyak berterimakasih kepada para dosen yang telah turut andil mengantarkan mahasiswa-mahasiswinya sampai menjadi sarjana.

saya hanya menilik lebih dalam dan berdasarakan pengalaman pribadi saya juga, memang, di bangku kuliah, dosen hanya mengajarkan hal yang terkait mata perkuliahan, tapi kita sebagai mahasiswa tidak diajarkan tentang “Alternatif setelah lulus kuliah mau ngapain?”

karena kebanyakan dari kita, adalah generasi milenial, yang mungkin bisa diartikan ajaran dari para dosen tersebut “Ketinggalan Zaman” kenapa ketinggalan zaman? Mungkin ilmu dan penelitian terus update, tapi kan lulusan gak semuanya jadi peneliti, iya kan?  karena setidaknya jurusan itu mengenalkan potensi dunia luar juga, bukan sekadar penelitian.

  • Sebagian dari Kita Belum Tahu Passion nya Apa

Mungkin sudah banyak di bahas dimana-mana tentang pentingnya menemukan passion dalam diri masing-masing. Kenapa? Biar gak salah langkah! Kalau saya menyebutnya. Karena passion itu akan menuntun kita kepada pekerjaan yang menyenangkan. Jadi jangan melulu berpikir, “Saya kuliah di jurusan ekonomi, maka dari itu, saya harus dapet kerjaan yang sesuai dengan jurusan ekonomi pula.” Bukan seperti itu, tapi misalnya kita menemukan bahwa minat kita adalah kepada dunia kepenulisan, maka tekuni saja hal itu.

Karena saya pun pernah mendengar perkataan ini “Idealnya bekerja sesuai jurusan saat kuliah, tapi bahagia nya bekerja adalah sesuai passion dalam hidup.” Maka dari itu, di sini saya dapat mengambil kesimpulan mereka yang sukses-bahagia-mulia adalah orang yang mengerjakan apa yang mereka suka, dan kemudian menjadi ahli di bidang yang mereka tekuni, mereka tidak mengejar uang, mereka mencari kepuasan bathin, urusan uang biasanya jadi ngikutin. Istilah ini mereka sebut sebagai ‘hobby yang menghasilkan’.

Sumber: maulasam.id
Sumber: maulasam.id
Bukan bermaksud untuk mengoreksi, tapi ada benernya juga ketika paradigma orang untuk kuliah adalah biar mudah mencari kerja, padahal fakta udah ada di mana-mana. Dan makin parah ketika mereka berpikir, wisuda tepat waktu, kuliah semua mudah, skripsi tanpa revisi, lulus nilai bagus, nilai bagus kerja mulus. Sekali lagi hidup tidak sebercanda itu, kalau kata Sudjiwo Tedjo.

Kemudian, siapa dong yang patut disalahkan atas terjadinya pengangguran ini? Menyalahkan bapak Jokowi? Oh tentu bukan. Menyalahkan para lulusan Sarjana Bisnis? Hmm, mungkin. Karena para sarjana bisnis ini bukan membuka lowongan pekerjaan tapi malah ikut-ikutan mencari kerja lewat job fair. Hehehe.

Nah, bagi kalian yang belum bekerja, semoga segera dapet pekerjaan ya. Salah jurusan itu gak masalah, karena saya pun berangkat dari jurusan yang tidak sesuai dengan pekerjaan saya sekarang ini. asal jangan salah pekerjaan. Dan selalu ingat bahwa, pengangguran itu bukan aib pribadi! Tetap semangat dan jangan lupa bahagia ya! (DEW)

Salam Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun