Mohon tunggu...
Rachmah Dewi
Rachmah Dewi Mohon Tunggu... Penulis - DEW | Jakarta | Books Author | Certified Content Writer and Copywriter

Books Author | Certified Content Writer and Copywriter | Email: dhewieyess75@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Ketika di Usia 17 Tahun Sudah Bergelar Sarjana Kedokteran

29 April 2016   12:19 Diperbarui: 29 April 2016   12:28 709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rafida Helmi Sarjana Kedokteran Termuda | Sumber: @RafidaHelmi
“Kuliah itu beda sama SMA, santai aja lah jadi mahasiswa itu. Let it flow aja!”

Pernah mendengar ungkapan semacam itu? Ya, hampir di tiap perguruan tinggi kita kerap kali mendengar ungkapan semacam itu yang dilontarkan oleh para mahasiswa, terutama mahasiswa pada tingkat satu dan tingkat dua yang sedang sibuk-sibuknya mencari jati diri. Dan memang saya banyak mengamati di perguruan tinggi banyak di antara teman saya yang cenderung santai menghadapi dunia perkuliahan sampai-sampai belum lulus saat ini.

Dan umumnya, seseorang mendapat gelar sarjana adalah ketika usia dia menginjak 22 tahun atau 23 tahun. lalu bagaimana jika usia 17 tahun sudah berhasil mendapat gelar sarjana? Dan gelar sarjana nya pun ini juga sangat begengsi, yakni Sarjana Kedokteran? 

Hal ini, dialami oleh salah seorang puteri terbaik bangsa Indonesia, Rafida Helmi pada usianya yang ke 17 tahun 8 bulan ini menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang pada tanggal 18 April 2016 pekan lalu. Seperti yang sudah saya baca di beberapa media cetak maupun media online kenamaan Indonesia, Rafida Helmi menjadi Sarjana termuda di Indonesia. Gadis asal Sukabumi ini meraih gelar sarjana kedokteran dalam waktu 3,5 tahun.

Menempuh pendidikan dalam disiplin ilmu kedokteran bukan hal yang mudah. Butuh ekstra perjuangan baik fisik maupun mental. Saya pun mengetahui bahwa menempuh pendidikan dokter itu butuh kesabaran yang luar biasa karena kakak saya pun sendiri berprofesi sebagai seorang dokter. Kakak saya pun pernah berkata “Kalau gak kuat-kuat banget jangan masuk fakultas kedokteran deh. Ini bener-bener gak main-main lho, tidur aja Cuma 2-3 jam lah selebihnya belajar karena tiada hari tanpa ujian dan praktik”

Tapi kesulitan menimba ilmu di fakultas kedokteran ini nyatanya bisa dilalui dengan baik oleh Rafida Helmi, putri ketiga dari tiga bersaudara pasangan AKBP (purnawirawan) Helmi dan Rofiah ini juga tercatat sebagai mahasiswa termuda di Unissula, yakni pada usia 13 tahun enam bulan. Dia resmi diterima menjadi mahasiswa baru Unissula melalui jalur Penelusuran Bakat Skolastik (PBS).

Menurut berita yang saya baca, Rafida Helmi juga mempunyai kakak seorang dokter, ya kakak pertama Rafida yang bernama Riana Helmi, juga menjadi lulusan termuda Universitas Gadjah Mada (UGM) saat itu, Riana lulus Sarjana Kedokteran pada usia 17 tahun 11 bulan, saat itu Riana juga memecahkan rekor dari MURI (Museum Rekor Indonesia). Sebenarnya niatan awal Rafida Helmi bukanlah ingin menjadi seorang dokter melainkan menjadi guru, dia menuturkan karena kakak-nya menjadi dokter lah semangat tersebut muncul. Hingga akhirnya sekarang Riana berhasil meraih gelar sarjana kedokteran dalam usia yang sangat belia. Dari sejak duduk di bangku sekolah pun Rafida Helmi memang sudah tercatat sebagai siswa dalam kelas akselarasi, kelas percepatan nama lainnya. Karena mengikuti program akselerasi, ketika berusia 4 tahun 10 bulan Rafidah masuk ke SD Sriwidari Sukabumi dan menyelesaikan pendidikannya selama lima tahun. Kemudian dilanjut di SMP selama dua tahun dan SMA juga dua tahun dan kemudian lulus.

dokter-termuda-rafidah-helmi-5722e3a3f492731806c6ed9a.jpg
dokter-termuda-rafidah-helmi-5722e3a3f492731806c6ed9a.jpg
Usai wisuda, 18 April 2016 | Sumber foto: Sindonews.com

Dari cerita Rafida Helmi sebagai sarjana kedokteran termuda ini, kita banyak mengambil pelajaran bahwa di dunia ini tidak ada hal yang tidak mungkin, semua bisa terjadi sesuai dengan kehendak-Nya. Dan membahagiakan keluarga terutama orangtua itu sederhana, contohnya dengan belajar tekun juga menjadi anak berprestasi itu sudah sangat membahagiakan keluarga dan orangtua. Dan selagi muda, maka perbanyaklah prestasi. Kenyataan nya, walaupun Rafida Helmi menjadi siswa yang selalu duduk di bangku akselarasi dari mulai Sekolah Dasar sampai sekolah menengah atas ini tidak membuat kehilangan masa mudanya atau membuat masa mudanya menjadi tertekan., bahkan Rafida tetap senang bermain sebagimana anak-anak seusianya. Jadi, ya balik lagi saja ke diri kita sendiri, mau menjadi seperti apakah kita? Mau menjadi anak yang menerapkan prinsip “kuliah let it flow aja” atau mau menciptakan prinsip “saya mau jadi anak yang berprestasi di bangku kuliah” semuanya ada dalam diri masing-masing (DEW)

Salam Kompasiana!

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun