Mohon tunggu...
Rachmadina Awaliyah Nur Said
Rachmadina Awaliyah Nur Said Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UMY

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Generasi Strawberry: Generasi Hasil Konten Mental Health

7 Januari 2024   13:28 Diperbarui: 7 Januari 2024   13:49 1209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: peanutblossom.com

Memasuki zaman yang serba digital, perkembangan ini menawarkan kemudahan salah satunya dalam hal mengakses dan mendapatkan informasi. Kemudahan ini menghasilkan arus informasi yang cepat sehingga khalayak mampu memproduksi dan juga mengkonsumsi informasi dalam waktu yang singkat.

Cepatnya arus informasi berdampak pada cepatnya penyebaran informasi seperti informasi terkait mental health. Mental health atau kesehatan mental menjadi salah satu contoh konten dari hasil cepatnya penyebaran informasi di media sosial dan media online lainnya. 

Mental health kini menjadi topik yang paling sering dibahas di tengah masyarakat Indonesia terutama pada kalangan remaja. Isu ini mengundang atensi yang tinggi karena isu ini bukanlah pembahasan yang umum atau masih tabu untuk dibicaraka di tengah masyarakat. 

Terlebih lagi, isu ini semakin marak dibicarakan karena mayoritas pengguna yang dimana merupakan para remaja banyak yang sedang dalam fase yang cemas, tertekan, overthinking, insecure, dan masih banyak lagi.. Kondisi inilah yang disebut "relate" atau kesesuaian atau berkaitan atau memiliki hubungan antara apa yang sedang dirasakan dan tontonan terkait konten mental health yang dikonsumsi.

Menurut World Health Organization (WHO) mental health atau kesehatan mental adalah keadaan sejahtera mental yang memungkinkan seseorang mengatasi tekanan hidup, menyadari kemampuannya, belajar dengan baik dan bekerja dengan baik, serta berkontribusi pada komunitasnya. Kesehatan dan kesejahteraan mental merupakan hal mendasar. 

Hal ini mampu mempengaruhi manusia dalam mengatasi permasalahan serta tekanan dalam hidup sehingga mampu untuk mengambil keputusan, membangun hubungan, dan mengembangkan kepribadian.

Menurut Zakiah Daradjat (1982) sebagai ahli psikologi berpendapat bahwa kesehatan mental merupakan terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara individu dengan dirinya sendiri dan lingkungannya. Maka dari itu kesehatan mental menjadi hal yang fundamental dalam mempengaruhi keserasian dan pengambilan keputusan dalam hidup.

Pada dasarnya, konten mental health muncul untuk mengedukasi untuk membangun kesadaran dan kepedulian akan kondisi kesehatan mental. Konten edukasi ini menjadi langkah awal yang baik untuk mengenali dan menyadari gejala masalah mental sehingga dapat melakukan antisipasi sedini mungkin. Namun apa jadinya, jika konten mental health yang semula ditujukan untuk edukasi, ternyata melahirkan sebuah generasi baru dengan mental yang rapuh?   

Kemunculan generasi strawberry menjadi akibat dari intensnya terpaan konten mental health di media sosial. Buah strawberry merupakan buah yang tumbuh subur, memiliki warna yang cantik, eksotis dan indah, namun jika terkena sentuhan dia mudah rapuh. Buah strawberry menjadi penggambaran yang tepat untuk generasi strawberry. 

Menurut Rhenald Kasali dari bukunya Strawberry Generation, generasi strawberry merupakan generasi yang menawan, cerdas dan kreatif, namun mudah sakit hati, mudah menyerah, dan memiliki daya juang yang rendah. Inilah generasi remaja yang saat ini banyak bermunculan di Indonesia. Hal ini salah satunya diakibatkan dari intensnya terpaan konten mental health yang dilihat dan dikonsumsi oleh kalangan remaja sebagai pengguna aktif media sosial tertinggi. 

Mereka hanya berdasar pada perasaan "relate" yang akhirnya berujung pada perilaku "self diagnosis" yaitu perilaku mendiagnosa keadaan diri sendiri hanya berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya dan informasi yang beredar di internet. Melihat ini, self diagnosis menjadi hal yang sangat berbahaya apabila dilakukan karena hasil diagnosa tidak melibatkan pihak yang ahli dan mempengaruhi pikiran kita akan kondisi diri kita yang mana itu belum pasti akan kebenarannya.

Banyaknya informasi konten mental health yang diterima kemudian melakukan self diagnosis hanya berdasarkan perasaan "relate" tanpa melibatkan pihak yang ahli, menjadi penyebab remaja menjadi generasi strawberry. Dengan alasan demi menjaga kesehatan mental, banyak para remaja yang akhirnya enggan untuk melakukan kegiatan yang berada di bawah tekanan. 

Alhasil sikap ini seperti "memanjakan" mental mereka sehingga tidak terbiasa berada dalam tekanan hingga lingkungan yang keras. Hal inilah yang menyebabkan kini banyak remaja yang mudah mengeluh, sakit hati dan tertekan sehingga berpengaruh juga pada kemampuan menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. 

Contohnya, ada banyak remaja yang kini ketika diharuskan untuk bekerja dalam lingkungan yang penuh tekanan, mereka akan langsung banyak mengeluh dan cepat menyerah. Tak jarang mereka menuding bahwa senior menjadi salah satu sumber depresi karena memberikan tekanan.

Generasi strawberry dengan sikap yang mudah menyerah, mudah patah semangat, dan sulit menyelesaikan masalah ini juga ternyata berdampak cukup panjang. Rapuhnya kekuatan mentalitas para remaja saat ini juga terbukti pada banyaknya remaja yang akhirnya memilih untuk curhat melalui media sosial. 

Media sosial yang biasanya dijadikan media untuk curhat adalah twitter atau X. Biasanya para remaja menyebut sesi curhat di twitter ini disebut dengan "sambat" yaitu cuitan yang berisi tentang keluhan-keluhan yang sedang dirasakan.

Besarnya pengaruh terpaan konten mental health yang dikonsumsi yang akhirnya berdampak pada melakukan self diagnsosis, memiliki efek akhir yang fatal yaitu keputusan untuk mengakhiri hidup. Beberapa studi menunjukkan bahwa lebih dari 80% mereka yang merasa menderita gangguan kesehatan mental enggan untuk borkonsultasi dan mencari bantuan kepada pihak yang ahli. Banyak orang yang masih menganggap bahwa jika berkonsultasi oleh psikolog maka orang itu dicap sebagai "orang gila." Pelabelan inilah yang dihindari sehingga akhirnya banyak yan memilih untuk tidak mengkonsultasikan atau meminta bantuan. 

Oleh karena itu, kini kita bisa menyadari bahwa angka bunuh diri yang semakin meningkat saat ini dan mayoritasnya adalah pelajar atau mahasiswa, dikarenakan tidak mendapatkan bantuan dari pihak yang ahli dan hanya berdasar pada self diagnosis semata. Berdasarkan data dari Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Kepolisian RI (Polri), ada 971 kasus bunuh diri di Indonesia sepanjang periode Januari hingga 18 Oktober 2023. Angka ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang sebesar 900 kasus. Angka ini seharusnya bisa menyadarkan kita semua bahwa konten mental health sudah tidak selaras dengan tujuannya yaitu untuk edukasi. Hal ini harus menjadi perhatian yang besar bagi seluruh masyarakat terutama para remaja yang sering menonton konten terkait mental health untuk tidak melakukan self diagnosis yang tidak berdasar terlebih lagi jika sampai melakukan pilihan yang ekstrim.

Dalam bukunya, Rhenald Kasali memberikan solusi untuk menangani tumbuhnya generasi strawberry dan kembali membangkitkan mentalitas yang kuat pada pada kalangan remaja, yaitu:

  • Para remaja harus meningkatkan literasinya

Mudahnya pengaksesan informasi melalui media sosial membuat banyak sekali informasi baru yang muncul setiap detiknya, terutama terkait mental health. Oleh karena itu sebagai pengguna aktif, para remaja harus memiliki keterampilan yang baik dalam literasi dengan memahami informasi-informasi terkini secara mendalam sehingga informasi yang dikonsumsi merupakan informasi yang berkualitas dan terbukti kebenarannya.

  • Tidak melakukan self diagnosis

Konten yang memuat terkait mental health sangat mudah mengahsilkan para penggunanya melakukan self diagnose dengan bermodalkan perasaan "relate" yang dirasakan oleh penonton. Jika memang kita merasakan kesamaan atau merasa ada yang tidak beres dengan kesehatan mental kita, jangan ragu untuk menannyakan kondisi yang dirasakan kepada orang yang lebih profesional. Hal ini dapat membantu untuk memastikan keadaan kita yang sebenarnya bukan berasal dari hasil menerka-nerka semata.

  • Peranan orangtua

Dalam hal ini, orang tua pun memiliki peran yang sama dalam membentuk generasi yang bermental kuat. Ada banyak caranya, seperti tidak terlalu memanjakan anak dengan berlebihan, memberikan hukuman sewajarnya jika anak melakukan kesalahan, memberi pemahaman dan validasi akan perasaan yang mereka rasakan, hingga mendampingi setiap langkah dan keputusan yang diambil.

  • Peranan pendidik

Tidak hanya orang tua dan remaja itu sendiri, pendidik pun memiliki peran. Pendidik harus dapat mengembangkan situasi yang lebih eksploratif dan menyenangkan. Serta, memberikan pembelajaran pengendalian diri secara emosional dan penigkatan kepercayaan diri bagi remaja.

Mempelajari hal ini, tentunya bisa menjadi pelajaran bagi kita, ketika dihadapkan dengan arus informasi yang cepat maka kita harus bisa cermat dalam menerima informasi. Informasi yang kita ambil harus dari beragam sumber yang tentunya terpercaya dan akurat berdasarkan data dari para ahli. Ketika kita memang merasa ada gangguan terkait kondisi mental, maka segeralah untuk berkonsultasi kepada pihak yang ahli agar mendapat penanganan dan pengobatan yang tepat. Selalu berfikir positif kepada diri sendiri dapat memperkuat dan menjaga kesehatan mental.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun