Mohon tunggu...
RACHMAD YULIADI NASIR
RACHMAD YULIADI NASIR Mohon Tunggu... -

ARTIKEL TERBARU :\r\nwww.kompasiana.com/gelandanganpolitik\r\n\r\nPenulis Lepas, Saya Orang Biasa.\r\nBerasal dari tanah dan akan kembali lagi kedalam tanah.\r\n\r\nSalam untuk semua Penulis kompasiana, \r\nRachmad Yuliadi Nasir, \r\nINDEPENDENT, \r\n\r\nwww.facebook.com/rachmad.bacakoran,\r\nEmail:rbacakoran(at) yahoo (dot) com,\r\nwww.kompasiananews.blogspot.com,\r\nwww.facebook.com (Grup:RACHMAD YULIADI NASIR), \r\n(Grup:Gerakan Facebookers Berantas Korupsi Tangkap Dan Adili Para koruptor),\r\n(Grup:Gerakan Facebookers 1.000.000 Orang Visit Kilometer Nol Sabang Aceh)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Presiden Tidak Dapat Dijatuhkan di Tengah Masa Jabatannya

12 Juli 2011   01:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:45 549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

JAKARTA-Indonesia telah beberapa kali berganti kepala pemerintahan yakni 5 presiden. Hanya Presiden Seokarno, Presiden Soeharto dan Presiden Abdurrahman Wahid yang turun di tengah jalan saat mereka berkuasa.

Kita ketahui peristiwa pemakzulan Presiden ke empat, Abdurrahman Wahid oleh Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR) dalam sidang istimewa tahun 2001 merupakan fenomena ketatanegaraan yang tidak konsisten dengan sistem pemerintahan presidensiil. Hal itu menjadi salah satu landasan dibentuknya Mahkamah Konstitusi (MK). "Dalam sistem presidensiil, seorang Presiden tidak dapat dijatuhkan di tengah masa jabatannya karena sifatnya yang fixed term (kepastian masa jabatan yang tetap) terlebih lagi dengan alasan politik,"ujar hakim ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, pada acara  Simposium Internasional MK, The International Symposium “Constitutional Democratic State” di Jakarta.

Peristiwa pemakzulan Presiden tersebut mencetuskan pemikiran para pengubah UUD untuk mencari mekanisme yang dapat digunakan dalam proses pemberhentian Presiden atau Wakil Presiden agar tidak lagi diberhentikan berdasarkan alasan politis. "Karena itu disepakati mengenai perlunya mekanisme serta adanya lembaga hukum MK yang berkewajiban menilai terlebih dahulu pelanggaran hukum yang dilakukan Presiden atau Wakil Presiden,"ujar Mahfud MD.

Jadi harus dinilai ada pelanggaran hukum yang dilakukan Presiden dan Wakil presiden yang menyebabkan mereka diberhentikan dalam masa jabatannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun