JAKARTA-Indonesia telah beberapa kali berganti kepala pemerintahan yakni 5 presiden. Hanya Presiden Seokarno, Presiden Soeharto dan Presiden Abdurrahman Wahid yang turun di tengah jalan saat mereka berkuasa.
Kita ketahui peristiwa pemakzulan Presiden ke empat, Abdurrahman Wahid oleh Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR) dalam sidang istimewa tahun 2001 merupakan fenomena ketatanegaraan yang tidak konsisten dengan sistem pemerintahan presidensiil. Hal itu menjadi salah satu landasan dibentuknya Mahkamah Konstitusi (MK). "Dalam sistem presidensiil, seorang Presiden tidak dapat dijatuhkan di tengah masa jabatannya karena sifatnya yang fixed term (kepastian masa jabatan yang tetap) terlebih lagi dengan alasan politik,"ujar hakim ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, pada acara Simposium Internasional MK, The International Symposium “Constitutional Democratic State” di Jakarta.
Peristiwa pemakzulan Presiden tersebut mencetuskan pemikiran para pengubah UUD untuk mencari mekanisme yang dapat digunakan dalam proses pemberhentian Presiden atau Wakil Presiden agar tidak lagi diberhentikan berdasarkan alasan politis. "Karena itu disepakati mengenai perlunya mekanisme serta adanya lembaga hukum MK yang berkewajiban menilai terlebih dahulu pelanggaran hukum yang dilakukan Presiden atau Wakil Presiden,"ujar Mahfud MD.
Jadi harus dinilai ada pelanggaran hukum yang dilakukan Presiden dan Wakil presiden yang menyebabkan mereka diberhentikan dalam masa jabatannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H