Mohon tunggu...
RACHMAD YULIADI NASIR
RACHMAD YULIADI NASIR Mohon Tunggu... -

ARTIKEL TERBARU :\r\nwww.kompasiana.com/gelandanganpolitik\r\n\r\nPenulis Lepas, Saya Orang Biasa.\r\nBerasal dari tanah dan akan kembali lagi kedalam tanah.\r\n\r\nSalam untuk semua Penulis kompasiana, \r\nRachmad Yuliadi Nasir, \r\nINDEPENDENT, \r\n\r\nwww.facebook.com/rachmad.bacakoran,\r\nEmail:rbacakoran(at) yahoo (dot) com,\r\nwww.kompasiananews.blogspot.com,\r\nwww.facebook.com (Grup:RACHMAD YULIADI NASIR), \r\n(Grup:Gerakan Facebookers Berantas Korupsi Tangkap Dan Adili Para koruptor),\r\n(Grup:Gerakan Facebookers 1.000.000 Orang Visit Kilometer Nol Sabang Aceh)

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Memahami Penyakit Tuberkulosis

22 Januari 2010   09:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:19 2573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tuberkulosis (TBC/TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobacterium Tuberculosis. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia.

Insidensi TB dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia. Demikian pula di Indonesia, Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan, baik dari sisi angka kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya. Dengan penduduk lebih dari 200 juta orang, Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan China dalam hal jumlah penderita di antara 22 negara dengan masalah TB terbesar di dunia.

Jumlah penderita TB paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat. Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TB paru, dan setiap dua menit muncul satu penderita baru TB paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu orang meninggal akibat TB di Indonesia.
Micobacterium tuberculosis (TB) telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia, menurut WHO sekitar 8 juta penduduk dunia diserang TB dengan kematian 3 juta orang per tahun (WHO, 1993). Di negara berkembang kematian ini merupakan 25% dari kematian penyakit yang sebenarnya dapat diadakan pencegahan.

Diperkirakan 95% penderita TB berada di negara-negara berkembang dengan munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia jumlah penderita TB akan meningkat. Kematian wanita karena TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan serta nifas (WHO). WHO mencanangkan keadaan darurat global untuk penyakit Tuberkulosis  pada tahun 1993 karena diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman Tuberkulosis.

Di Indonesia TB kembali muncul sebagai penyebab kematian utama setelah penyakit jantung dan saluran pernafasan. Penyakit TB paru, masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada semua golongan usia dan nomor I dari golongan infeksi.

Diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru TB dimana sekitar 1/3 penderita terdapat disekitar puskesmas, 1/3 ditemukan di pelayanan rumah sakit/klinik pemerintahan swasta, praktek swasta dan sisanya belum terjangku unit pelayanan kesehatan.

Sedangkan kematian karena TB diperkirakan 175.000 per tahun. Penyakit TB menyerang sebagian besar kelompok usia kerja produktif, penderita TB kebanyakan dari kelompok sosio ekonomi rendah. Dari 1995-1998, cakupan penderita TB Paru dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy) atau pengawasan langsung menelan obat jangka pendek/setiap hari- baru mencapai 36% dengan angka kesembuhan 87%.

Sebelum strategi DOTS (1969-1994) cakupannya sebesar 56% dengan angka kesembuhan yang dapat dicapai hanya 40-60%. Karena pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak cukup dimasa lalu kemungkinan telah timbul kekebalan kuman TB terhadap OAT (obat anti tuberkulosis) secara meluas atau multi drug resistance (MDR).

Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman keudara dalam bentuk Droplet (percikan Dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan.

Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran linfe, saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh lainnya.

Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.

Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

Pengaruh Infeksi HIV, Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (Cellular Immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.

Gejala - gejala Tuberkulosis, Gejala Umum :
Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih. Gejala lain yang sering dijumpai :
Dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan.

Terapi TB, Karena yang menjadi sumber penyebaran TB adalah penderita TB itu sendiri, pengontrolan efektif TB mengurangi pasien TB tersebut. Ada dua cara yang tengah dilakukan untuk mengurangi penderita TB saat ini, yaitu terapi dan imunisasi. Untuk terapi, WHO merekomendasikan strategi penyembuhan TBC jangka pendek dengan pengawasan langsung atau dikenal dengan istilah DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy).

Dalam strategi ini ada tiga tahapan penting, yaitu mendeteksi pasien, melakukan pengobatan, dan melakukan pengawasan langsung. Deteksi atau diagnosa pasien sangat penting karena pasien yang lepas dari deteksi akan menjadi sumber penyebaran TB berikutnya. Seseorang yang batuk lebih dari 3 minggu bisa diduga mengidap TB.

Orang ini kemudian harus didiagnosa dan dikonfirmasikan terinfeksi kuman TB atau tidak. Sampai saat ini, diagnosa yang akurat adalah dengan menggunakan mikroskop. Diagnosa dengan sinar-X kurang spesifik, sedangkan diagnosa secara molekular seperti Polymerase Chain Reaction (PCR) belum bisa diterapkan.

Jika pasien telah diidentifikasi mengidap TB, dokter akan memberikan obat dengan komposisi dan dosis sesuai dengan kondisi pasien tersebut. Adapun obat TB yang biasanya digunakan adalah isoniazid, rifampicin, pyrazinamide, streptomycin, dan ethambutol. Untuk menghindari munculnya bakteri TB yang resisten, biasanya diberikan obat yang terdiri dari kombinasi 3-4 macam obat ini.

Dokter atau tenaga kesehatan kemudian mengawasi proses peminuman obat serta perkembangan pasien. Ini sangat penting karena ada kecendrungan pasien berhenti minum obat karena gejalanya telah hilang. Setelah minum obat TB biasanya gejala TB bisa hilang dalam waktu 2-4 minggu. Walaupun demikian, untuk benar-benar sembuh dari TB diharuskan untuk mengkonsumsi obat minimal selama 6 bulan.

Efek negatif yang muncul jika kita berhenti minum obat adalah munculnya kuman TB yang resisten terhadap obat. Jika ini terjadi, dan kuman tersebut menyebar, pengendalian TB akan semakin sulit dilaksanakan.
DOTS adalah strategi yang paling efektif untuk menangani pasien TB saat ini, dengan tingkat kesembuhan bahkan sampai 95 persen.

DOTS diperkenalkan sejak tahun 1991 dan sekitar 10 juta pasien telah menerima perlakuan DOTS ini. Di Indonesia sendiri DOTS diperkenalkan pada tahun 1995 dengan tingkat kesembuhan 87 persen pada tahun 2000.
Angka ini melebihi target WHO, yaitu 85 persen, tapi sangat disayangkan bahwa tingkat deteksi kasus baru di Indonesia masih rendah. Berdasarkan data WHO, untuk tahun 2001, tingkat deteksi hanya 21 persen, jauh di bawah target WHO, 70 persen. Karena itu, usaha untuk medeteksi kasus baru perlu lebih ditingkatkan lagi.

Imunisasi, Pengontrolan TB yang kedua adalah imunisasi. Imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyaki TB. Vaksin TB, yang dikenal dengan nama BCG terbuat dari bakteri M tuberculosis strain Bacillus Calmette-Guerin (BCG). Bakteri ini menyebabkan TB pada sapi, tapi tidak pada manusia. Vaksin ini dikembangkan pada tahun 1950 dari bakteri M tuberculosis yang hidup (live vaccine), karenanya bisa berkembang biak di dalam tubuh dan diharapkan bisa mengindus antibodi seumur hidup. Selain itu, pemberian dua atau tiga kali tidak berpengaruh. Karena itu, vaksinasi BCG hanya diperlukan sekali seumur hidup.

Di Indonesia, diberikan sebelum berumur dua bulan.
Imunisasi TB ini tidak sepenuhnya melindungi kita dari serangan TB. Tingkat efektivitas vaksin ini berkisar antara 70-80 persen. Karena itu, walaupun telah menerima vaksin, kita masih harus waspada terhadap serangan TB ini. Karena efektivitas vaksin ini tidak sempurna, secara global ada dua pendapat tentang imunisasi TB ini.

Pendapat pertama adalah tidak perlu imunisasi, Amerika Serikat adalah salah satu di antaranya. Amerika Serikat tidak melakukan vaksinasi BCG, tetapi mereka menjaga ketat terhadap orang atau kelompok yang berisiko tinggi serta melakukan diagnosa terhadap mereka. Pasien yang terdeteksi akan langsung diobati. Sistem deteksi dan diagnosa yang rapi inilah yang menjadi kunci pengontorlan TB di AS.

Pendapat yang kedua adalah perlunya imunisasi. Karena tingkat efektivitasnya 70-80 persen, sebagian besar rakyat bisa dilindungi dari infeksi kuman TB. Negara-negara Eropa dan Jepang adalah negara yang menganggap perlunya imunisasi. Bahkan Jepang telah memutuskan untuk melakukan vaksinasi BCG terhadap semua bayi yang lahir tanpa melakukan tes Tuberculin, tes yang dilakukan untuk mendeteksi ada-tidaknya antibodi yang dihasikan oleh infeksi kuman TB.

Jika hasil tes positif, dianggap telah terinfeksi TB dan tidak akan diberikan vaksin. Karena jarangnya kasus TB di Jepang, dianggap semua anak tidak terinfeksi kuman TB, sehingga diputuskan bahwa tes Tuberculin tidak perlu lagi dilaksanakan.

Setiap pasien patut mendapatkan pelayanan yang baik dan benar dalam keadaan yang akrab dengan dukungan yang sungguh-sungguh dari keluarga, teman dan masyarakat. pasien juga patut memeroleh nasihat dan pengobatannya berdasarkan aturan yang berlaku. MDR-TB adalah penyakit TB yang kebal obat sehingga pengobatannya memelurkan waktu sekurang-kurangnya 2 tahun sedangkan pasien TB-HIV adalah pasien TB yang terinfeksi HIV.

Pasien patut mengetahui nama, jumlah takaran, cara dan waktu minum obat yang akan diterimanya. Bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan (efek samping) harus memeriksakan pada petugas pelayan kesehatan. yang mudah tertular TB adalah anak-anak, lansia dan orang dengan status gizi yang rendah.

Menutup mulut bila batuk dan bersin, dahak dibuang ke wadah tertutup yang diberi air sabun agar tidak membahayakan orang lain. Ingat, gejala TB yaitu batuk berdahak terus menerus selama 2 minggu, demam, nafsu makan kurang, malam berkeringat walau tanpa melakukan aktivitas. Setiap pasien TB harus saling membantu mengingatkan menelan obat dan saling memberi dukungan.

SEMOGA ANDA LEKAS SEMBUH.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun