Penulis: Rachmad Oky Syaputra (Dosen HTN FH Unilak/Direktur LAPI HUTTARA)
Seketika sorotan publik tertuju kepada Wakil Bupati Rokan Hilir (2021-2024) yang notabene adalah pemimpin daerah dengan mengurusi masyarakat lebih kurang 640.000 jiwa, daerah Rokan Hilir akrab dijuluki sebagai daerah Seribu Kubah karena mengingat kearifan daerahnya yang sejalan dengan semangat religius keisalaman masyarakatnya.
Akhir-akhir ini Wakil Bupati Rokan Hilir (Wabup Rohil) mendapatkan surplus popularitas bukan karena prestasinya namun akibat kedapatan berduaan di kamar hotel bersama wanita yang bukan istrinya. Belakangan kita mengetahui bahwa wanita tersebut merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang memgang jabatan Kepala Bidang di Dinas Pendapatan Daerah Rokan Hilir.
Lebih dalam lagi, ternyata wanita tersebut telah memiliki suami yang sah dan sebaliknya Wakil Bupati juga telah memiliki istri yang sah. Mendengar peristiwa itu pada awalnya publik menaruh harapan itu hanyalah berita “hoax” belaka.
Namun publik justru merasa yakin peristiwa itu benar adanya setelah Polda Riau melalui Dirkrimum Polda Riau Kombes Asep Darmawan dalam sebuah wawancara menerangkan kebenaran apa yang terjadi terkait Wabub Rohil yang kedapatan berduaan dikamar hotel bersama wanita lain yang bukan istrinya.
Mengingat Wabup Rohil adalah pemegang tampuk kekuasaan kedua di wilayahnya maka yang harus dipegang adalah otoritas jabatan publiknya sebagai Wakil Kepala Daerah dan tidak bisa lagi dipersamakan dengan “urusan pribadi (privat)” pejabat tersebut.
Wajar adanya masyarakat menghakimi “aib” dari seorang pejabat tersebut karena tidak ada satupun masyarakat yang menginginkan jabatan Wakil Bupati diisi oleh orang yang melakukan perbuatan tercela.
Sebaliknya, Wabup Rohil juga dibenarkan untuk membela diri secara pribadi ataupun sebagai pejabat publik untuk membantah stigma negatif yang tertuju kepada dirinya, Wabup Rohil boleh saja berdalih dengan beribu-ribu pembelaan bahwa apa yang ada dalam pemberitaan adalah sebuah kekeliruan.
Mengingat jabatan Wakil Bupati hidup dalam rumpun otoritas publik maka sangat keliru peristiwa tersebut dibawa kedalam urusan personal sekalipun ada pembelaan dari pasangan sah masing-masing yang bertujuan menormalisasi keadaan.