Mohon tunggu...
Rachmad Oky
Rachmad Oky Mohon Tunggu... Dosen - Peneliti Hukum Tata Negara (Lapi Huttara)

Penulis merupakan Direktur sekaligus Peneliti pada Lembaga Peneliti Hukum Tata Negara (Lapi Huttara) HP : 085271202050, Email : rachmadoky02@gmail.com IG : rachmad_oky

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Perppu Cipta Kerja Sah dan Konstitusional

7 Januari 2023   14:39 Diperbarui: 7 Januari 2023   15:51 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika Perppu itu diterima oleh MK maka Perppu itu berubah menjadi Undang-Undang namun sebaliknya jika Perppu itu ditolak oleh DPR maka Perppu itu harus dicabut berdasarkan UU dengan memperhatikan konsekuensi hukum yang terjadi apabila Perppu dicabut.

Menyoal sah dan konstitusionalnya Perppu Cipta Kerja tentu tidak dapat pula dinilai secara objektif, karena sesuatu keadaan yang memaksa dan mendesak tidak  hanya bisa dilihat dari kaca mata publik dan tidak terlarang pula itu dapat dilihat dari subjektifitas intuisi Presiden, lagi pula Perppu Cipta Kerja adalah produk peraturan perundang-undangan yang tidak bertahan lama karena Perppu Cipta Kerja tersebut akan dinilai objektifitasnya oleh DPR RI apakah diterima atau ditolak.

Lalu apakah dengan menerbitkan Perppu Cipta Kerja Presiden dapat dikatakan melangkahi putusan MK No. 91/PUU-XVII/2020 dan melawan UUD 1945 NRI ?

Melihat Perppu Cipta Kerja yang dibenturkan dengan  putusan MK No. 91/PUU-XVII/2020 tentu sekiranya perlu dilihat kembali dari landasakan konstitusioal yang berbeda, bahwa putusan MK No. 91/PUU-XVII/2020 adalah hasil pertimbangan hakim atas  terbuktinya UU Cipta Kerja yang bertentangan dengan UUD 1945.

Melihat kedudukan putusan MK tersebut yang memerintahkan “pembentuk UU” agar melakukan perbaikan adalah konstruksi  diatas dasar pembentukan UU dalam keadaan normal sesuai prosedur yang berlaku, situasi yang diharapkan dalam putusan MK adalah situasi prosedur perbaikan UU sebagaimana mestinya dalam  ketiadaan keadaan yang memaksa. Perlu dipahami pula Putusan MK No. 91/PUU-XVII/2020 sama sekali tidak bersinggungan dan menjangkau sebuah keadaan “Kegentingan yang memaksa” karena apa yang ada didalam putusan MK adalah alur normatif dalam prosedur pembentukan UU seperti kelazimannya.

Sementara Perppu Cipta Kerja adalah bentuk penilaian Subjektifitas Presiden yang menerjemahkan adanya hal ihwak kegentingan yang memaksa, ada kondisi-kondisi yang dialami oleh pemerintah membtutuhkan hukum dalam keadaan cepat, mengingat juga  materi isi UU Cipta Kerja adalah UU yang komprehensif dan sangat sistemik yang mengatur beberapa UU menjadi sebuah UU dan  harus dilaksanakan secara cepat.

MK dalam pendiriannya menyatakan bahwa UUD 1945 memberikan hak kepada Presiden untuk menetapkan Perppu dan tidak memberikan hak kepada DPR untuk membuat peraturan sebagai pengganti Undang-Undang.

Di samping itu, dengan disebutnya ”Presiden berhak” terkesan bahwa pembuatan Perppu menjadi sangat subjektif karena menjadi hak dan tergantung sepenuhnya kepada Presiden. Pembuatan Perppu memang di tangan Presiden yang artinya tergantung kepada penilaian subjektif Presiden, namun demikian tidak berarti bahwa secara absolut tergantung kepada penilaian subjektif Presiden karena pada dasarnya MK telah memberi 3 (tiga) syarat dalam memaknai “kegentingan yang memaksa”

Dalam pendirian lainnya MK menyatakan : dalam kasus tertentu dimana kebutuhan akan Undang-Undang sangatlah mendesak untuk menyelesaikan persoalan kenegaraan yang sangat penting yang dirasakan oleh seluruh bangsa, hak Presiden untuk menetapkan Perppu bahkan dapat menjadi amanat kepada Presiden untuk menetapkan Perpu sebagai upaya untuk menyelesaikan persoalan bangsa dan negara.

Melihat cara berpikir MK dalam memaknai terbitnya sebuah Perppu tetaplah menggantungkan keadaan mendesak itu ditangan Presiden maka dengan demikian ketika Perppu Cipta Kerja diterbitkan seketika itu pula Perppu mempunyai kekuatan hukum mengikat. Meminjam pandangan Prof. Jimly Assidiqie bahwa kegentingan yang memaksa hanya memerlukan kebutuhan yang mengharuskan dan keterbatasan waktu berdasarkan keyakinan Presiden.

Perlu diketahui pula Perppu Cipta Kerja bukanlah bentuk produk hukum yang absolut karena MK pun dalam sejarahnya juga membuka diri untuk menguji Perppu sepanjang  dilihat dari aspek perlindungan UUD 1945. Maka untuk melihat apakah alasan dan pertimbangan adanya kegentingan yang memaksa dalam Perppu Cipta Kerja tentu terlebih dahulu diuji alasan-alasan yang ditawarkan Presiden terkait penerbitan Perppu tersebut di MK.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun