Mohon tunggu...
Rachellina Noor A.
Rachellina Noor A. Mohon Tunggu... Ilmuwan - University of Indonesia Student—Biology Major

Shows interest in molecular biology and also an animal lover.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Cahaya Melukis Warna pada Bulu Burung

19 Desember 2019   15:29 Diperbarui: 19 Desember 2019   15:51 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Burung turacos [Sumber: wrs.com.sg]

Burung merupakan makhluk hidup yang memiliki nilai estetika paling tinggi di dunia karena berbagai warna dan corak pada tubuhnya, terutama burung jantan. Warna pada bulu burung jantan tujuannya adalah menarik perhatian betina, namun beberapa jenis burung betinanya memiliki warna yang tidak kalah menarik dengan jantan, contohnya love birds. Namun tahukah kamu darimana asal warna pada bulu burung muncul?

Istilah "warna" pada dasarnya mendefinisikan persepsi yang manusia lihat. Warna dapat dihasilkan karena pantulan gelombang cahaya tertentu ke permukaan benda. Pada bulu burung, terdapat dua jenis mekanisme untuk menghasilkan warna yaitu pigmentasi dan struktur.

Pigmen

Pigmen merupakan komponen kimia yang dapat menyerap panjang gelombang cahaya tampak tertentu sehingga memantulkan cahaya lain ke permukaan, cahaya yang dipantulkan akan menyebar sehingga memunculkan warna. 

Pada bulu burung pigmen sering disebut dengan biopigmen. Biopigmen dapat menunjukkan absorbansi di bawah pencahayaan UV---ada biopigmen yang tampak gelap, kusam, dan kontras rendah, ada juga yang menunjukkan pendaran sehingga terlihat lebih cerah, lebih berwarna atau sangat kontras. Pendaran merupakan hasil dari penyerapan radiasi elektromagnetik pada satu panjang gelombang. 

Menurut penelitian, pendaran ini diperkirakan merupakan pensinyalan atau penanda spesies karena burung dapat melihat dalam jarak energi elektromagnetik yang berbeda dari penglihatan manusia. Terdapat 4 jenis biopigmen pada burung, yaitu karotenoid, melanin, psittacovulnis, dan porphyrin.

Karotenoid

Karotenoid dibagi menjadi dua kelompok yaitu xanthophyll A yang mengandung oksigen, dan beta-caroten yang tidak mengandung oksigen. Carotenoid menghasilkan warna merah, kuning, dan jingga pada bulu banyak spesies burung. Jika diamati dibawah sinar UV, carotenoid dapat berpendar. 

Biopigmen ini didapatkan melalui diet (makanan) dan terdeposit di lipoid droplets pada sel dari folikel bulu. Karotenoid dapat berperan sebagai antioksidan dan melindungi keratin. Hal ini berkorelasi dengan fungsi karotenoid pada tanaman dalam melindungi klorofil dari oksidasi. Contoh pigmen karotenoid dapat diamati pada burung flamingo, ketika masih muda memiliki flamingo memiliki warna tubuh abu-abu, namun karena diet yang mengandung banyak karotenoid (crustacea dan plankton), flamingo akan menjadi warna pink.

Melanin

Melanin merupakan pigmen paling umum pada bulu. Biopigmen ini dapat melindungi tubuh dari paparan sinar UV. Melanisasi tidak bergantung pada makanan. Melanin menghasilkan warna cokelat, hitam, kekuningan, atau cokelat kemerahan pada bulu. Melanin dihasilkan oleh organel melanosom dalam sel khusus yang disebut melanosit, kemudian melanin terdeposit di sel epitel bulu. 

Semua bulu yang mengalami melanisasi memiliki eumelanin dan phaeomelanin. Komposisi jumlah eumelanin dan phaeomelanin menyebabkan perbedaan tingkat warna melanin. Eumelanin menghasilkan warna cokelat tua hingga hitam sedangkan phaeomelanin menghasilkan warna cokelat pucat hingga kekuningan. 

Phaeomelanin lebih rentan terhadap paparan sinar UV. Namun, semakin besar paparan sinar UV maka produksi melanin akan semakin banyak karena berfungsi untuk melindungi bulu dari sinar UV dan stress oksidatif.

Psitacovulnis

Psittacovulnis merupakan pigmen berwarna merah terang, jingga, dan kuning pada burung ordo Psittaciformes yaitu burung beo, burung kakatua, dan lorikeet. Pigmen psittacovulins tidak bergantung pada makanan. 

Pigmen ini terbentuk langsung pada sitoplasma sel yang mengalami keratinisasi. Jika diamati melalui sinar UV, pancaran cahaya pigmen psittacovulins dan karotenoid tidak memiliki perbedaan, keduanya dapat berpendar sehingga sangat sulit membedakannya.

Gradasi warna warni pada burung beo [Sumber: needpix.com]
Gradasi warna warni pada burung beo [Sumber: needpix.com]

Porphyrins

Porphyrins dimiliki oleh beberapa ordo burung termasuk burung hantu dan bustards. Biopigmen ini menghasilkan warna pink, berbagai gradasi coklat, merah, dan hijau serta dapat berpendar merah dibawah sinar UV. Terdapat dua kelas dari porphyrins yang digunakan dalam biopigmen burung yaitu porphyrin alami dan metalloporphyrins. 

Metalloporphyrins merupakan porphyrin dengan tambahan zat besi atau tembaga contohnya turacin merupakan biopigmen yang dapat menghasilkan warna merah dan hijau pada family burung turacos dan turacoverdin. 

Turacoverdin merupakan satu-satunya burung yang tercatat memiliki pigmen warna hijau. Biasanya, pigmen warna hijau pada burung lain disebabkan oleh gabungan pigmen biru dan kuning, contohnya kuning xantophyl dengan melanin cokelat.

Burung turacos [Sumber: wrs.com.sg]
Burung turacos [Sumber: wrs.com.sg]

Warna Struktural

Warna struktural dihasilkan dari cabang-cabang dan filamen bulu (barbs dan barbule) yang dapat memecah panjang gelombang yang berbeda untuk menghasilkan warna dan efek pada bulu seperti contohnya mengkilat. Contoh paling dasar, burung merpati putih tidak memiliki pigmen pada lapisan keratin di bagian barbs. Intensitas dan terangnya warna putih bergantung pada penyebaran cahaya oleh vakuola udara di dalam sel lapisan keratin. 

Untuk menghasilkan warna biru, vakuola udara yang berada dibawah lapisan keratin menyebarkan cahaya lain dan hanya memantulkan gelombang cahaya warna biru. Melanin juga membantu membelokkan cahaya di bawah lapisan keratin agar cahaya yang dipantulkan tidak terganggu dari arah datangnya cahaya dari sisi lain.

Jurnal utama

Riedler, R.,C. Pesme, J. Druzik, M. Gleeson & E. Pearlstein. 2014. A review of color-producing mechanisms in feathers and their influence on preventive conservation strategies. Journal of the American Institute for Conservation, 53(1): 44---65.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun