Seorang ibu melaporkan bahwa anaknya yang masih berusia 12 tahun mengalami hal yang tidak diinginkan, yaitu menjadi korban pelecehan seksual media elektronik oleh seorang pria inisial (EA) berusia 50 tahun.
Kronologi dari sang ibu, kejadian pada tanggal 30 Oktober 2024, pukul 16:32 WIB. Ketika ia dan anaknya selesai melakukan sesi konseling, ia mendapati pesan masuk pada platform media sosial WhatsApp dengan jumlah yang banyak dari pelaku.
Pesan tersebut membuat sang ibu sontak terkejut karena berisi kata-kata, foto anaknya yang di edit menggunakan AI, dan juga video tidak senonoh yang di tujukan pada anaknya.
Pelaku merupakan mantan rekan kerja sang ibu dalam project Asian Para Games. Beliau masih cukup berteman akrab dengan pelaku, karena memiliki profesi yang sama yaitu photographer. Sebelum kejadian sang ibu dan pelaku cukup sering memberikan feedback dari hasil kerja mereka.
Setiap pelaku di tanya motivasi dan alasan mengapa ia melakukan hal tersebut, selalu terjadi inkonsisten jawaban.
Korban membuat laporan ke Polres Jakarta Selatan pada tanggal 31 Oktober 2024, ia diarahkan ke ruang konseling dibantu oleh Briptu Daru.
Ibu korban tidak terima karena kejadian ini, pelaku menggunakan foto anaknya dan di edit menjadi perempuan tanpa busana. Anaknya yang merupakan minor, usia 12 tahun di lecehkan namun tidak ada tindakan apapun dari pihak kepolisian.
Sampai saat ini pelaku masih masih bebas berkeliaran, sang ibu khawatir setelah anaknya menjadi korban, akan ada korban pedofilia lainnya.
Sang ibu mengunggah kasus ini di platform X, tak sedikit para warganet yang membantu memperjuangkan hak korban, banyak sekali masukan-masukan yang lebih berguna dari kepolisian, salah satunya adalah komentar yang dituliskan oleh pengguna akun X dengan username @sebenernyaintel.
“Berdasarkan kasus tersebut, bisa dikenakan UU TPKS karena pada konteks tersebut termasuk pada Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik (Pasal 4 ayat 1 UU TPKS) dan pelaku bisa dijerat dengan pasal 14 UU TPKS.
Pelaku bisa diberatkan hukumannya karena menyasar anak. Kalau ingin menggunakan UU Pornografi, bisa kena Pasal 29 jo Pasal 4 huruf f. Namun, saya menyarankan tetap menggunakan UU TPKS karena pemenuhan hak korban lebih jelas dan komprehensif.”. @sebenernyaintel 03/11/24.
Diharapkan dengan kejadian ini pihak kepolisian atau hukum dapat menuntaskan dengan tegas kejadian yang bersangkutan dengan pelecehan dan juga pedofilia di Indonesia.
Foto dokumentasi ini saya ambil ketika saya mendatangi kediaman ibu korban, di Jakarta Selatan pada tanggal 10 November 2024.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI