Mohon tunggu...
Rachel Fitria
Rachel Fitria Mohon Tunggu... Freelancer - Research Leader

Mengamini Quote nya Mahatma Gandhi "Satisfaction lies in the effort, not in the attainment, full effort is full victory". Selalu jatuh cinta dengan dunia Biologi dan travelling. Memimpikan 'bermain' dengan anak-anak di pelosok negeri. rachelfithree.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Catatan Seorang Pengajar Muda di Pulau Terdepan NKRI (5)

28 Februari 2016   06:59 Diperbarui: 28 Februari 2016   10:01 666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Pengalaman Naik Pompong”

Tanggal 28 Desember 2015, saya bangun pukul 04.30 WIB untuk bersiap-siap ke kantor Kecamatan. Kantor kecamatan desa saya terletak di Sedanau dan dari desa, saya harus menyeberang laut. Ya, sesuai janji dengan istri pak Kepsek dan putra mereka, kami akan menaiki Pompong pukul 6 pagi. Jadi kami harus berangkat dari rumah pukul 5 pagi ke pelabuhan. Pompong adalah alat transportasi perairan berupa perahu berukuran sedang dan bermesin, biasanya digunakan warga untuk menyeberang antar pulau di Natuna ini. Saya pun mendapat sarapan spesial pagi ini, namanya kue Bangkit, kue khas Natuna.

Kue Bangkit

Setelah selesai sarapan, kami menaiki kendaraan bermotor menuju pelabuhan. Jarak dari rumah ke pelabuhan sekitar 6 km dengan kondisi jalan tanah merah dan pasir. Setelah berkendara selama sekitar 40 menit, kami tiba di pelabuhan tempat si pompong bersandar.

Kami menunggu pompong penuh baru berangkat dan pompong ini biasanya selain mengangkut penumpang, juga mengangkut sepeda motor di atapnya, sayur-sayuran dan hewan ternak seperti kambing. Saya, saat menyeberang kali ini kebagian duduk dekat kambing :).

Kambing di dalam pompong

Kami menyeberangi lautan selama sekitar 75 menit. Saya beruntung, walau sedang musim utara (musim gelombang laut tinggi), hari ini laut tenang. Sesampainya di pelabuhan Sedanau, karena air laut sedang surut, saya harus memanjat cukup tinggi dengan tali karena tidak ada tangga.

Setelah sedikit bersusah payah memanjat, kami singgah ke sebuah warung masakan Melayu di pelabuhan. Lagi-lagi saya menyantap makanan khas Natuna, namanya “Nasi Dagang”, pelafalannya Nasi Dageng.

Setelah selesai sarapan ”tahap ke-2” , saya menaiki ojek dari pelabuhan menuju kantor kecamatan, kantor UPTD dan ke Koramil. Nah di Koramil inilah saya berkenalan dengan pak wakil komandan dan beliau mengajak saya keliling Sedanau.

Setelah puas berkeliling, saya di antar ke pelabuhan untuk kembali menyeberang ke desa. Untuk perjalanan pulang, biasamya pompong menunggu air laut pasang. Di tengah perjalanan, saya menemukan kemp, begitu warga Natuna menyebutnya. Kemp adalah tempat warga menangkap dan memelihara ikan hasil tangkapannya di laut.

Pompong yang saya tumpangi pun mulai memasuki areal pelabuhan, pemandang annya? Mangrove! Ah, saya jadi ingat Eyang Narto, dosen taksonomi tumbuhan saya selagi berkuliah. Beliau pasti senang sekali dengan pemandangan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun