Mohon tunggu...
Rachel Elizabeth
Rachel Elizabeth Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

A student from Department of Economics, University of Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Penerapan Prinsip Koperasi di Indonesia: Baik atau Benar?

4 Desember 2012   16:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:11 4428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

kemandirian

Pendidikan, pelatihan dan informasi

pendidikan perkoperasian

Kerjasama antarkoperasi

kerja sama antarkoperasi

Kepedulian Masyarakat

Sekilas kita dapat menemukan banyak persamaan di antara keduanya. Inilah yang menurut saya menjadi bias bagi penerapan prinsip koperasi di Indonesia: apa yang dianggap serupa ternyata tidak benar-benar sama dengan aslinya-apa yang dianggap baik oleh bangsa ini ternyata bukanlah kebenaran yang mestinya diraih.

Mari kita tilik lebih dalam prinsip demi prinsip di antara keduanya agar makin terlihat apa yang menjadi pembeda. Prinsip yang pertama, ketiga, keenam dan ketujuh menurut UU No. 25 tahun 1992 dengan kelima dan keenam menurut ICA memang sama secara literal dan substansial. Akan tetapi prinsip-prinsip lainnya yang sesaat terlihat sama ternyata berbeda.

Pada prinsip yang kedua menurut UU No. 25 tahun 1992 dinyatakan bahwa pengelolaan dilakukan secara demokratis, sedangkan menurut ICA adalah pengawasan secara demokratis oleh anggota. Pengelolaan dan pengawasan adalah dua kata yang berbeda maknanya. Pengelolaan berarti proses pengaturan koperasi (terkait dengan anggaran dasar dan rumah tangga) sebagai badan usaha yang dilakukan oleh pengurus koperasi. UU No. 25 tahun 1992 dengan jelas menyatakan bahwa dalam tugas pengaturannya, pengurus koperasi harus melakukannya secara demokratis. Demokratis berarti tidak otoriter dan membutuhkan kesepakatan dari para anggota. ICA tidak mementingkan pengelolaan yang demokratis. ICA menekankan demokratisasi pada proses pengawasan. Pengawasan berarti memperhatikan kelancaran dan kesesuaian aktivitas koperasi dengan anggaran dasar yang telah dibuat; menindaklanjuti apabila ada pelanggaran yang terjadi. Dengan demikian kita tahu bahwa ICA mengutamakan konsistensi komitmen para anggota dan pengurus terhadap fungsi dan peran yang mereka miliki dalam koperasi. Menurut saya, prinsip yang diusung ICA lebih memungkinkan untuk menjamin sustainabilitas koperasi ke depannya dibanding prinsip UU No. 25 tahun 1992. Lebih baik mana: planning everything and doing nothing atau planning something and doing everything that have been planned before?

Selanjutnya, mari perhatikan prinsip yang keempat. Menurut penjelasan atas UU No. 25 tahun 1992 pasal 5 huruf d, modal dalam koperasi pada dasarnya dipergunakan untuk kemanfaatan anggota dan bukan untuk sekedar mencari keuntungan. Oleh karena itu balas jasa terhadap modal yang diberikan kepada para anggota juga terbatas, dan tidak didasarkan semata-mata atas besarnya modal yang diberikan. Yang dimaksud dengan terbatas adalah wajar dalam arti tidak melebihi suku bunga yang berlaku dipasar. Ada dua hal yang hendak saya kritisi kali ini. Pertama, menurut saya keuntungan yang diperoleh anggota koperasi pasti bermanfaat bagi mereka. Saya membenarkan idealisme perundangan nasional yang menyatakan bahwa benefit dan profit tidaklah sama, namun bukankah profit pasti selalu memberikan benefit bagi tiap orang yang mendapatkannya? Kedua, pernyataan bahwa balas jasa yang diberikan kepada anggota tidak didasarkan semata-mata atas besarnya modal yang diberikan menurut saya berbanding terbalik dengan nilai keadilan yang selama ini dijunjung tinggi koperasi nasional. Mungkin, hal-hal ini juga yang diperhitungkan ICA sehingga mereka menetapkan otonomi dan kemerdekaan sebagai sebagai suatu urgensi bagi keberlangsungan hidup koperasi-dengan menjadikannya sebagai prinsip keempat.

Bersyukurnya, UU No. 25 tahun 1992 masih menyertakan kemandirian sebagai prinsip koperasi yang kelima-kemandirian mirip dengan prinsip ketiga ICA: otonomi dan kemerdekaan. Hal ini mengindikasikan bahwa memang benar, otonomi menjadi unsur penting guna mempertahankan eksistensi koperasi tidak hanya di dunia, namun juga di Indonesia.

Hal yang menarik adalah mengapa ICA memasukkan kepedulian masyarakat sebagai prinsip ketujuhnya (prinsip terakhir)? Sekilas saya menganggap hal ini tidak esensial bagi koperasi, tetapi setelah berusaha mencari dan memahaminya kini saya mengerti bahwa kepedulian masyarakat penting dalam perkoperasian. Kita telah mengetahui sebelumnya bahwa koperasi bertujuan untuk menyejahterakan anggotanya dan masyarakat di sekitarnya. Menurut ICA, koperasi harus melaksanakan pembangunan berkesinambungan dari komunitas-komunitas para anggotanya melalui kebijakan-kebijakan yang telah disetujui sebelumnya. Dalam hal ini lagi-lagi kita melihat bahwa ICA begitu mementingkan sustainabilitas. Tidak heran bila koperasi di negara lain maupun koperasi –koperasi terdahulu mampu menjadi kekuatan perekonomian negaranya masing-masing. Mereka berkomitmen untuk peduli terhadap masyarakat sehingga masyarakat pun pada akhirnya merasakan dampak positif dari keberadaan koperasi dan mau ikut serta menjaga perkoperasian yang ada-mereka mengakui eksistensi koperasi sebagai badan usaha yang menyejahterakan.

Tulisan saya kali ini tidak bermaksud untuk menyubordinasikan perundangan nasional mengenai perkoperasian. Saya hanya berusaha meneliti UU No. 25 tahun 1992 yang dilahirkan dari aksioma pasal 33 UUD 1945. Penerapan prinsip koperasi yang benar memang sulit untuk dilakukan. Bahkan dalam perumusannya saja, hal-hal yang baik masih dianggap sebagai kebenaran sehingga relativitas menjadi penghambat bagi koperasi untuk dapat bertahan dan berkembang maju.

Pada akhirnya saya berpikir bahwa perumusan dan penerapan prinsip koperasi di Indonesia memang memerlukan pembenahan: untuk mencapai kebermanfaatan (yang baik) bagi anggota koperasi dan masyarakat di sekitarnya, koperasi harus memiliki prinsip yang benar-mutlak, bukan relatif. Kebaikan lahir dari kebenaran, ia tidak dapat melahirkan dirinya sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun