Tinggal di perbatasan negeri, meninggalkan berbagai gemerlap kehidupan kota yang serba ada. Tim Nusantara Sehat Balai Karangan. Sebuah program yang diutus oleh Kementerian Kesehatan ditahun 2015 dalam rangka pemenuhan pelayanan kesehatan didaerah DTPK (Daerah Terpencil, Terluar, Perbatasan dan Kepulauan). Inilah perjalanan awal kami sebagai Tim Nusantara Sehat.
Bulan Mei 2015 tim NS mulai menapaki langkahnya dengan menyusuri desa terjauh di Kecamatan Sekayam (Desa Melanggang) yang merupakan salah satu lokasi penempatan tim Nusantara Sehat di perbatasan negeri. kegiatan ini dilakukan dalam rangka melakukan survey cepat kesehatan masyarakat yang ada di wilayah kerja kami. Perjalanan ini adalah penjelajahan awal dari kedatangan tim Nusantara di Puskesmas Balai Karangan.
Sebenarnya masih asing bagi kami untuk menelusuri hingga ke pelosok desa, karena masih berstatus penduduk baru di Kecamatan Sekayam dan belum mengetahui budaya, bahasa dan adat di wilayah ini.
Namun hal tersebut tidak menjadi hambatan bagi kami untuk terus menelusuri hingga ke sudut wilayah Kerja Puskesmas dan hingga kami benar-benar mengerti, memahami situasi kultur masyarakat wilayah tersebut. Hitung-hitung kami dapat berbaur dengan masyarakat sekaligus belajar semuanya tentang apa yang ada di wilayah tersebut.
Sebelumnya, Pihak puskesmas sudah menjelaskan mengenai wilayah kerja puskesmas yang cukup luas, terdiri dari 10 Desa dengan jarak Desa terjauh hingga 36 Kilo meter, yaitu Desa Malenggang.
“Medan yang dilewatipun tak mudah, kalian harus melewati jalanan jelek, berbatu, Licin, sempit. Terkadang mobil tak bisa masuk ke Desa tersebut kalau kondisi hujan. Mobil ambulance pun tak bisa sampai ke Desa tersebut karena ambulancenya bukan double gardan” tutur kepala Puskesmas Balai Karangan Saat penerimaan Nusantara Sehat di Puskesmas.
Dari sepuluh Desa di Kecamatan Sekayam, Desa terjauh adalah Desa Malenggang dengan jarak tempuh sekitar 36 Kilo meter dan kondisi jalanan yang cukup sulit untuk dilalui kendaraan roda empat yang berukuran kecil, terkecuali dengan menggunakan kendaraan double gardan. Sesuai yang dikatakan Kapus sebelumnya.
Transportasi yang kami tumpangi saat itu dengan menggunakan sepeda motor karena mobil ambulance puskesmas tak bisa digunakan untuk menjangkau Desa tersebut.
Ternyata yang dikatakan pak Kapus tadi benar. Jalanannya rusak parah, apalagi ditambah karena semalam wilayah tersebut diguyur hujan. Jalanan tak beraspal, kerikil besar, lubang, mendaki, penurunan hingga jembatan dari batang kelapa pun kami lewati.
Terus berjalan menelusuri tiap hembusan angin dari balik pohon sawit. Mencoba menerawang dibalik kilaunya pancaran matahari di bumi khatulistiwa dan mencoba memasuki babak baru dalam pengabdian di batas negeri.