Mohon tunggu...
Rabiah Adawiyah
Rabiah Adawiyah Mohon Tunggu... profesional -

Pegiat Pemberdayaan Masyarakat Desa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Salah Kaprah Tanggung Renteng Ala PNPM

8 November 2014   21:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:18 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengenaskan sekali. Program SPP yang katanya untuk pengentasan kemiskinan ternyata malah mengeksploitasi orang miskin. Di Jawa Timur khususnya dan hampir semua lokasi PNPM Perdesaan umumnya, terjadi praktik pemotongan pinjaman SPP hingga 10% dari total pinjaman yang diterima seluruh pemanfaat pada setiap perguliran. Jika KSP dan BPR melakukan pemotongan dengan dalih untuk melunasi biaya bunga yang dibayar dimuka, maka modus dalam pemotongan pinjaman SPP ini adalah dengan alasan untuk tabungan tanggungrenteng.

Potongan 10% SPP ini kemudian dimasukkan dalam rekening. Ada yang Menggunakan rekening milik kelompok, ada juga rekening kolektif kelompok ditingkat desa atau kecamatan. Rekening2 ini kemudian dijaminkan di UPK dan menjadi tabungan pasif/beku yang hanya bisa diambil setelah pelunasan angsuran. Namun sebagian besar, tabungan ini, oleh anggota disepakaiti untuk melunasi angsuran terakhir dan kelebihannya diambil pengurus kelompok. Bagaimana dengan bunganya? Tidak jelas.

Bagi yang ingin mengetahui berapa jumlah potongan dengan kedok tabungan tanggungrenteng yang dikelola UPK di kecamatan, cukup lihat total alokasi pinjaman baik SPP maupun UEP yang masih dalam proses / belum lunas, maka 10% nya adalah nilai tabungan tanggungrenteng. Di Jawa Timur, potongan yang dikolek UPK dg modus tabungan tanggunrenteng ini, nilainya bisa mencapai hingga 1 Miliyar per UPK, tergantung besaran asset dan pinjamannya.

Dengan tabungan sebesar itu dan mengendap minimal 1 tahun, maka tidak ada yang diuntungkan kecuali bank tempat dibukanya rekening tabungan tanggungrenteng itu. Hal ini karena pemotongan SPP 10% tidak langsung diperhitungkan sbg pendapatan jasa yang otomatis masuk rekening pengembalian SPP, melainkan masuk dalam rekening terpisah.  Meski tahu dana tersebut besar dan akan mengendap lama, UPK tidak bisa mengutak-atik dana ini karena statusnya masih milik kelompok, selama belum dieksekusi untuk angsuran.

Bagaimana pelaporan dan pengawasan atas dana2 ilegal ini dilakukan. Tidak ada pelaporan apalagi pengawasan. PTO PNPM tidak mengenal pelaporan rekening tabungan tanggung renteng. Karena itulah, dalam laporan UPK yg dikirim tiap bulan sama skali tidak mencantumkan dana ini.

Wajar, melihat besarnya dana ini, banyak UPK yang tergiur untuk memainkannya, mulai dari menggulirkannya secara ilegal kepada para pengusaha dg konsekwensi pendapatan jasa masuk ke kantong pribadi, hingga menyalahgunakannya. Tengoklah modus-modus penyalahgunaan dana SPP yang melibatkan oknum UPK, disana pasti ada penyalahgunaan dana tabungan tanggungrenteng.

Alhasil, pemotongan SPP 10% telah menciptakan peluang korupsi yang sangat empuk bagi UPK. Disisi lain juga sangat merugikan kelompok SPP yang harus menanggung jasa dari dana 10% yang tidak dia terima itu. Karena itu tindakan pemotongan SPP ini, bagi kelompok terasa lebih kejam jika dibandingkan dg KSP, BPR dan lembaga keuangan mikro lainnya. Lembaga2 itu melakukan pemotongan untuk melunasi bunga sehingga angsuran peminjam akan lebih ringan karena hanya mengangsur pokoknya saja. Tepati di PNPM, kelompok tetap membayar jasa dan pokok tanpa berkurang sedikitpun.

Konsep tabungan tanggung renteng ini telah berlangsung puluhan tahun dan rata2 diwariskan oleh para fasilitator eks PPK yang kemudian menanamkan pengaruhnya kepada fasilitator2 lainnya. Akibatnya, meskipun melanggar PTO, model tabungan tanggung renteng ini telah dianggap sebagai aturan yang baku, sah, formal dan mengikat. Padahal semua tahu, konsep ini tidak dikenal dlm pto dan merugikan masyarakat.

Di dalam PTO, tabungan kelompok dan tanggung renteng adalah 2 hal yang berbeda. Tabungan kelompok adalah bentuk investasi anggota dalam menambah modal kelompok yang akan diputar untuk membiayai kredit anggota. Atas tabungan tersebut, anggota akan mendapatkan SHU diakhir tutup buku. Dengan kata lain, tabungan anggota bersifat aktif dan menjadi penopang utama dalam mengatasi masalah permodalan kelompok. Tabungan kelompok juga bukan berasal dari perguliran, melainkan harus sudah ada terlebihdahulu sebelum perguliran dilakukan. Tabungan tanggung renteng bukan pula tabungan beku yag hanya akan menguntungkan bank tertentu.

Sedangkan tanggung renteng merupakan pendekatan yang dipakai untuk mengatasi resiko pinjaman. Tanggungrenteng adalah komitmen komunalitas sbg dampak dari adanya ikatan pemersatu kelompok, dimana komitmen inilah yang manjadi jaminan atas pinjaman yang diberikan UPK kepada kelompok. Jika di perbangkan dan LKM, jaminan itu berupa surat berharga, maka di PNPM yang sasarannya RTM, cukup dengan komitmen tanggung renteng.

Jika ada salah satu anggota yang tidak mampu mengangsur, maka anggota yang lain harus ikut bertanggungjawab. Karena itu menerjemahkan komitmen tanggung dalam bentuk potongan pinjaman 10%, adalah bentuk reduksi atas komitmen sosial program menjadi komitmen pragmatis individual ala perbankan.

Menghadapi masalah tersebut, seluruh fasilitator keuangan di Jatim ternyata juga tenang2 saja. Pelanggaran yang begitu terstruktur, sistemik dan massif ini tidak pernah dipermasalahkan apa lagi diawasi. Mungkin mereka takut merubah tradisi yang sudah berurat syaraf itu dan mengiyakannya saja.

Atas dasar itu, tolong NMC bersama Satker pusat agar menindaklanjuti permasalahan ini dan segera buat surat tentang larangan pemotongan SPP dengan alasan apapun. Luruskan praktik tabungan tanggung renteng dan tabungan beku ini agar sesuai dengan aturan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun