Mohon tunggu...
HENDRA WIJAYA
HENDRA WIJAYA Mohon Tunggu... Penulis - NICE DAY

Mengajar di Tangerang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sepinya Capres-Cawapres 2019 dari Kaum Kartini

21 April 2018   14:07 Diperbarui: 21 April 2018   14:18 765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jelang pemilihan Presiden di 2019, wacana calon presiden (Capres) dan wakil presiden(wapres) sudah mulai ramai dibincangkan. Calon presiden yang sudah pasti maju saat ini adalah Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai petahana yang didudukung oleh partai pengusungnya  yaitu PDIP (18,95%), Golkar (14,75),Nasdem (6,72 %),  PPP (6,53%), PKB (9,04 %), Hanura (5,26 %). Sementara Partai Keadilan Sejahtera kabarnya menyiapkan 9 calon presiden mereka dari internal partainya, tentu hanya didukung oleh partainya sendiri (PKS),karenanya dianggap tidak akan memenuhi syarat nyapres 2019.  

Sementara Partai Gerindra mencalonkan Prabowo Subianto sebagai Presiden. Gerindra (11,8%) mengklaim akan mendapat dukungan dari PKS (6,79%) dan PAN (7,59%). Selain calon Presiden yang sudah didukung oleh partai pengusung,muncul nama Gatot Nurmantiyo,  mantan Panglima TNI sebagai calon Presiden  yang sementara ini didorong oleh masyarakat non partai untuk  ikut dalam kontestasi pemilihan presiden 2019. 

Jika calon presidennya sudah banyak di ekspos ke publik, cawapresnya baru satu yang sudah tampil dan didukung oleh partai yaitu Muhaimin Iskandar, ketua umum PKB yang secara terbuka mencalonkan diri sebagai wapresnya Jokowi. Tentu ia didukung penuh oleh partainya (PKB). 

Dan tokoh yang terakhir hingga saat ini yang mentakan siap maju di Pilpres 2019 adalah Dr. Rizal Ramli, mantan Menko ekonomi di zaman presiden Gusdur dan Menko kemaritiman di zaman Presiden Jokowi.   Dari tokoh tokoh capres dan cawapres yang diusung oleh partai partai itu, maupun yang secara pribadi menyatakan siap  maju dalam pilpres 2019 itu belum ada satupun dari kalangan kaum Kartini (perempuan).  

Kekuatan di atas kertas

Jika kita melihat UU No.7 Tahun 2017 pasal 222 tentang pemilihan umum yang mengatur ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakilpresiden (presidential threshold),  dijelaskan "pasangan calon Pemilu 2019 diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan  persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR sebelumnya". 

Artinya, partai baru tidak dapat mencalonkan.  Maka kita akan dengan sangat gampang melihat kekuatan diatas kertas, kita juga akan dengan mudah memprediksi siapa yang akan memenangkan kontestasi pemilihan presiden 2019. Kekuatan diatas kertas maksudnya kekuatan partai yang mendukung si capres. 

Kekuatan partai dapat dilihat dari berapa jumlah keterwakilan anggota legislatifnya (DPR). Semakin banyak  anggota legislatif dari partai itu, menandakan banyaknya dukungan dari masiarakat. Diatas kertas  saat ini, capres yang berpeluang maju dalam pilpres 2019 berdasarkan syarat UU pemilu adalah Jokowido dan Prabowo Subianto. Dan adu kekuatan sementara berdasarkan partai pendukung di menangkan oleh Jokowidodo.

Prediksi strategi  Masing-masing Capres

Ibarat sebuah pertandingan atau kompetisi, setiap team harus punya strategi dalam upaya memenangkan pertandingan. Pertandingan sesungguhnya memang belum dimulai, namun  upaya untuk  mempengaruhi penonton (masyarakat) agar mendukung kemenangan mereka terus dilakukan.  

Jika kedua capres ini jadi maju dalam  Pilpres 2019, maka ini merupakan pengulangan Pilpres 2014 lalu. Bedanya, jika Prabowo Subianto nyapres di 2019 ini, kemungkinan Prabowo Subianto tidak lagi didukung oleh beberapa  partai pendukungnya di Pilpres 2014. Kondisi ini akan memperberat upaya Prabowo untuk memenangkan Pilpres 2019. Selain itu, isu SARA (Jokowi keturunan Cina, Jokowi keturunan PKI, Jokowi Anti Islam) yang dijadikan senjata untuk 'membunuh' karakter Jokowi di Pilpres 2014 tidak lagi akan relevan di gunakan. 

Seiring dengan tertangkapnya dan dihukumnya penyebar isu hoaxs tersebut. Masalah sosial, ekonomi, politik, ketenagakerjaan, pendidikan, korupsi, nampaknya pilihan isu yang akan ramai dan menjadi senjata dalam 'menaklukkan' jokowi di Pilpres 2019. Sementara itu Jokowi yang memenangkan Pilpres 2014, justru akan mendapat tambahan dukungan dari partai-partai yang di pilpres 2014 mendukung Prabowo Subianto. 

Ini membuat Jokowi semakin percaya diri. Isue masa lalu Prabowo (Bagian dari Orde lama yang sentralistik, koruptif, kolutif dan keterkaitan dengan pelanggaran HAM), nampaknya akan tetap menjadi senjata yang akan di pakai untuk 'melumpuhkan' Prabowo Subianto oleh partai pendukung Jokowi. Ini bisa kita dengar dan saksikan di media  masa  saat Adian Napitupulu, politisi Partai PDIP yang sering kali tak bisa dibantah oleh pihak pendukung Prabowo Subianto. Jika ini terjadi, banyak pihak mengkhawatirkan Pilpres 2014 hasilnya akan terulang kembali.  

Melihat gejala ini, mestinya ada calon capres lain yang disiapkan dan didukung oleh partai partai  non pendukung Jokowi. Apalgi kalau Prabowo Subianto, ternyata mengundurkan diri dari pencalonan Capres. Demokrasi harus tetap terlihat elok di negeri besar ini, dengan menghindari  calon capres tunggal. Namun demikian pemilu presiden tidak mutlak ditentukan oleh kekuatan di atas kertas, kekuatan tanpa kearifan,kecerdasan di lapangan, seringkali berujung pada kekalahan. 

Lawan yang tak begitu kuat, namun memilki kecerdasan kadang punya peluang menang dalam kontestasi. Presiden Jokowi yang didukung oleh partai- partai besar (lebih dari 52,21 %), tanpa meremehkan calon yang lain, diatas kertas tentu terlihat akan memenangkan kembali kontestasi pemilihan presiden 2019. Namun sekali lagi, jika tidak arif, cerdas, situasi yang terjadi akan sebaliknya.

Sudah kita lihat, dengar dan kita amati bagaimana  capres 2019 tampil di publik lalu menyampaikan visi,misi, program kerja yang akan mereka lakukan jika mereka terpilih. Walau kadang itu tidak di ucapkan secara langsung oleh capresnya tapi oleh para pendukungnya.  Tentu semua yang di ucapkan,yang mereka janjikan tak lain untuk mewujudkan Indonesia yang  Jaya,  adil dan  makmur. 

Dengan berbagai bahasa, dengan gaya bahasa mereka, dengan argumentasinya, mereka ingin meyakinkan kepada masiarakat bahwa capresnya layak untuk dipilih dalam pemilu presiden 2019. Nah disinilah masyarakat menilai. Apakah yang diucapkan mereka itu benar atau kebohongan atau fitnah atau  pembenaran ?, apakah  yang dijanjikan mereka itu rasional ?, apakah masyarakat merasakan dampak baiknya ?. 

 Masiarakat juga akan menilai kredibilitas, kapabilitas dan track record masing-masing capres-cawapres. Sayangnya sejauh ini masih belum muncul sang 'Kartini' yang di usung oleh Partai atau sengaja secara pribadi nyapres-nyawapres. Semoga ini bukan cerminan dari lemahnya, rendahnya posisi tawar  perempuan di Indonesia saat ini.  Selamat hari Kartini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun